03 Oktober 2025
08:09 WIB
Kejagung Sita Aset Terpidana Korupsi Timah Rp216 M
Aset terpidana korupsi timah tak terdeteksi penyidik hingga perkara ini bergulir di pengadilan.
Penulis: James Fernando
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi korupsi. Shutterstock/dok.
JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan sita eksekusi aset senilai Rp216 miliar milik Thamron alias AON, terpidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah (Persero) Tbk. Pemilik aset adalah beneficial owner CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia (MCM).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna di Jakarta, Kamis (2/10) mengatakan, aset yang disita atas putusan pengadilan itu berupa empat Gudang. Keempatnya berisi jenis mineral bebatuan antara lain timah, sirkon, monazif yang diperkirakan berjumlah 45.000 ton.
Selain itu, penyidik juga menemukan sejumlah alat berat di eks pabrik Mutiara Prima Sejahtera di desa Simpang Perlang Air, Kabupaten Bangka Tengah. Juga ada talang aliran serbuk timah yang sudah diproses.
Baca juga: Hakim Tipikor Sepakat Kerugian Negara Korupsi PT Timah Rp300 Triliun
Aset ini, akan segera diserahkan kepada negara untuk pengembalian kerugian negara dalam kasus ini.
“Kami sita aset milik AON yang tidak terdeteksi selama proses penyidikan hingga persidangan kasus ini,” urai Anang.
Penemuan aset senilai ratusan miliar itu dilaporkan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang tengah melakukan pemantauan terhadap aktivitas pertambangan di kawasan Bangka Belitung.
Saat itu, Satgas PKH menemukan ada sejumlah gudang yang berisi kandungan dari timah. Kemudian, Satgas PKH berkoodinasi dengan tim penyidik dan melakukan pengembangan.
Hasilnya, pabrik beserta isinya itu ternyata milik AON yang telah menjadi narapidana dalam kasus ini. Penyidik perkara korupsi timah pun langsung melakukan sita eksekusi.
“Kemungkinan aset itu akan diserahkan kepada PT Timah untuk dimanfaatkan,” lanjut Anang.
Dalam kasus ini, Thamron dihukum 18 tahun penjara dan harus membayar uang pengganti sebesar Rp3,5 triliun. Subsider lima tahun penjara.