10 November 2025
17:08 WIB
Kementerian ATR Jelaskan Sengketa Tanah Jusuf Kalla
Sengketa tanah Jusuf Kalla seluas 16,4 hektare di kawasan Tanjung Bunga, Makassar merupakan kasus lama sejak 1990-an.
Penulis: Aldiansyah Nurrahman
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi-Warga mengurus dokumen pertanahan di Perwakilan Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya.
JAKARTA – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid menegaskan, sengketa tanah seluas 16,4 hektare (ha) di kawasan Tanjung Bunga, Makassar sebagai kasus lama yang akarnya telah berlangsung puluhan tahun atau sejak 1990-an.
Sengketa tersebut melibatkan sejumlah pihak, yaitu perusahaan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yakni PT Hadji Kalla; PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) yang terafiliasi dengan Lippo Group; serta Mulyono dan Manyombalang Dg. Solong.
“Kasus ini merupakan produk tahun 1990-an. Justru kini terungkap karena kami sedang berbenah dan menata ulang sistem pertanahan agar lebih transparan dan tertib,” urai Nusron, dalam keterangannya, Senin (10/11).
Berdasarkan penelusuran Kementerian ATR/BPN, bidang tanah yang kini menjadi objek sengketa ternyata memiliki dua dasar hak yang berbeda.
Pertama, terdapat sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Makassar pada 8 Juli 1996 dan berlaku hingga 24 September 2036.
Kedua, di atas lahan yang sama juga terdapat Hak Pengelolaan (HPL) atas nama PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk, yang berasal dari kebijakan Pemerintah Daerah Gowa dan Makassar sejak tahun 1990-an.
Baca juga: PPATK Telusuri Aset Adik Jusuf Kalla
Nusron menjelaskan, bahwa secara hukum, putusan tersebut hanya mengikat para pihak yang berperkara dan ahli warisnya, sehingga tidak otomatis berlaku terhadap pihak lain di lokasi yang sama. Namun, ia menegaskan bahwa fakta hukum juga menunjukkan PT Hadji Kalla memiliki hak atas dasar penerbitan yang berbeda.
Dia menegaskan pelaksanaan eksekusi di lapangan merupakan kewenangan Pengadilan Negeri Makassar sesuai dengan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Sementara itu, Kementerian ATR/BPN menjalankan fungsi administratif berdasarkan data pertanahan yang sah.
Sebagai langkah koordinatif, Kantor Pertanahan Kota Makassar telah mengirim surat resmi kepada Pengadilan Negeri Makassar untuk meminta klarifikasi dan koordinasi teknis. Termasuk konstatiring administratif sebelum pelaksanaan eksekusi agar tidak terjadi salah objek.
Nusron menyebut kasus ini menjadi momentum penting untuk mempercepat pembersihan dan digitalisasi data lama, serta sinkronisasi peta bidang tanah guna mencegah terbitnya sertifikat ganda dan tumpang tindih di masa depan.
Nusron menegaskan, Kementerian ATR/BPN tidak berpihak kepada siapa pun, baik PT Hadji Kalla, PT GMTD, Mulyono maupun Manyombalang Dg. Solong. Kementerian ATR/BPN berfokus pada penertiban administrasi dan kepastian hukum pertanahan, dengan prinsip netralitas dan keterbukaan informasi.