20 Juni 2025
10:21 WIB
JPPI Nilai Kisruh SPMB Karena Permendikdasmen 3 Tahun 2025
Permendikdasmen 3 Tahun 2025 tentang SPMB masih membuka ruang terjadi penyimpangan.
Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi
Editor: Leo Wisnu Susapto
Seorang warga sedang mengakses laman spmb.tangerangkota.go.id untuk pendaftaran masuk sekolah secara daring. ANTARA/HO-Pemkot Tangerang.
JAKARTA - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menemukan tiga masalah sistemik dalam penyelenggaraan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025. Masalah ini bermula dari Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025 Tentang SPMB yang dinilai belum melindungi hak semua anak atas pendidikan.
"Inilah yang membuat SPMB tahun ini kembali ricuh," urai Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, melalui keterangan tertulis, Jumat (20/6).
Masalah pertama, SPMB masih terjebak dalam persoalan klasik yaitu perebutan kursi di sekolah negeri. Karena, rata-rata daya tampung SMA negeri hanya 30%. Tanpa ada solusi komprehensif bagi 70% anak yang tidak tertampung sehingga muncul jual beli kursi, pungutan liar, dan manipulasi data. Juga ada potensi putus sekolah.
Masalah kedua, Permendikdasmen 3 Tahun 2025 membingungkan, terutama terkait penerapan jalur penerimaan. Ubaid mencontohkan, Pasal 43 ayat 1 menyatakan penerimaan jalur domisili jenjang SD didasarkan pada usia, bukan jarak tempat tinggal ke sekolah.
Baca juga: Wamendikdasmen Tuntut Penanganan Tegas Jika Ada Kecurangan SPMB
Lalu, Pasal 43 ayat 3 menyatakan penerimaan jalur domisili jenjang SMA didasarkan pada kemampuan akademik. Sementara itu, Pasal 44 menyatakan penerimaan jalur afirmasi didasarkan pada jarak tempat tinggal ke sekolah.
“Meski domisili anak dekat dengan sekolah serta termasuk keluarga miskin, tidak menjamin bisa lolos seleksi bila tidak berprestasi,” tambah Ubaid.
Masalah ketiga, dia menyoroti ketidakpatuhan pemerintah terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang sekolah gratis di SD dan SMP, negeri maupun swasta. Dengan putusan itu, SPMB seharusnya mengatur skema sekolah gratis bagi calon murid yang tidak lolos di sekolah negeri dan akhirnya masuk sekolah swasta.
Namun, aturan SPMB justru tidak tegas mewajibkan pemerintah daerah untuk membiayai pendidikan anak-anak di sekolah swasta. Pasal 51 Permendikdasmen 3 Tahun 2025 hanya menyatakan, pemerintah daerah dapat memberikan bantuan pendidikan kepada calon murid di sekolah swasta yang tidak ditampung di sekolah negeri.
“Kalau sekadar memberikan bantuan periode lalu juga sudah dan itu jelas dianggap inkonstitusional oleh MK. Jadi, harus dibiayai total kebutuhannya bukan sekadar bantuan parsial," tegas Ubaid.
Sementara itu, Direktur Jenderal PAUD Dikdasmen Kemendikdasmen Gogot Suharwoto dalam keterangan tertulis menyatakan bahwa sejumlah kendala teknis di lapangan dapat segera diatasi melalui koordinasi antara pihak.
Gogot menambahkan, keberhasilan pelaksanaan SPMB tidak hanya dilihat dari sisi teknis pendaftaran, tetapi dari semangat bersama untuk menghadirkan sistem yang adil dan transparan.
Kemendikdasmen, lanjut dia mengawal pelaksanaan SPMB, terus melakukan pemantauan aktif terhadap dinamika pelaksanaan di berbagai daerah.