04 Maret 2025
19:33 WIB
DPR Yakin Revisi UU TNI Tidak Ulangi Masa Orba
Isu-isu krusial terhadap revisi UU TNI yang masuk dalam Prolegnas Prioritas tahun 2025 di antaranya, perpanjangan usia pensiun TNI dan perluasan wewenang TNI di wilayah sipil
Penulis: Gisesya Ranggawari
Editor: Nofanolo Zagoto
Foto udara Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. Shutterstock/Creativa Images
JAKARTA - Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, yakin revisi Undang-Undang (UU) TNI yang sedang dibahas tidak akan mengulangi masa Orde Baru (Orba). Dia mengingatkan, waktu tidak bisa berjalan mundur.
"Kalau ada ketakutan kembali ke Orde Baru saya rasa kita tidak bisa memutar balik jarum jam, itu saja," kata Utut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/3).
Ia menjelaskan, sejumlah pihak seperti pakar, TNI, akademisi militer sampai organisasi sipil masyarakat diundang ke Komisi I DPR untuk menyampaikan pendapatnya terkait revisi UU TNI. Artinya, DPR tetap menampung aspriasi dari masyarakat luas.
Utut juga mengungkapkan bahwa pihak yang diundang ke DPR pun merupakan pilihan dari para anggota Komisi I DPR secara musyawarah melalui rapat internal sebelumnya.
"Kemarin ini kami rapat intern, ditanya mau undang siapa, jadi ini dari masing-masing. Tapi saya yakin, semua skateholder niatnya kan pasti baik," imbuh Politikus PDIP ini.
DPR RI memasukkan Rancangan Undang-Undang perubahan atas UU Nomor 34 tahun 2024 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2025. Isu-isu krusial terhadap revisi ini di antaranya perpanjangan usia pensiun TNI dan perluasan wewenang TNI di wilayah sipil.
Baca juga: DPR Sepakat Revisi UU TNI Masuk Prolegnas
Direktur Riset SETARA Institute, Ismail Hasani, meminta Komisi I DPR RI mengkaji pertimbangan cost and benefit atas usia pensiun prajurit yang dinaikan menjadi 62 tahun dalam Revisi TNI. Pertimbangan ini perlu agar tidak mengganggu politik anggaran negara.
"Jadi sebagai sebuah kebijakan hukum terbuka saya kira penting dipertimbangkan cost and benefit analysis, ketersediaan anggaran sehingga tidak mengganggu politik anggaran negara," kata Ismail Hasani di Komisi I DPR, Selasa (4/3).
Di sisi lain, Ismail tidak memungkiri, batasan usia prajurit akan berbeda kondisinya dengan batasan usia dosen maupun politikus. Menurutnya, politikus mungkin sangat matang saat masih bergelut di dunia politik saat usia 62 tahun, namun prajurit TNI bekum tentu.
Baca juga: Peneliti BRIN Nilai Revisi UU TNI Berpotensi Bermasalah
"Penting untuk dikaji cost and benefit analysis, penting juga dikaji transisi ketika batasan usia ini diadopsi. Misalnya apakah 62 masih (produktif), ya kalau politisi 62 lagi matang-matangnya. Tapi kalau tentara, usia 62 masih harus memimpin, saya kira beda kebutuhannya," beber Ismail.