03 Juni 2025
12:54 WIB
Kejagung Bakal Sita Aset PT Sritex
Kejagung inventaris aset PT Sritex yang dalam status pailit untuk disita guna pengembalian kerugian negara.
Penulis: James Fernando
Buruh mengendarai sepeda keluar dari pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Teng ah, Kamis (24/10/2024). AntaraFoto/Mohammad Ayudha.
JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mendata aset milik PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) untuk disita guna pengembalian nilai kerugian negara Rp692 miliar. Kejagung kini menangani dugaan korupsi dalam pemberian kredit dari bank daerah maupun bank pemerintah lainnya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar mengatakan, penyidik akan mencari aset mana saja milik Sritex yang belum dilelang atau dijual. Perusahaan tekstil itu telah dinyatakan pailit dan kini ditangani oleh kurator untuk para kreditur. Para petinggi Sritex juga pernah menyatakan akan menjual sejumlah aset untuk memenuhi hak para karyawannya.
"Aset-aset yang belum dijual dan memiliki nilai itu akan kami pertimbangkan untuk disita bagi pengembalian kerugian negara di perkara ini," kata Harli, di Jakarta, Selasa (3/6).
Tak hanya soal aset Sritex, penyidik juga akan menelusuri aset-aset para tersangka dalam kasus ini yang diduga diperoleh dari kasus korupsi tersebut.
Kendati demikian, kata Harli penyidik akan memastikan terlebih dahulu para pekerja mendapatkan haknya sesuai dengan janji para petinggi Sritex saat memasuki proses kepailitan.
Baca juga: Kejagung Menyangka Dirut PT Sritex Merugikan Negara
"Penyidik akan secara bijak, melihat bahwa jangan sampai hak-hak pekerja yang sekarang dalam proses pendataan dan seterusnya itu terganggu," tambah Harli.
Dalam kasus ini penyidik telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Mereka adalah Dicky Syahbandinata (DS) selaku Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial Bank BJB Tahun 2020, Zainuddin Mappa (ZM) selaku Direktur Utama PT Bank DKI Tahun 2020. Terakhir, Iwan Setiawan Lukminto (ISL) selaku Direktur Utama PT Sritex periode 2005–2022.
Kasus ini, kata Qohar bermula saat ditemukannya keganjilan dalam laporan keuangan Sritex Group pada 2021. Dalam laporan itu Sritex mencatat ada kerugian perusahaan senilai Rp15,6 triliun. Padahal, tahun sebelumnya perusahaan milik keluarga Lukminto ini masih mendapatkan keuntungan senilai Rp1,24 triliun.
Singkat cerita, penyidik pun berfokus pada jumlah tagihan yang belum dilunasi oleh Sritex senilai Rp3,58 triliun hingga Oktober 2024. Uang tersebut berasal dari sejumlah bank daerah dan bank himpunan milik negara atau Himbara.
Rinciannya, dari Bank Jateng Sebesar Rp395 miliar, Bank BJB Rp543 miliar dan Bank DKI Rp149 miliar. Sementara sisanya Rp2,5 triliun berdasarkan dari bank sindikasi yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI dan LPEI sebesar Rp2,5 triliun. Selain itu, Sritex juga mendapatkan kredit dari 20 bank swasta.