c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

NASIONAL

19 September 2025

18:09 WIB

Dua Hal Ini Diyakini Sebagai Penyebab Banjir Di Bali

Saat terjadinya hujan ekstrem pada 9 September dengan curah 245,75 milimeter dalam sehari, mengakibatkan setara 121 juta meter kubik air mengalir di DAS Ayung yang mengalami krisis tutupan hutan,  

Editor: Rikando Somba

<p>Dua Hal Ini Diyakini Sebagai Penyebab Banjir Di Bali</p>
<p>Dua Hal Ini Diyakini Sebagai Penyebab Banjir Di Bali</p>


Wisatawan mancanegara (wisman) yang terjebak banjir berfoto saat dievakuasi tim SAR menggunakan perahu karet di kawasan Seminyak, Badung, Bali, Sabtu (8/10/2022).   ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

JAKARTA – Salah satu faktor terjadinya banjir di sejumlah wilayah Bali, selain curah hujan ekstrem adalah  perubahan tutupan akibat alih fungsi lahan dan pengelolaan sampah. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengidentifikasi hal ini, Jumat (19/9)

"Jadi faktornya beragam, tapi berkaitan faktor-faktor kepatuhan lingkungan, tadi saya sampaikan kami sedang dalami. Paling tidak ada tiga faktor penting berkaitan dengan lingkungan, pertama adalah berkaitan alih fungsi, tutupan lahan di daerah aliran sungainya," kata Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLH/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Rasio Ridho Sani ditemui usai kegiatan ramah tamah di Jakarta, Jumat .    

Rasio mengatakan ada faktor lain, yakni kegiatan yang tidak sesuai dengan peruntukan tata ruang termasuk adanya keberadaan bangunan di daerah sepadan sungai. Ditambah terdapat pula isu pengelolaan sampah yang menjadi faktor tambahan. 

"Kami temukan adanya sampah-sampah pasca-banjir, ini menunjukkan juga kemungkinan besar sampah-sampah itu masuk ke sungai-sungai. Ini juga menyebabkan banjir menjadi semakin parah," tambah Rasio.

Tim KLH sendiri melakukan evaluasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) setelah terjadi banjir besar di sejumlah wilayah Bali. Langkah itu diambil setelah Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq meninjau kondisi lokasi banjir yang terjadi di sejumlah daerah di Bali beberapa waktu lalu.  Evaluasi dilakukan salah satunya terhadap sejumlah DAS di Bali, termasuk DAS Ayung yang kondisi tutupan lahannya berada dalam keadaan kritis.


Sedikit Berhutan
Dicatat,  saat terjadinya hujan ekstrem pada 9 September dengan curah 245,75 milimeter dalam sehari mengakibatkan setara 121 juta meter kubik air mengalir di DAS Ayung yang mengalami krisis tutupan hutan, berdampak terjadinya banjir di hilir seperti di wilayah Denpasar.   

Dikutip dari Antara, Pemerintah Provinsi Bali mendata, dari total 49.500 hektare luas kawasan DAS Ayung, hanya sekitar 1.500 hektare atau 3 persen yang masih berhutan. Padahal secara ekologis minimal dibutuhkan 30 persen agar ekosistem tetap berfungsi optimal.

Rasio mengatakan bawah Menteri Hanif sudah menyampaikan kepada Pemerintah Provinsi Bali dan pemerintah kota/kabupaten perlunya rehabilitasi lahan yang ada di DAS Ayung dan sejumlah DAS lain. Sementara, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan total korban meninggal dunia akibat bencana banjir di sejumlah wilayah Bali hingga Rabu (17/9) tercatat sebanyak 18 orang.

Baca juga: Banjir Bali Tewaskan 18 Orang

                   Banjir Bali Disorot, Dikaitkan Isu Iklim Hingga Muncul Travel Warning  

Sambaran Petir
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan petir dari awan ke tanah merupakan jenis petir yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan bangunan, kebakaran hingga kematian.

Dicatat, ada sebanyak 18.503 sambaran petir yang terjadi pada 8-14 September 2025 atau selama pra dan saat masa tanggap darurat bencana banjir di Bali.  “Sambaran petir dari awan ke tanah lebih banyak,” kata Kepala Stasiun Geofisika BMKG Rully Oktavia Hermawan di Denpasar, Bali, Kamis.

Pihaknya merinci sebanyak 15.979 sambaran petir dari awan ke tanah (cloud to ground/CG) dan sisanya sebanyak 2.524 sambaran petir di dalam awan (intracloud/IC).

Dari sebanyak 15.979 petir CG itu, petir dari awan ke tanah positif (CG+) atau petir dengan muatan positif dengan ciri sambaran tunggal sebanyak 5.857 dan petir dari awan ke tanah negatif (CG-) atau petir dengan muatan negatif dengan ciri sambaran bercabang banyak mencapai 10.122 sambaran petir.

Sambaran petir itu terjadi paling banyak di Kabupaten Tabanan yakni ada 8.265 sambaran petir, Badung (2.390), Buleleng (1.921), Gianyar (826), Klungkung (821), Kota Denpasar (688), dan daerah lain dengan jumlah lebih sedikit.

Banyaknya petir yang terjadi di Kabupaten Tabanan mengindikasikan tingginya potensi pembentukan awan konvektif atau awan hujan di wilayah itu. Ada pun awan cumulonimbus (CB) merupakan awan yang paling sering menghasilkan sambaran petir.

BMKG mencatat, pada periode tersebut terjadi curah hujan ekstrem dengan intensitas mencapai 380 milimeter dalam sehari atau setara curah hujan satu bulan penuh.

Gubernur Bali Wayan Koster menyebutkan bencana alam itu diperkirakan tidak pernah terjadi sejak kurun waktu 70 tahun terakhir yang mengakibatkan 18 orang tewas dan empat korban lainnya masih dalam pencarian hingga saat ini karena dilaporkan hilang. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar