c

Selamat

Senin, 17 November 2025

NASIONAL

29 Juli 2024

08:37 WIB

Kemenkumham Ingatkan KUHP Baru Atur Kohabitasi dan Perzinaan

Pengaturan kohabitasi dan perzinaan dalam KUHP sebagai bentuk sikap negara menjaga keseimbangan antara hak-hak individu dan norma-norma sosial.

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>Kemenkumham Ingatkan KUHP Baru Atur Kohabitasi dan Perzinaan</p>
<p>Kemenkumham Ingatkan KUHP Baru Atur Kohabitasi dan Perzinaan</p>

Ilustrasi Dewi Keadilan. Shutterstock/dok.

JAKARTA - Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM, Kemenkumham, Dhahana Putra mengingatkan, KUHP baru memberikan pengaturan hukum yang lebih tegas mengenai kohabitasi dan perzinaan.

Kohabitasi dalam KUHP yang baru, menurut Dahana, memiliki definisi yaitu aktivitas hidup bersama layaknya suami dan istri di luar pernikahan.

"Bagi pasangan yang belum menikah perlu memahami bahwa di KUHP baru ini kohabitasi juga memiliki konsekuensi hukum," papar Dhahana dikutip dari Antara di Jakarta, Minggu (28/7).

Dia menjelaskan perzinaan dalam KUHP baru sama seperti KUHP lama tetap dipandang sebagai suatu tindak pidana. Merujuk pada Pasal 411 dalam KUHP yang baru, menurut dia, setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya akan dikenai pidana perzinaan.

"Pasal ini menegaskan komitmen pemerintah untuk menegakkan norma kesusilaan dalam masyarakat," ulas Dhahana.

Baik kohabitasi maupun perzinaan, menurut dia bersifat delik aduan terbatas. Dengan begitu, dia mengatakan tindakan kohabitasi dan perzinaan sebagaimana diatur di dalam Pasal 411 dan 412 hanya dapat diproses secara hukum jika ada pengaduan dari pihak yang dirugikan.

"Pengaduan harus berasal dari suami, istri, orang tua, atau anak dari pihak yang terlibat dalam perbuatan tersebut, tanpa adanya pengaduan resmi dari pihak-pihak terkait tindakan tidak dapat diproses oleh aparat penegak hukum," ungkap Dirjen HAM.

Sejak awal pembahasan KUHP baru, menurut Dhahana, topik terkait kohabitasi dan perzinaan memang cukup memantik polemik.

Ada pihak yang memandang agar tindakan itu perlu diberi hukuman karena tidak sesuai nilai-nilai sosial dan keagamaan. Di sisi lain, ada yang menolak negara untuk mengatur hal tersebut karena dipandang telah mencampuri urusan privat.

Pengaturan itu, menurut dia penting diadakan dalam konteks hak asasi manusia (HAM). Karena, negara harus menjaga keseimbangan antara menghormati hak-hak individu dan menegakkan norma-norma sosial yang dianut oleh masyarakat.

Setiap regulasi, kata dia, harus mempertimbangkan dampaknya terhadap kebebasan pribadi sambil memastikan tidak melanggar hak-hak dasar warga negara, hak dasar menurut UU 39 tahun 1999 tentang HAM.

Dia pun meyakini tim penyusun KUHP telah menimbang dengan matang dari berbagai perspektif dan keilmuan. Karena pengaturan kohabitasi dan perzinaan dalam KUHP menurutnya dapat menjaga keseimbangan antara hak individu dan norma sosial yang masih dipegang oleh khalayak di tanah air.

"Kembali, kami mengimbau masyarakat dapat memahami aturan dengan baik sehingga dapat menghindari konsekuensi hukum sebagaimana diatur di dalam KUHP baru ini," jelas dia.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar