27 Oktober 2025
09:50 WIB
Kanker Payudara Terbanyak Ditemukan Pada Perempuan Penderita Kanker
Porsi penderita kanker payudara mencapai 30% dari seluruh jenis kanker yang diderita perempuan.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi kanker payudara. ist/dok.
BANDUNG - Dinas Kesehatan Jawa Barat mencatat kanker payudara merupakan kasus kanker terbanyak yang diderita perempuan di Indonesia yang mencapai 30%. Dinkes menyarankan deteksi dini dan pemeriksaan kesehatan secara rutin atas kanker yang jadi paling umum di Indonesia itu menjadi penting.
Berdasarkan data Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) 2024, lebih dari 80.000 kasus baru kanker payudara di Indonesia setiap tahun. Data tersebut menjadikan kanker payudara jenis kanker paling umum dan penyebab utama kematian akibat kanker pada perempuan.
Bahkan, Dinas Kesehatan Jabar mencatat masih banyak masyarakat belum melakukan pemeriksaan rutin, sehingga kanker sering ditemukan dalam stadium lanjut.
"Kanker payudara bukan hanya persoalan medis, tetapi juga persoalan sosial yang menyentuh banyak keluarga. Deteksi dini dan diagnosis tepat waktu sangat menentukan keberhasilan terapi," kata Direktur Medis RS Santo Borromeus, Marvin Marin dikutip dari Antara.
Dokter Spesialis Bedah Tumor, Dradjat R Suardi SpB(K)Onk, yang juga menjadi salah satu pembicara, menekankan pentingnya pemeriksaan SADANIS (pemeriksaan payudara klinis), yaitu pemeriksaan payudara oleh tenaga medis dengan menggunakan pemeriksaan USG/ultrasonografi atau mammogarafi agar bisa dideteksi kanker payudara dalam stadium dini.
"Karena pasien akan memiliki harapan hidup yang lebih baik jika ditemukan pada stadium dini," kata Drajat dalam seminar untuk memperingati Bulan Peduli Kanker Payudara Sedunia dan peringatan 104 tahun RS Borromeus itu.
Hal ini diamini dan dipandang krusial oleh dokter spesialis hematologi-onkologi medik, Indra Wijaya, mengingat sebagian besar pasien datang berobat ketika kankernya menyebar, yang menurut dia pemicunya faktor kesadaran, keterlambatan periksa, dan minimnya literasi kesehatan.
"Karenanya jadi krusial sebetulnya deteksi dini itu, mengingat saat ini angka kejadian pasien datang berobat dalam keadaan sudah terjadi penyebaran (metastase) masih banyak ditemui di rumah sakit," ujar dia.
Sementara itu, dokter Spesialis Bedah Tumor, Monty P Soemitro menekankan, perbedaan dari jenis kanker payudara sangat berpengaruh terhadap respons pengobatan kanker payudara yang terdiri dari pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi.
"Akan tetapi, jenis dan karakteristik kanker payudara yang ditentukan melalui pemeriksaan jaringan pasca pembedahan diketahui sangat berperan menentukan terapi selanjutnya," kata dia.
Sedangkan Franky Sandjaja, metode radioterapi termasuk salah satu modalitas terapi kanker payudara. Metode tersebut dapat melengkapi tindakan pembedahan serta kemoterapi, dan seiring perkembangan zaman, terapi modern itu kini mampu menyasar sel kanker tanpa merusak jaringan sehat.
"Radioterapi saat ini dapat dilakukan secara lebih presisi, dan mengurangi efek samping kepada pasien," ucap dia.
Baca juga: Akses Pengobatan Kanker Payudara Masih Belum Terpenuhi
Ditemui selepas seminar, Monty P Soemitro mengatakan masalah biaya pengobatan kanker payudara yang tak murah, masih jadi isu di tengah masyarakat.
Namun dengan fasilitas USG yang kini sudah banyak tersedia di sebagian besar puskesmas dan dokter umum turut mendapatkan pelatihan rutin untuk mendeteksi kelainan payudara, dinilai dapat menekan biaya pengobatan karena kanker bisa ditemukan lebih awal.
Adapun Indra Wijaya, menyampaikan tantangan terbesar masih berasal dari masyarakat, akibatnya banyak pasien baru memeriksakan diri ketika sudah muncul gejala berat. Sehingga edukasi langsung ke sekolah, komunitas, dan yayasan akan membantu memperluas penyebaran informasi.