c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

03 Maret 2025

19:31 WIB

4 Dari 100 Orang Indonesia Alami Gangguan Pendengaran

Gaya hidup dan lingkungan menjadi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap seseorang mengalami gangguan pendengaran.

Editor: Rikando Somba

<p>4 Dari 100 Orang Indonesia Alami Gangguan Pendengaran</p>
<p>4 Dari 100 Orang Indonesia Alami Gangguan Pendengaran</p>

Ilustrasi gangguan pendengaran pada orang tua. Shutterstock/Motortion Films

JAKARTA –Ada  4 dari 100 orang di Indonesia yang bermasalah dengan pendengaran. Mereka adalah pengguna alat bantu dengar. Data ini menunjukkan bahwa angka disabilitas akibat gangguan pendengaran cukup tinggi di Indonesia.  Terhadap prevalensi ini,  Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berupaya mengintensifkan promosi agar warga merubah gaya hidup guna mencegah gangguan pendengaran. 

Mereka yang disasar adalah anak-anak, pelajar, orang yang bekerja di tempat bising, serta orang dengan penyakit degeneratif.

Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Yudhi Pramono, Senin (3/3) menyebutkan, pada anak berusia di bawah 5 tahun, infeksi telinga menjadi salah satu penyebab terbanyak kasus gangguan pendengaran. Diperkirakan ada sekitar 22,6 persen kasus Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) pada remaja dan dewasa muda.

Dia mengutip data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi disabilitas pendengaran pada usia di atas satu tahun sebesar 0,4 persen dan proporsi penggunaan alat bantu dengar pada penduduk di atas satu tahun mencapai 4,1%.

"Artinya ada 4 dari 100 orang di Indonesia adalah pengguna alat bantu dengar. Data ini menunjukkan bahwa angka disabilitas akibat gangguan pendengaran cukup tinggi di Indonesia," katanya dalam temu media daring dalam rangka Hari Pendengaran Sedunia 2025 di Jakarta.

Promosi kesehatan, lanjutnya, diarahkan agar masyarakat peduli dan mau mencegah gangguan pendengaran melalui perilaku seperti deteksi dini di fasilitas kesehatan, pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) di tempat-tempat bising, serta kebiasaan yang baik saat mendengarkan lagu dengan peranti dengar.


Baca juga: Memahami Faktor Penyebab Gangguan Pendengaran Pada Anak 

                  Naik Pesawat Saat Flu Berisiko Alami Barotrauma Telinga


Dia menyebutkan sejumlah strategi efektif untuk mengurangi gangguan pendengaran antara lain melalui imunisasi, program konservasi pendengaran di tempat kerja untuk kebisingan, strategi perilaku mendengarkan dengan aman untuk mengurangi paparan suara keras di lingkungan rekreasi, serta penggunaan obat yang rasional untuk pencegahan.


Dia mengamini, perubahan perilaku adalah tantangan terbesar dalam pencegahan gangguan pendengaran. Paparan bising menjadi faktor risiko yang cukup besar menimbulkan gangguan pendengaran, serta penggunaan perangkat elektronik atau peranti dengar yang semakin marak untuk hiburan.

Sedang soal gangguan pendengaran,  dia mengklasifikasikan  ada yang bersifat sedang, berat, ataupun sangat berat.

"Dukungan pembiayaan juga melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) termasuk untuk alat bantu kesehatan pendengaran. Kemudian penyebarluasan komunikasi, informasi dan edukasi melalui media sosial, temu wicara, maupun webinar serta seminar virtual," katanya.

Pihaknya juga memfasilitasi telekonsultasi dan telemedisin, serta meningkatkan teknologi informasi untuk pencatatan dan laporan.

Peningkatan Persentase
Soal gangguan pendengaran, terungkap bahwa sekitar 20%  siswa di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur mengalami gangguan pendengaran akibat lubang telinga kotor maupun sebab lainnya.

Ketua Komda Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian Kabupaten Tulungagung, dr. Moch. Mundir Arif, Sp.THT-KL, Rabu, mengungkapkannya mengacu hasil beberapa pemeriksaan kesehatan pendengaran ke 145 siswa di SDIT dan SMPIT Nurul Fikri, Tulungagung (25/2).

"Jumlah siswa yang mengalami gangguan pendengaran setelah dilakukan pemeriksaan hampir 20-an persen. Biasanya jumlah yang kami temukan berkisar segitu, ya 10-20 persen," kata Mundir Arif dikutip dari Antara.

Kasus gangguan pendengaran yang disebabkan kotoran dalam lubang telinga (resumen) tergolong gangguan pendengaran ringan. Gangguan ini tidak membahayakan, namun justru kesalahpahaman itu membuat orang cenderung abai atau kurang memperhatikan masalah tersebut. "Penyakit atau gangguan pendengaran memang tidak mengancam nyawa, tapi ini jika diabaikan bisa mengancam masa depan individu bersangkutan," katanya.

Karenanya, untuk membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya mengontrol dan memeriksakan kesehatan pendengaran, Komda Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian Kabupaten Tulungagung secara berkala menggelar penyuluhan serta pemeriksaan kesehatan pendengaran secara gratis. Belakangan, pemeriksaan juga dilakukan bersama Dinkes Tulungagung di SDIT dan SMPIT Nurul Fikri (25/2). Sebanyak 145 siswa menjalani pemeriksaan, terdiri atas 105 siswa sekolah dasar (SD) dan 40 siswa sekolah menengah pertama (SMP). Dari pemeriksaan tersebut, sekitar 10-20% siswa mengalami gangguan pendengaran akibat telinga kotor.



KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar