c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

03 November 2023

15:07 WIB

Diagnosis Minim Hambat Pemberantasan Tuberkolosis

Pemberantasan tuberkolosis juga terhambat masalah stigma.

Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi

Editor: Leo Wisnu Susapto

Diagnosis Minim Hambat Pemberantasan Tuberkolosis
Diagnosis Minim Hambat Pemberantasan Tuberkolosis
Tenaga kesehatan menunjukkan hasil rontgen thorax salah satu pasien di RSUD Kota Tangerang, Banten, Selasa (21/3/2023). Antara Foto/Fauzan.

JAKARTA - Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati. Namun, kurangnya diagnosis menjadi tantangan utama dalam upaya memberantas TB. 

Hal ini disampaikan oleh Regional Public Health Impact & Strategy Lead, Johnson & Johnson Pharmaceutical for Southeast Asia & India, Juliana Chin.

Ia mengutip data World Health Organization (WHO), setiap tahun sekitar 450 ribu orang di seluruh dunia terkena TB resisten obat. Dari angka itu, hampir dua per tiga di antaranya tidak terdiagnosis dan mendapat perawatan. Stigma adalah salah satu faktor terbesar yang mendorong kurangnya diagnosis ini.

"Ini membuat semakin sedikit orang mencari perawatan atau melakukan pencegahan yang diperlukan karena takut akan diskriminasi," urai Juliana menjawab Validnews, Jumat (3/11).

Padahal, lanjut dia, kurangnya diagnosis tidak hanya membahayakan kesehatan pasien. Tapi, juga orang-orang di sekitarnya seperti keluarga. Sebab, setiap satu orang yang terkena TB berisiko menularkan penyakit itu ke 10-15 orang di sekitarnya.

Mengatasi kurangnya diagnosis, pihaknya pun sedang melakukan penelitian lintas sektor untuk mencari tahu pengalaman pasien TB dalam mengakses layanan kesehatan. Mereka juga merancang solusi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait TB.

Peningkatan kesadaran ini khususnya ditargetkan pada anak muda usia 15-25 tahun. Ini penting karena di rentang usia itu, transmisi TB disebut Juliana 20 kali lebih tinggi dibanding rentang usia lain. Berdasarkan data Johnson & Johnson, sebanyak 82% dari mereka juga tidak mencari perawatan.

Mayoritas anak muda juga mengisi dunia daring, mahir menggunakan teknologi, dan aktif di aktivitas sosial. Ini membuat mereka bisa mengadvokasikan isu TB dengan baik, secara daring maupun luring.

Maka dari itu, pada 2022 diluncurkan pula kampanye TB Warriors yang merupakan kerja sama Johnson & Johnson, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Stop TB Partnership Indonesia (STPI), Indonesia Muda Untuk TBC (IMUT), dan Pijar Foundation. Kampanye ini mendorong anak muda untuk menggunakan media sosial, teknologi, dan lainnya, dalam mencari serta menyebarkan informasi terkait TB.

Menurut data Global TB Report 2022, Indonesia menempati peringkat kedua negara dengan kasus TB tertinggi di dunia. Angkanya mencapai 9,2% dari total kasus TB di seluruh dunia. Hanya lebih rendah dari India dengan kasus TB mencapai 28%.

Sedangkan, berdasarkan data Sistem Informasi TB yang dikelola Kemenkes, per 4 September tahun ini kasus TB yang terdeteksi sebanyak 497.671 kasus. Kemenkes menargetkan, 90% kasus terduga TB dapat dideteksi pada 2024. Eliminasi TB pun ditargetkan tercapai pada 2030.

"Deteksi adalah langkah pertama dalam perjalanan pasien TBC dan sangat penting agar mereka bisa mendapat pengobatan dan perawatan yang diperlukan," tutup Juliana.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar