16 Oktober 2025
12:06 WIB
Kasus ISPA Di Jakarta Capai 1,9 Juta
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dengan gejala meliputi batuk, pilek, nyeri tenggorokan, dan demam menjadi penyakit terbanyak yang ditangani puskesmas di Jakarta
Editor: Nofanolo Zagoto
Ilustrasi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Shutterstock/zEdward_Indy
JAKARTA - Dinas Kesehatan (Dinkes) Jakarta mencatat ada 1.966.308 kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Jakarta sejak Januari hingga Oktober 2025. Peningkatan jumlah kasus yang mulai teridentifikasi sejak Juli 2025.
"Total kasus ISPA merupakan penyakit dengan jumlah kunjungan tertinggi di puskesmas karena penularannya dapat terjadi dengan sangat mudah melalui percikan droplet maupun partikel aerosol di udara," kata Kepala Dinas Kesehatan Jakarta Ani Ruspitawati, seperti dilansir Antara, Kamis (16/10).
Kenaikan kasus ISPA disebutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk karena polusi udara dan fenomena musim kemarau basah yang terjadi tahun ini.
Kondisi tersebut berdampak terhadap penurunan daya tahan tubuh individu serta peningkatan jumlah agen biologis penyebab infeksi saluran pernapasan di lingkungan masyarakat.
Gejala ISPA meliputi batuk, pilek, nyeri tenggorokan, dan demam. Gejala tambahan dapat berupa hidung tersumbat, sakit kepala, nyeri otot, kelelahan, bersin, serta suara serak.
"Pada kasus yang lebih berat, penderita dapat mengalami sesak napas yang memerlukan penanganan medis segera," ujar Ani.
Namun, ISPA dipastikan Ani dapat dicegah melalui penerapan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), yang meliputi mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir, menghindari kerumunan, memakai masker saat beraktivitas di ruang padat maupun area publik, menerapkan etika batuk dan bersin.
Kemudian, membatasi aktivitas ketika sedang sakit, menghindari paparan asap rokok, serta meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang, istirahat cukup, berolahraga secara rutin, serta mengelola stres dengan baik.
"Segera mengakses layanan kesehatan apabila mengalami gejala batuk dan pilek," tutur Ani.
Baca juga: Kemenkes Jelaskan Langkah Pencegahan ISPA
Sementara itu, berdasarkan laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), fenomena cuaca panas di sebagian besar wilayah Indonesia disebabkan posisi gerak semu matahari yang berada di selatan ekuator pada Oktober dengan suhu maksimal 36,7 derajat celcius. Fenomena itu diprakirakan terjadi hingga November 2025.
Pada kesempatan terpisah, pakar kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama mengusulkan agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memberikan penyuluhan kepada warga tentang dampak cuaca panas sebagai upaya antisipasi munculnya masalah kesehatan.
Dia juga meminta Pemprov Jakarta agar memastikan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan memberikan berbagai kemudahan kepada warga yang mengalami gangguan kesehatan akibat cuaca panas.
Beberapa masalah kesehatan yang dapat muncul akibat cuaca panas ekstrem, antara lain sengatan panas (heatstroke), dehidrasi, keracunan makanan akibat bakteri lebih cepat berkembang biak, kemudian kelelahan akibat panas.