10 Oktober 2025
19:21 WIB
Kemendes Sebut 3.000 Desa Ada di Kawasan Hutan
3.000 desa yang 100% wilayahnya ada di kawasan hutan perlu penegasan segera dan rakyat tetap terlindungi.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Kawasan Transmigrasi Bulupontu Jaya di Desa Oloboju, Sigi, Sulawesi Tengah, Selasa (7/10/2025) dengan status lahan yang masuk dalam Hutan Produksi Terbatas (HPT). ANTARA FOTO/Basri Marzuki/foc.
JAKARTA - Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) siap berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) untuk menuntaskan masalah 3.000 desa yang 100% berada dalam kawasan hutan.
“Salah satu contoh, Desa Sukawangi di Kabupaten Bogor,” kata Menteri Desa (Mendes) PDT Yandri Susanto, dikutip dari Antara di Jakarta, Jumat (10/10).
Kemendes PDT mencatat terdapat 2.966 desa dari total 75.266 desa yang berada di dalam kawasan hutan.
Mendes Yandri mengatakan desa tersebut telah ada sejak tahun 1930. Akan tetapi, pada tahun 2014, desa itu menjadi kawasan hutan 100%.
Padahal, ada sekolah yang didirikan dengan APBN, APBD. Fasilitas jalan raya juga sudah ada, pondok pesantrennya banyak, puskesmas pembantunya sudah ada. Bahkan, rakyatnya bayar PBB dan lahannya punya sertifikat.
“Mereka ikut pemilu terus. Kantor desa yang sudah berdiri sebelum SK Kehutanan itu ada," ucapnya menjelaskan.
Baca juga: Kemendes Rekomendasikan Pemetaan Hutan Sebagai Wilayah Desa
Sebelumnya, Mendes Yandri telah menyampaikan pembahasan penataan desa yang berada di dalam kawasan hutan merupakan agenda yang mendesak untuk dilakukan. Menurut dia, tanpa langkah yang komprehensif, desa-desa di kawasan hutan tersebut akan terus mengalami ketidakpastian administrasi, bahkan terjebak dalam kemiskinan struktural.
Lebih lanjut, Mendes Yandri menjelaskan apabila penataan desa di kawasan hutan itu tidak segera dilakukan, setidaknya terdapat lima dampak negatif akan terjadi.
Pertama, kata dia, masyarakat desa akan mengalami kesulitan dalam mengakses program pembangunan karena status administratif yang tidak jelas. Kedua, konflik masyarakat dengan negara atau swasta akan terus berkepanjangan. Ketiga, akses ekonomi tetap tertutup.
Berikutnya, akan muncul tekanan ekonomi mendorong deforestasi dan yang kelima adalah masyarakat menjadi tidak produktif sehingga sulit mencapai kemandirian pangan serta energi.
“Hal-hal negatif lainnya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, akan terjadi kalau ini tidak kita urus secara komprehensif,” ujar mantan Wakil Ketua MPR itu.