29 Oktober 2025
16:50 WIB
Kepala BSSN Jelaskan Batasan Keamanan Siber
Batasan keamanan siber dalam RUU KKS lebih untuk mengantisipasi pencurian data atau informasi atau manipulasi data.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Kepala BSSN Nugroho Sulistyo Budi (tengah) menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Rabu (29/10/2025). (ANTARA/Fath Putra Mulya).
JAKARTA - Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Nugroho Sulistyo Budi, menjelaskan makna ancaman siber yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) agar tidak menimbulkan mispersepsi di masyarakat.
“Ancaman siber itu lebih mengerah kepada bagaimana kita mengantisipasi terjadinya pencurian data atau informasi, terjadi manipulasi data,” ucap Nugroho dikutip dari Antara di Jakarta, Rabu (29/10).
Sebelumnya, Komnas HAM menilai RUU KKS masih belum mengatur definisi ancaman siber dengan batasan yang objektif.
Dicontohkan Nugroho, ancaman siber yang dimaksud dalam RUU KKS adalah peristiwa ataupun bencana digital yang menyebabkan kekacauan data.
“Contoh, data perbankan. Kalau diubah angka, hurufnya, akunnya, nomor rekeningnya, bisa salah itu. Diubah angkanya, bisa salah itu. Jadi, ancaman pencurian, ancaman manipulasi data, ancaman pengambilan data,” ujar dia.
Baca juga: RUU Keamanan Siber Tambah Dominasi Militer di Ruang Sipil
Contoh lain, imbuh Nugroho, ancaman perusakan terhadap pusat data. “Ini kan ancaman terhadap aktivitas warga masyarakat di ruang siber, ada data pribadi di situ, ada data publik di situ, ada data sensitif di situ,” imbuhnya.
Nugroho lebih lanjut mengatakan pihaknya bertugas untuk memonitor kerentanan ancaman siber tersebut.
Menurut dia, pemantauan dilakukan dengan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan, mulai dari penyelenggara negara, industri, akademisi, hingga komunitas masyarakat agar tidak terjadi insiden siber yang meluas.
Sebelumnya, Komnas HAM menyampaikan pandangan atas draf RUU KKS dan naskah akademik versi pemerintah. Pandangan itu disampaikan oleh Ketua Komnas HAM Anis Hidayah dalam keterangan tertulis, Kamis (16/10).
Komnas HAM, salah satunya, memandang RUU KKS mendefinisikan ancaman siber dan keamanan siber secara sangat luas dan kabur, tanpa batasan objektif.
“Definisi yang ambigu tersebut berpotensi digunakan untuk menjustifikasi tindakan pembatasan akses, pemblokiran konten, atau pelacakan terhadap aktivitas warga di ruang digital tanpa mekanisme pengawasan yudisial yang memadai,” ucap Anis.