03 Oktober 2025
08:46 WIB
Hanya 25% Dana Hibah Jatim Turun ke Masyarakat
Sebagian besar dana hibah aspirasi pokok pikiran dari APBD Jatim dikorupsi tersangka korupsi yang juga anggota DPRD Jatim.
Penulis: James Fernando
Editor: Leo Wisnu Susapto
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi Asep Guntur Rahayu (kiri depan) di depan tersangka dana hibah Jatim di Gedung KPK, Kamis (2/10/2025). ANTARA/Rio Feisal.
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga, hanya 55-75% dana hibah pokok pikiran (pokir) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi (Pemprov) Jawa Timur saja yang dinikmati oleh masyarakat.
"Jadi, sekitar 55-75% saja dana pokir yang digunakan untuk program masyarakat," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu di Gedung KPK Jakarta, Kamis (2/10).
saat bersamaan, Asep mengumumkan penetapan 21 tersangka dugaan korupsi pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) di Pemprov Jawa Timur (Jatim) 2019-2022. Empat tersangka langsung ditahan penyidik KPK pada hari yang sama.
Asep lalu menguraikan, salah satu tersangka yang juga mantan Ketua DPRD Jawa Timur pada periode 2019-2022, Kusnadi (KUS), menerima dana hibah pokmas Rp398,7 miliar selama periode itu untuk disalurkan kepada masyarakat di dapilnya.
Uang tersebut didistribusikan oleh Kusnadi kepada lima orang koordinator lapangan (korlap) agar dikelola sesuai dengan daerah masing-masing. Mereka adalah Hassanudin, Jodi Pradana Putra (JPP), Sukar (SUK), Wawan Kristiawan (WK) dan A Royan (AR). Kelimanya pun merupakan tersangka dalam kasus ini.
Tersangka Hasanuddin selaku korlap di Kabupaten Gresik, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Pacitan.
Kemudian, Jodi Pradana Putra, selaku korlap di Kabupaten Blitar, Kota Blitar, dan Kabupaten Tulungagung. Sementara itu, Sukar, Wawan, dan Royan, bertugas mengelola dana pokmas di Kabupaten Tulungagung.
Kelima orang tersebut membuat proposal permohonan dana hibah dengan menentukan jenis pekerjaannya, Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) sendiri. Dana hibah yang telah disetujui, dicairkan melalui rekening di Bank Jatim meminjam nama kelompok masyarakat atau lembaga yang seolah-olah mengajukan proposal.
Setelah uang itu cair, seluruhnya diambil oleh para korlap. Kemudian membaginya kepada pengurus pokmas serta admin pembuatan proposal dan LPJ. Malah, salah satu tersangka, KUS, memberikan di awal atau sebagai ijon.
Dari anggaran pokir tersebut, ada kesepakatan pembagian fee antara Kusnadi dengan para korlap. Rinciannya, Kusnadi mendapat 15-20%. Sedangkan kelima korlap mendapat 5-10%. Pengurus pokmas mendapat 2,5% dan admin pembuatan proposal dan LPJ mendapat 2,5%.
Pada periode 2019-2022, Kusnadi telah menerima komitmen fee secara transfer melalui rekening istrinya dan staf pribadinya ataupun secara tunai yang berasal dari para korlap dengan total Rp32,2 miliar.
KPK menahan empat orang tersangka dalam kasus ini. Yakni, Hasanudin (anggota DPRD Jatim), Jodi Pradana warga Blitar. Kemudian, Sukar mantan Kepala Desa Kabupaten Tulungagung serta Wawan Kristiawan (WK) dari pihak swasta. Keempatnya berperan sebagai pemberi kepada mantan Ketua DPRD Jawa Timur, Kusnadi.
Mereka ditahan usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Sejatinya, ada satu tersangka lain yang dipanggil atas nama A Royan (AR) dari Tulungagung namun tak bisa dating karena kondisi kesehatan sehingga meminta dijadwalkan ulang.
Penyidik menggunakan pasal sangkaan yakni Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.