02 November 2023
11:48 WIB
JAKARTA - Direktur Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berbasis di New York Craig Mokhiber, menuding Amerika Serikat (AS), Inggris, dan sebagian besar negara Eropa telah "sepenuhnya terlibat” dalam serangan yang mengerikan di Gaza, Palestina.
Menurutnya, pemerintah negara-negara tersebut tidak hanya menolak untuk memenuhi kewajiban perjanjian mereka berdasarkan Konvensi Jenewa, tetapi juga secara aktif mempersenjatai serangan Israel. Termasuk memberikan dukungan ekonomi dan intelijen, serta memberikan perlindungan politik dan diplomatik terhadap "kekejaman Israel".
"Dalam beberapa dekade terakhir, bagian-bagian penting PBB telah menyerah kepada kekuasaan Amerika Serikat, untuk takut terhadap Lobi Israel, untuk mengabaikan prinsip-prinsip hukum internasional," kata Mokhiber dikutip Kamis (2/11).
Menurutnya, kekuatan-kekuatan Barat akan terus melawan pihaknya di setiap langkah.
“Jadi kita harus teguh. Dalam jangka pendek, kita harus mengupayakan gencatan senjata segera dan mengakhiri pengepungan yang sudah berlangsung lama di Gaza, mencegah pembersihan etnis di Gaza, Yerusalem, dan Tepi Barat," ujarnya lagi.
Mokhiber telah bekerja untuk PBB sejak 1992. Dia pernah menjabat sebagai Penasihat Senior Hak Asasi Manusia PBB di Palestina dan Afghanistan. Dia juga pernah tinggal di Gaza pada 1990-an sebagai penasihat HAM PBB.
Namun, ia pun akhirnya mundur dari jabatannya karena menganggap organisasinya itu gagal menghentikan genosida di Gaza. Mokhiber mengirimkan surat pengunduran dirinya yang terdiri dari empat halaman kepada Komisaris Tinggi HAM PBB di Jenewa Volker Turk. Surat bertanggal 28 Oktober itu kemudian dibagikan kepada publik pada Selasa (31/10) dan kini tersebar di media sosial.
“Sekali lagi, kita sedang melihat genosida terjadi di depan mata kita, dan organisasi yang kita layani tampaknya tidak berdaya untuk menghentikannya,” kata Mokhiber dalam surat pengunduran dirinya.
Dia menuturkan, ini bukan kali pertama PBB gagal mencegah genosida. Mokhiber mengatakan PBB sebelumnya juga gagal mencegah genosida terhadap Tutsi di Rwanda, Muslim di Bosnia, Yazidi di Irak, dan Rohingya di Myanmar.
"Sebagai pengacara hak asasi manusia dengan pengalaman lebih dari tiga dekade, saya tahu betul bahwa konsep genosida sering kali menjadi sasaran penyalahgunaan politik," tuturnya.
Dia pun menyebutkan pembantaian besar-besaran terhadap rakyat Palestina saat ini, berakar pada ideologi kolonial pemukim etno-nasionalis.
“Ini merupakan kelanjutan dari penganiayaan dan pembersihan sistematis yang telah berlangsung selama beberapa dekade, yang sepenuhnya didasarkan pada status mereka sebagai orang Arab," ujar dia.
Langkah Konkret
Sebelumnya, Penjabat Menteri Hak Sosial Spanyol Ione Belarra pada Sabtu (28/10) mengeluarkan seruan penuh semangat ke negara-negara Uni Eropa, mengajak mereka untuk menanggapi eskalasi serangan oleh Israel di wilayah utara Gaza dan kawasan lainnya.
"Setelah malam yang mengerikan di Gaza ini, saya punya pesan yang sangat sederhana namun sangat penting untuk para pemimpin Eropa. Jangan membuat kami terlibat dalam genosida. Bertindak. Jangan atas nama kami," katanya dalam pesan video di X.
Menyoroti gawatnya situasi, Belarra menekankan, Israel telah memutus semua saluran komunikasi di Jalur Gaza. Dia menduga, hal ini adalah upaya yang disengaja untuk menutupi kekejaman yang dilakukan.
Belarra lebih jauh menggarisbawahi, banyak warga Eropa yang sangat prihatin mengenai situasi tersebut dan bertanya: "apakah tidak ada seorang pun yang akan berbuat sesuatu atas apa yang terjadi di Gaza?
Belarra mengemukakan beberapa langkah konkrit yang menurutnya harus diambil oleh negara-negara Eropa. Dia menyerukan pemutusan hubungan diplomatik dengan Israel, menerapkan sanksi ekonomi sebagai tindakan pencegahan terhadap mereka yang bertanggung jawab atas kekerasan yang sedang berlangsung.
Termasuk mendukung penuntutan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Pengadilan Kriminal Internasional atas tuduhan kejahatan perang terhadap kemanusiaan.
Tentara Israel sampai saat ini melebarkan serangan udara dan daratnya di Jalur Gaza, yang berada dalam serangan udara tanpa henti sejak serangan mendadak oleh Hamas pada 7 Oktober. Lembaga bantuan internasional mengatakan mereka kehilangan kontak dengan staf di Gaza setelah Israel memutuskan jaringan internet dan komunikasi.
Dari dalam negeri, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyerukan kepada seluruh masyarakat dunia untuk ikut menyuarakan tuntutan agar Presiden Israel Benjamin Netanyahu ke Mahkamah Pidana Internasional atas kekejaman yang dilakukan kepada rakyat Palestina.
"Benjamin Netanyahu adalah biang dari kejahatan genosida dan tragedi kemanusiaan. Untuk itu agar secepatnya kita segera menyeretnya ke mahkamah pidana internasional," kata Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas dalam keterangan di Jakarta, Senin.
Massa aksi melakukan unjuk rasa bela Palestina di depan kantor perwakilan Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) di Jakarta, Jumat (20/10/2023). ValidNewsID/Fikhri Fathoni
Tak Mencapai Kesepakatan
Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin sendiri menegaskan, serangan Israel terhadap rakyat di Palestina bukan lagi sebuah tindakan bela diri dari kelompok militan Hamas Palestina, namun sudah mengarah pada genosida. "Dunia menganggap itu sudah melebihi tindakan membela diri. Sudah melakukan pembantaian. 'Genocide' itu," kata Ma'ruf, Rabu.
Wapres mengatakan, Indonesia bersama sejumlah negara anggota Dewan Keamanan PBB sudah menyepakati, tindakan Israel ke Palestina merupakan pembantaian dan meminta agar penyerangan tersebut dihentikan.
Negara-negara Arab pun, kata Ma'ruf, tidak bisa melakukan intervensi karena putusan PBB melalui "two-state-solution" tidak mencapai kesepakatan bersama karena penolakan dari Israel dan Amerika Serikat. Indonesia bersama negara lain berupaya mendorong agar penyelesaian sengketa antara Palestina dan Israel dapat mengikuti putusan "two-state-solution" di forum PBB.
"Masalahnya bukan hanya di dunia Arab tetapi di forum PBB itu sendiri sehingga putusan yang sudah ada belum bisa dieksekusi. Ini yang harus kita, kalau kita bisa mengembalikan itu kepada 'two state solution' dan semua bisa sepakat, mungkin bisa selesai," kata Ma'ruf.
Indonesia bersama negara-negara pendukung tengah memperjuangkan agar bantuan logistik dapat segera disalurkan. Hal itu karena sebelumnya bantuan yang dihimpun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan masyarakat dunia sempat tertahan di Rafah, Mesir, satu-satunya jalur distribusi untuk masuk ke jalur Gaza.
Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun sendiri menyampaikan, Palestina sangat ingin menghentikan permusuhan mereka dengan Israel. “Kami sebenarnya ingin mengakhiri atau menyelesaikan permusuhan ini. Akan tetapi, Israel yang tidak mau (mengakhiri),” kata Dubes Zuhair dalam acara Bulan Solidaritas Palestina di Jakarta, Rabu.
Zuhair juga mengatakan, Palestina telah menerima perjanjian Oslo (Oslo Accords) mengenai solusi dua negara pada tahun 1993, menambahkan Palestina akan dikucilkan jika tidak menerima perjanjian tersebut.
“Sayangnya, sejak tahun 1993, lebih dari 50 tahun belum ada (hal dari perjanjian) yang terlaksana,” kata Zuhair.
Oslo I Accord adalah perjanjian damai antara Organisasi Pembebasan Palestina (Palestine Liberation Organization/PLO) dan Israel yang ditandatangani di Washington, Amerika Serikat, pada 1993, dilanjutkan dengan Oslo II Accord yang ditandatangani di Taba, Mesir, pada 1995.
Perjanjian Oslo merupakan serangkaian perjanjian antara PLO dan Israel yang menetapkan proses perdamaian untuk konflik Israel-Palestina melalui solusi dua negara yang dinegosiasikan bersama. Perjanjian tersebut menghasilkan pemerintahan mandiri yang terbatas bagi warga Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza melalui pembentukan Otoritas Palestina (Palestinian Authority/PA).
Zuhair melanjutkan, para pemimpin Palestina, termasuk Presiden Palestina Mahmoud Abbas, berusaha melakukan banyak cara untuk berunding dengan Israel, tetapi Israel tidak menjawab. “Mereka (Israel) menolak semua aturan dan negosiasi internasional,” tambah Zuhair.
Dia juga menyampaikan, hingga Selasa tengah malam (31/10), jumlah korban jiwa meninggal dunia di Gaza berjumlah 8.525 orang, 215.431 orang terluka, korban anak-anak mencapai 3.540 orang, dan lebih dari 100 ribu rumah hancur.