03 November 2022
14:45 WIB
Penulis: Oktarina Paramitha Sandy
Editor: Leo Wisnu Susapto
JAKARTA - Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 PB IDI, Erlina Burhan meminta, pemerintah dan masyarakat mewaspadai subvarian omicron XBB yang sudah masuk ke Indonesia.
Menurut dia, subvarian omicron XBB merupakan salah satu pemicu lonjakan kasus covid-19 di Indonesia karena tingkat penularannya begitu cepat.
Pada dua minggu terakhir, kasus aktif dan kasus kematian covid-19 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat.
“XBB merupakan subturunan omicron yang gejalanya tidak berat tetapi menular dengan sangat cepat, jadi ini patut diwaspadai,” kata Erlina dalam Media Briefing: Update Kasus Covid dan Rekomendasi Terbaru IDI, Kamis (3/11).
Erlina menjelaskan, XBB merupakan rekombinan subturunan omicron BA.2.10.1 dan BA.2.75, dengan mutasi di S1 dan 14 mutase tambahan di protein spike BA.2. Varian ini memiliki kemampuan tertinggi untuk menghindari antibodi, sehingga varian ini lebih cepat menular.
Varian ini pertama kali ditemukan pada Agustus 2022 di India. Data WHO menyebutkan bahwa sejak 17 October 2022, XBB sudah dilaporkan ada di 26 negara, seperti Australia, Bangladesh, Denmark, India, Jepang, dan US.
Bahkan, di Singapura, varian ini telah mendominasi kasus covid-19 di negara itu, sekitar 54% kasus pada minggu kedua Oktober 2022.
Lalu, Kementerian Kesehatan Singapura menyampaikan, infeksi subvariant XBB ini didominasi pasien yang belum pernah terinfeksi covid-19 sebelumnya atau disebut covid naive.
Dengan laju infeksi baru pada covid naïve adalah 162.5 infeksi per 100.000 orang per hari sejak tanggal 8 Oktober hingga 14 Oktober 2022.
“Untuk itu, orang-orang yang belum pernah terkena covid-19 wajib mewaspadai subvarian xbb ini,” kata Erlina.
Tak hanya varian XBB saja, Erlina juga mendorong pemerintah untuk mulai mewaspadai subvarian XBC yang merupakan rekombinan Delta (B.1.617.2) dan omicron BA.2. varian XBC ini sudah ditemukan di Filipina, di mana sudah ada 193 kasus subvariant XBC melalui transmisi lokal
Erlina mengatakan, gejala antara subvariant XBB dan XBC cenderung mirip dengan gejala COVID-19 secara umum. Seperti demam, batuk, lemas, sesak, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, pilek, mual dan muntah, dan diare.
Akan tetapi, meski belum ada laporan bukti ilmiah resmi, mengingat XBC merupakan kombinasi varian Delta, gejala anosmia dan ageusia yang merupakan gejala khas varian delta mungkin dapat terjadi.
“Belum ada laporan ilmiah resmi yang menyatakan XBB dan XBC menyebabkan covid-19 dengan gejala yang lebih berat, tetapi kita harus terus waspada,” kata Erlina.
Untuk mencegah lonjakan kasus dan penularan yang cepat dari kedua varian ini, Satgas Covid PB IDI menyarankan agar pemerintah mempercepat vaksinasi booster di masyarakat.
Sebab, penelitian menunjukkan dosis vaksin booster meningkatkan kemampuan antibodi untuk menetralisir subturunan Omicron.
Selain itu, pemerintah juga disarankan untuk mengembangkan vaksin bivalen dapat dipertimbangkan. Mengingat rekombinasi varian COVID19 dan XBC merupakan rekombinasi Delta dan Omicron BA.2.
“Selain menjaga prokes masyarakat, vaksinasi booster ini harus digenjot terus ya, apalagi data terbaru angkanya masih 27 persen, ini sangat jauh kalau dibanding vaksinasi dosis 1 dan dua,” kata Erlina.