c

Selamat

Senin, 17 November 2025

NASIONAL

02 Juni 2025

19:00 WIB

Dongeng Isyarat Untuk Anak Tuli

Manfaat dongeng bagi anak, di antaranya mengembangkan dan merangsang imajinasi, serta membantu berpikir kreatif dan memahami konsep-konsep yang kompleks.

Penulis: Gisesya Ranggawari

Editor: Rikando Somba, Nofanolo Zagoto,

<p>Dongeng Isyarat Untuk Anak Tuli</p>
<p>Dongeng Isyarat Untuk Anak Tuli</p>

Dongeng Isyarat yang diinisiasi Kumpul Dongeng Surabaya. dok.Kumpul Dongeng Surabaya

JAKARTA - Dongeng bukan cuma hiburan semata, tetapi juga banyak mengandung pesan moral. Anak-anak hingga orang dewasa lazimnya sudah pernah menikmatinya, entah itu di rumah, sekolah, hingga pusat-pusat keramaian. Sayangnya, teman Tuli kebanyakan masih kesulitan untuk mengaksesnya. 

Ketimpangan kesempatan ini ditangkap Inge Ariani sejak beberapa tahun lalu saat bergiat bersama komunitasnya, Kumpul Dongeng Surabaya. Tiap kali mengundang anak-anak penyandang disabilitas, Inge langsung menyadari anak Tuli paling membutuhkan perhatian. Kebanyakan dari mereka ternyata belum pernah menikmati dongeng seumur hidupnya.

Meski mulanya harus menyediakan juru bahasa isyarat khusus untuk teman Tuli, Kumpul Dongeng tidak kapok. Inge dan teman-temannya sejak 2019 justru memutuskan untuk fokus merangkul teman Tuli. Mereka mulai belajar Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo), agar bisa berkomunikasi dengan anak Tuli. 

Selain itu, semenjak Kumpul Dongeng mulai menguatkan program Dongeng Isyarat, Inge mau tidak mau harus menyederhanakan kosakata dongeng yang dibawakannya. Inge melakukan ini setelah mendapati literasi anak Tuli paling tertinggal ketimbang anak penyandang disabilitas lain. Beberapa anak Tuli bahkan diamati Inge tidak memahami kosakata sehari-hari. Contohnya, kata 'nyaman'. 

"Karena kita belajar literasi dari suara, ketika sejak lahir mereka tidak bisa mendengarkan kata-kata pasti banyak yang belum mereka pahami. Nah, melalui dongeng mereka jadi memahami banyak kosa kata," urai Inge kepada Validnews, Sabtu (31/5).

National Deaf Children's Society (UK) dan riset internasional memang mendapati rata-rata anak Tuli memiliki kemampuan membaca yang setara dengan anak dengar usia 9 tahun saat mereka lulus SMA.

Sedangkan, penelitian dari Mayberry (2011) menunjukkan bahwa anak Tuli yang mendapatkan akses bahasa isyarat sejak dini (dari orang tua Tuli) memiliki kemampuan bahasa dan literasi yang jauh lebih baik dibandingkan mereka yang tidak mendapat akses tersebut sejak kecil. Karenanya, mengerti bahasa isyarat amatlah krusial buat mereka. 

Belajar Bisindo

Setiap relawan Kumpul Dongeng pun mendapat pelatihan bahasa isyarat dari para juru bahasa isyarat teman Tuli. Kemudian, Kumpul Dongeng mengajarkan cara mendongeng. Salah satu yang teman Tuli tertarik menjadi pendongeng Tuli yaitu Abhi, yang pada sekitar tahun 2019 masih berseragam Putih Abu.

"Kemudian Abhi juga membentuk komunitas Cerita Teman Tuli (TaTuli). Dari situ kami mulai meluas dan bekerjasama dengan komunitas Tuli untuk menjalankan Dongeng Isyarat," beber Inge.

Baca juga: Warisan Ray Sahetapy, Membuka Pintu Seni Bagi Tuli

Kosakata Terbatas
Di masa-masa awal, kegiatan mendongeng berpindah-pindah tempat. Kadang Kumpul Dongeng juga harus meminjam perpustakaan daerah. Namun, Kumpul Dongeng sama sekali tidak memungut biaya untuk pelatihan. Biasanya, uang mereka dari penjualan merchandise, penerbitan buku dan tiket festival dongeng. Seringnya uangnya tidak cukup untuk menutup biaya operasional. Inge ingat betul pernah harus merogoh kocek dalam-dalam karenanya. 

Baca Juga: Teman Tuli Menyuarakan Pembebasan Lewat Seni Di Momen Hari Pendidikan 

Bagusnya, sekitar 2-3 tahun lalu, Kumpul Dongeng dengan kelas Dongeng Isyarat-nya akhirnya difasilitasi oleh pemerintah kota Surabaya di Rumah Anak Prestasi (RAP). Kelas Dongeng Isyarat mulai bisa dilaksanakan rutin, setiap hari Rabu pukul 15.00-17.00 WIB. Sedangkan pelatihan Bisindo dilakukan tiap hari Sabtu pukul 12.00-14.00 WIB.

Anak-anak yang menikmati dongeng rata-rata berusia SD sampai SMP. Jumlahnya mencapai 10 sampai 30 anak Tuli.

Karena memahami ada keterbatasan kosakata, relawan terkadang juga sengaja membawakan dongeng sambil bergerak dan berekspresi layaknya pementasan teater. Ini akan diperkuat dengan bantuan beberapa relawan yang akan terlibat sebagai pemain atau sebagai narator. Semua ini dilakukan dengan bahasa isyarat.

"Tapi kita lihat kesiapan anak-anak, karena banyak yang belum paham Bisindo. Jadi diajarkan Bisindo dulu kalau belum bisa. Karena kalau dongeng harus paham dulu. Walaupun naskahnya sudah kami sederhanakan, tapi tetap kosakata mereka belum banyak," papar Inge.

Inge mengaku tidak pernah merasa bosan, meski sudah menjalani hal ini selama 10 tahun. Semangatnya tidak pernah drop untuk memberikan pendidikan literasi kepada para anak Tuli melalui dongeng.  Terlebih Inge sudah paham betul cara menyampaikan dongeng kepada anak Tuli. Mereka akhirnya terbiasa dengan gestur dan ekspresi, seirama dengan dongeng yang juga mementingkan gestur dan ekspresi saat membawakannya.

"Mereka lebih cepat tangkap kalau diajarkan ekspresi. Tapi memang harus sabar, karena pemahaman bahasa kosakatanya kurang, masih sedikit tertinggal," tutur Inge.

Inge saat ini juga sedang mendorong para orang tua mulai belajar Bisindo agar dapat ikut membacakan dongeng untuk anak-anaknya yang Tuli. Ini dijalankan dengan menerbitkan buku dongeng lengkap dengan panduan bahasa isyarat.

Inge ingin orang tua membawakan dongeng untuk anaknya, lantaran yakin dongeng bisa menambah imajinasi anak, melatih pendengaran anak, melatih komunikasi, hingga melatih berpikir kritis. Orang tua juga bisa memetik manfaat dari membaca dongeng. 

"Kalau dongeng dibacakan oleh orang tuanya akan ada ikatan emosional yang jauh lebih baik. Kami juga sudah membuat kelas khusus untuk orang tua dari anak Tuli, sambutannya cukup baik," katanya.

Pembacaan dongeng oleh orang tua kepada anak Tuli sendiri memiliki banyak manfaat. Penelitian oleh Indonesian Journal of Disability Studies bahkan menunjukkan bahwa penggunaan metode pembelajaran berbasis simulasi, seperti dongeng, dari orang tua dapat meningkatkan pemahaman pada anak Tuli.  

Dalam studi tersebut, nilai rata-rata pemahaman anak meningkat dari 57,5 menjadi 77,5 setelah intervensi simulasi. Artinya, pendekatan visual dan interaktif efektif dalam membantu anak Tuli memahami literasi dan alur cerita. Masalahnya tidak semua orang tua yang memiliki anak Tuli memahami bahasa isyarat. 

Penelitian oleh Caselli dan Lieberman di Boston University (2017) mendapati sekitar 90–95% anak Tuli lahir dari orang tua dengan pendengaran normal yang sering kali tidak tahu bahasa isyarat. Akibatnya, banyak anak Tuli mengalami keterlambatan dalam akuisisi bahasa.

Lebih Percaya Diri
Abhi Praya, salah satu anak Tuli, mengaku kepercayaan dirinya meningkat usai mengikuti kegiatan Dongeng Isyarat bersama Inge. Dari Dongeng Isyarat dia bisa menambah pengetahuan literasi, kosakata dan gestur-gestur baru. 

"Bahasa Isyarat Indonesia dan Dongeng Isyarat bermanfaat untuk literasi anak-anak Tuli dan remaja Tuli untuk memahami informasi dan berkomunikasi. Begitupun saya, saya jadi tambah banyak tahu arti kata-kata baru," kata Abhi kepada Validnews melalui teks terTulis, Minggu (1/6).

Abhi sendiri sudah bertekad untuk bisa menjadi pendongeng Tuli. Bahkan dia telah mendirikan komunitas Cerita Teman Tuli (TaTuli) untuk mengajak para teman Tuli lain belajar literasi, berbahasa isyarat, menyampaikan cerita dan berekspresi. Komunitas ini ia dirikan agar ketidaktahuan anak Tuli soal dongeng bisa terputus.

Selain itu, Abhi ingin menularkan semangat percaya diri kepada teman Tuli lain. "Supaya anak-anak Tuli belajar dongeng isyarat dan Bisindo, agar bisa jadi percaya diri dan bisa komunikasi lebih baik," ujar Abhi.

Saat ini, kegiatan Komunitas TaTuli lebih sering berkolaborasi dengan Kumpul Dongeng dan TIBA (Tim Bisindo dan Aksesibilitas Surabaya). Mereka berkegiatan di empat Rumah Anak Prestasi (RPA) milik Pemkot Surabaya. Jadwalnya sama seperti Kumpul Dongeng.

Bedanya, TaTuli memiliki jangkauan usia yang lebih luas. Kalau Kumpul Dongeng hanya fokus pada usia SD-SMP, TaTuli bisa merangkul teman Tuli remaja yang ingin berlatih mendongeng.

Abhi bersama Komunitas TaTuli pun sering diundang menjadi pendongeng khusus anak Tuli di berbagai acara. Abhi juga siap jika harus diajak berdongeng via online. "Pengalaman sebagai pendongeng Tuli sangat seru, terutama saat saya melakukan gerakan Dongeng Isyarat dengan ekspresi kadang lucu dan membuat anak-anak tertawa dan senang," papar peraih Pemuda Inspiratif Jatim 2023 ini.

Beruntungnya, momen-momen seru itu tidak banyak diiringi dengan kesulitan. Abhi hanya harus menjaga kesabaran, sebab penyampaian kata-kata dan visual kepada para anak Tuli perlu dilakukan secara perlahan. "Tidak ada kata menyerah sih, sebab saya mendukung anak-anak Tuli bisa berkembang dan orang tuanya bisa bangga kepada anaknya," imbuh Abhi.

Dosen Psikolog Universitas Mercu Buana, Setiawati Intan Savitri menjelaskan, manfaat dongeng bagi anak secara umum, termasuk anak Tuli, di antaranya mengembangkan dan merangsang imajinasi, membantu berpikir kreatif dan memahami konsep-konsep yang kompleks. 

"Karena dongeng mengaktifkan situasi yang tidak langsung atau konkret, sehingga otak melakukan aktivitas membayangkan, memvisualisasi hal-hal yang diceritakan," kata Intan kepada Validnews, Senin (2/6) di Jakarta.

Selain itu, dongeng juga dapat memberikan nilai moral,. Dongeng dapat membantu anak paham akan kejujuran, keberanian, dan empati. 

Intan mengatakan, empati dapat berkembang karena dongeng memiliki unsur verisimilitude atau kemiripan dengan dunia nyata, sehingga melalui dongeng maka anak dengar atau anak Tuli akan menempatkan dirinya dalam kacamata atau posisi tokoh dalam cerita.

Dongeng juga mampu meningkatkan keterampilan bahasa. Dengan kata lain, menyimak dongeng membantu anak-anak, termasuk anak Tuli, dalam memahami struktur bahasa dan meningkatkan kosakata.  "Dalam dongeng terdapat susunan kata sebab-akibat, kata-kata kognitif, diksi yang beragam, serta penyelesaian masalah, ini membantu anak meningkatkan keterampilan bahasannya," jelas Founder Narrative Writing Therapy ini.

Intan menyebut, dongeng juga bisa membuat anak memahami emosi sesama manusia. Pasalnya, dalam dongeng umumnya terdapat konflik serta emosi dan pikiran karakter di dalamnya.

"Menurut theory of mind hal ini membantu pendengar dan pembaca dongeng untuk lebih memahami emosi dan bagaimana orang lain berpikir dan berperilaku," ucapnya.

Khusus bagi anak Tuli, dongeng dapat memberikan manfaat yang lebih signifikan, meskipun cara penyampaiannya berbeda. Misalnya disampaikan melalui gambar, buku bergambar, atau dengan bahasa isyarat, yang membantu anak Tuli memahami cerita dengan lebih baik. 

Dongeng yang disampaikan dengan bahasa isyarat atau visual, kata Intan, dapat membantu anak Tuli dalam belajar bahasa isyarat dan meningkatkan keterampilan komunikasi.

Melalui cerita, anak-anak dapat belajar tentang berbagai situasi sosial dan emosional, yang membantu mereka mengelola perasaan mereka sendiri.

Sayangnya, menurut data Gallaudet Research Institute pada tahun 2013–2014, hanya sekitar 22,9% keluarga dengan anak Tuli secara rutin menggunakan bahasa isyarat di rumah. Artinya, sekitar 77% orang tua tidak menggunakan bahasa isyarat dengan anaknya.

Padahal, menurut Intan dongeng yang dibacakan oleh orang tua memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan dengan dongeng yang dibacakan oleh orang lain. 

"Keterlibatan orang tua bisa menciptakan rasa aman dan nyaman bagi anak, serta memperkuat hubungan emosional," imbuh dia.

Intan menyarankan, orang tua yang belum memahami bahasa isyarat bisa menggunakan metode lain untuk berdongeng. Misalnya menggunakan visual, buku bergambar atau video untuk menyampaikan cerita.

"Lalu bisa mengembangkan sistem gestur sederhana untuk berkomunikasi dengan anak atau memanfaatkan teknologi seperti aplikasi yang mendukung komunikasi visual," tutur Intan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar