c

Selamat

Senin, 17 November 2025

NASIONAL

08 Oktober 2025

11:39 WIB

Kemenkes Akui Penerapan PP Kesehatan Belum Optimal

PP Kesehatan memandatkan pemerintah daerah meski menegakkan pasal-pasal terkait pengendalian tembakau.

Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>Kemenkes Akui Penerapan PP Kesehatan Belum Optimal</p>
<p>Kemenkes Akui Penerapan PP Kesehatan Belum Optimal</p>

Ilustrasi-Stiker larangan merokok yang sudah terpasang di Kantor Kecamatan Banjarmasin Selatan. (Foto: RRI/Juma)

JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengakui penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, belum optimal. Khususnya, pemerintah daerah belum menegakkan pasal-pasal terkait pengendalian tembakau.

"PP 28 Tahun 2024 itu melindungi masyarakat, khususnya generasi muda kita. Nah, ini yang belum sampai hari ini bisa kita terapkan," ujar Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau, Kemenkes, Benget Saragih, dalam diseminasi penelitian tentang rokok di Jakarta Pusat, Selasa (8/10).

Dia melanjutkan, salah satu aturan yang belum ditegakkan adalah Pasal 434 ayat 1 melarang penjualan rokok kepada setiap orang berusia di bawah 21 tahun. Padahal, penjual bisa menerapkan aturan ini salah satunya dengan memeriksa KTP pembeli rokok.

"Bagaimana ini pemerintah daerah, Kemendag (Kementerian Perdagangan), mesti ikut bertanggung jawab," tambah Benget.

Baca juga: Setahun Berlaku, PP Kesehatan Tak Bawa Perubahan di Lapangan

Selain itu, dia menyebutkan pemerintah daerah juga belum memahami aturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang diatur dalam Pasal 442. Banyak kepala daerah mengira KTR berarti melarang total produk rokok. Padahal, KTR hanya melarang merokok di kawasan-kawasan yang ditetapkan.

Oleh karena itu, dia pun meminta pemerintah daerah dan pihak terkait lainnya untuk memahami dan menerapkan PP Kesehatan dengan benar. Harapannya, aturan ini bisa menurunkan prevalensi perokok seperti target nasional. 

Di sisi lain, Benget berkata pemerintah pusat juga melakukan sejumlah upaya untuk menekan prevalensi perokok. Contohnya, Kemenkes terus memperluas layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM) yang bisa diakses di puskesmas. Kemenkes pun sedang mendorong agar layanan ini wajib diikuti oleh penerima bantuan sosial sebagai bentuk perlindungan.

Tak hanya itu, dia juga ingin cukai rokok dinaikkan agar harga rokok tidak terjangkau oleh kelompok rentan. Kenaikan cukai rokok juga dinilai bisa mencegah downtrading atau pergeseran konsumsi rokok dari rokok mahal ke rokok murah.

"Untuk tidak ada downtrading ini, harga rokok murah ini, naikkan cukai. Itu yang harus dilakukan. Naikkan cukai rokok semahal-mahalnya," tandas Benget.

Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai sekitar 70 juta orang. Sebanyak 7,4% di antaranya merupakan perokok usia 10-18 tahun.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar