c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

20 Maret 2023

13:29 WIB

Indonesia Dorong Pemajuan Hak Perempuan Dalam Pertemuan OKI

Indonesia mendorong agar OKI mendesak Pemerintah Taliban untuk membatalkan kebijakan yang membatasi hak-hak perempuan Afghanistan, termasuk dalam bidang pendidikan

Indonesia Dorong Pemajuan Hak Perempuan Dalam Pertemuan OKI
Indonesia Dorong Pemajuan Hak Perempuan Dalam Pertemuan OKI
Pembela hak-hak perempuan Afghanistan dan aktivis sipil memprotes Taliban untuk mempertahankan prestasi dan pendidikan mereka, di depan istana presiden di Kabul, Afghanistan (3/9/2021). Antara/Reuters

JAKARTA - Pemerintah Indonesia mendorong Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) agar menjadi organisasi yang bersatu, adaptif dan bermanfaat bagi umat dan dunia. Termasuk dalam hal pemajuan hak-hak perempuan.
 
Dalam Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-49 OKI di Nouakchott, Mauritania pada 16-17 Maret, Direktur Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri Tri Tharyat menyampaikan empat pesan utama, menurut keterangan Kemenlu RI pada Senin (20/3). Pesan pertama yang disampaikan Duta Besar Tri Tharyat dalam pertemuan OKI itu adalah mengenai pemajuan hak-hak perempuan.
 
Menurut dia, Islam sangat menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak perempuan, dan kontribusi perempuan dalam dunia Islam juga sangat nyata. 

Untuk itu, kata dia, Indonesia mendorong agar OKI menjadikan isu hak-hak perempuan sebagai salah satu agenda yang menjadi perhatian utama.
 
“OKI harus berada di garda terdepan dalam mendorong pemajuan hak-hak perempuan dalam Islam," ujar Tri Tharyat.

Pesan kedua yang dia sampaikan adalah dorongan untuk OKI harus memainkan peran yang lebih besar dalam mengatasi situasi di Afghanistan. Indonesia mendorong agar OKI mendesak Pemerintah Taliban untuk membatalkan kebijakan yang membatasi hak-hak perempuan Afghanistan, termasuk dalam bidang pendidikan.
 
Dia juga menyampaikan tentang kesiapan Indonesia untuk berpartisipasi dalam kunjungan ulama negara-negara anggota OKI ke Afghanistan. 

“Komitmen Indonesia dalam mendorong pemajuan hak-hak perempuan di Afghanistan sangat jelas,” ujarnya.
 
Dia menyebutkan, pada Desember 2022, Indonesia bersama Qatar menyelenggarakan Konferensi Internasional mengenai Pendidikan bagi Perempuan Afghanistan. Ajang tersebut berhasil mengumpulkan komitmen bantuan internasional untuk sektor pendidikan dan kesehatan di Afghanistan.

Mengingatkan Taliban
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal PBB Amina Mohammed pada Rabu mengajak negara-negara Muslim untuk memperingatkan pemerintahan de facto Afghanistan, Taliban, bahwa perempuan memiliki hak dalam Islam. Amina Mohammed melakukan perjalanan ke sejumlah negara seperti Turki, Indonesia, dan negara-negara Teluk, termasuk Arab Saudi, sebelum delegasinya mengunjungi Afghanistan untuk mendapatkan sejumlah pandangan melalui keterlibatan dengan Taliban.

“Saat ini ada usulan agar PBB bersama OKI (Organisasi Kerjasama Islam) dan sejumlah negara pada Maret menyelenggarakan konferensi internasional tentang perempuan di dunia Muslim, dan konferensi ini akan mengangkat isu-isu di Afghanistan dan juga di kawasan,'' kata Amina.

Hal tersebut disampaikan Amina kepada wartawan di markas besar PBB setelah kembali dari kunjungannya selama empat hari ke Afghanistan.

“Ketika (aktivis pendidikan perempuan Pakistan) Malala (Yousafzai) ditembak, dia ditembak di Pakistan. Jadi ini adalah masalah di kawasan. Ada peran di kawasan yang juga perlu tampil ke depan dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dalam Islam,” tambahnya.

Dia pun menekankan pentingnya bagi negara-negara Muslim untuk bersama-sama mengingatkan Taliban, bahwa perempuan memiliki hak dalam Islam.

“Banyak hal yang harus kita hadapi adalah menemukan cara untuk membuat Taliban mengubah sudut pandang dari abad ke-13 menuju abad ke-21, dan itu perjalanan panjang,” ujarnya.

Taliban kembali berkuasa di Afghanistan pada 15 Agustus 2021 yang diikuti oleh kacaunya bantuan keuangan internasional. Kondisi ini membuat negara yang sudah tercabik-cabik ini berada dalam krisis ekonomi, kemanusiaan, dan hak asasi manusia.


Seorang Marinir AS mengawal warga yang dievakuasi menuju Pusat Pengendalian Evakuasi di Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul, Afghanistan, Jumat (20/8/2021). Antara Foto/Sgt. Victor Mancilla/U.S. Marine Corps/Handout Via Reuters

 


Rezim Taliban baru-baru ini memutuskan untuk menutup universitas di seluruh negeri bagi mahasiswa perempuan hingga pemberitahuan lebih lanjut. Mereka juga melarang anak perempuan mengikuti pelajaran di sekolah menengah.

Taliban juga membatasi kebebasan bergerak bagi perempuan dan anak perempuan. Kemudian mengecualikan perempuan dari sejumlah besar bidang pekerjaan dan melarang perempuan menggunakan taman, pusat kebugaran, dan tempat mandi umum.

Perempuan dan anak perempuan Afghanistan bisa dibilang telah dirampas haknya, termasuk hak mendapatkan pendidikan, dan menghilang dari kehidupan masyarakat di bawah kepemimpinan Taliban. 

Ribuan perempuan Afghanistan sejak saat itu kehilangan pekerjaan atau dipaksa mengundurkan diri dari lembaga pemerintah dan sektor swasta.

Anak perempuan juga dilarang untuk mengikuti kegiatan pendidikan di sekolah menengah dan tinggi. Banyak perempuan Afghanistan, yang menuntut hak mereka dikembalikan, turun ke jalan untuk melakukan protes dan mengatur kampanye.

Kontribusi Indonesia
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga sendjri mengatakan, Indonesia siap untuk berkontribusi lebih banyak dalam memberdayakan dan memajukan refleksi positif perempuan di dalam kemasyarakatan Islam.

"Ketersediaan jaringan dan panggung yang lebih banyak bagi perempuan harus terus dibangun dan ditingkatkan, sehingga kontribusi, gambaran, serta wajah sesungguhnya dari perempuan Islam dapat dilihat kontribusinya bagi seluruh masyarakat yang damai, adil, dan inklusif," kata Bintang Puspayoga

Hal itu dikatakan Bintang Puspayoga dalam Sidang Tahunan Komisi Status Perempuan (CSW) Ke-67 di Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat. 

Dia menegaskan, sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia menjunjung tinggi partisipasi penuh perempuan dalam bermasyarakat serta memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk mengakses hak-hak dasar lainnya.

"Perempuan mengisi 54,17% dari populasi di Indonesia. Undang-Undang Pemilu Indonesia pun mengamanatkan bahwa minimal 30% dari calon dan anggota parlemen harus diisi oleh perempuan. Tak hanya itu, 64% UMKM di Indonesia, dimiliki, dan dikelola oleh perempuan," kata dia.

Pada kesempatan tersebut, Menteri PPPA menyoroti tiga poin pandangan Pemerintah Indonesia terkait hak dan identitas perempuan di dunia Islam. Pertama, perlunya membangun pola pikir yang memberdayakan perempuan dalam Islam.

Poin kedua, yakni menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi perempuan Muslim untuk menyalurkan dan memperlihatkan potensi-potensi luar biasa, terlebih Islam mengakui peran penting perempuan dalam bermasyarakat. Poin ketiga, penguatan koneksi secara regional maupun global untuk memberdayakan perempuan Muslim di seluruh dunia.



Mendukung Palestina
Selanjutnya, pesan ketiga yang disampaikan Indonesia dalam pertemuan OKI itu adalah mengenai dukungan terhadap perjuangan kemerdekaan Palestina. Di tengah kesewenang-wenangan penjajahan Israel, Indonesia menegaskan pentingnya OKI untuk bersatu dan melakukan langkah konkret untuk mendukung Palestina, kata Tri Tharyat.
 
Upaya mendukung Palestina itu, menurut dia, termasuk melalui dukungan terhadap permintaan pendapat hukum (Advisory Opinion) dari Mahkamah Internasional (ICJ) serta dorongan terhadap proses perdamaian.
 
Hal terakhir yang disampaikan oleh Pemerintah Indonesia dalam pertemuan itu adalah pentingnya bagi OKI untuk memperkuat kerja sama konkret dalam bidang pembangunan.
 
"Hal ini terutama agar OKI dapat memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan umat. Beberapa bidang kerja sama yang diusulkan Indonesia antara lain dalam pengembangan vaksin, kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana dan industri halal," jelas Tri Tharyat.
 
Selain itu, Pemerintah Indonesia juga mendorong kolaborasi OKI dengan berbagai pihak, termasuk dengan Pusat Kerja Sama Selatan-Selatan yang berkedudukan di Jakarta.
 
"OKI harus terus memperkuat kesatuan, solidaritas dan spirit kolaborasi dalam menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi oleh umat dan dunia saat ini," kata Dubes Tri Tharyat.

OKI dibentuk pada 1967 untuk meningkatkan solidaritas Islam serta menjadi wadah kerja sama di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan ilmu pengetahuan. OKI beranggotakan 57 negara Islam atau berpenduduk mayoritas Muslim di kawasan Asia dan Afrika. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia senantiasa memainkan peran aktif dalam mendorong kiprah dan kerja sama OKI.



KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar