c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

14 Oktober 2024

19:19 WIB

Cerita Relawan Pengawal Laju Ambulans

Sejatinya, ambulans menurut perundangan mesti didahulukan karena ada nyawa manusia yang tengah diselamatkan.

Penulis: Aldiansyah Nurrahman

Editor: Nofanolo Zagoto

<p id="isPasted">Cerita Relawan Pengawal Laju Ambulans</p>
<p id="isPasted">Cerita Relawan Pengawal Laju Ambulans</p>

Petugas mengendarai mobil layanan Ambulans Gawat Darurat (AGD) di Kantor Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta. ANTARAFOTO/Aditya Pradana Putra

JAKARTA - Dwi Adha Meinanda dan teman-temannya hari itu tidak langsung memutar balik motornya, meski ambulans yang dikawal telah sampai di taman pemakaman umum (TPU). Mereka memilih ikut membopong keranda jenazah sampai ke depan liang kubur. Keduanya bahkan mengikuti prosesi pemakaman bersama keluarga yang berduka.

Keduanya tergabung dalam Relawan Ambulance Ciledug (RAC), sebuah kelompok yang berkegiatan mengawal perjalanan ambulans lancar sampai tujuan

Bentuk bantuan yang diberikan para pengendara motor  dalam kelompok ini memang tidak melulu sama. Kalau kebetulan pelayat terlihat banyak di pemakaman, mereka biasanya akan langsung pergi saat ambulans sampai TPU. Namun kalau sepi, mereka tidak akan sungkan membantu hingga pemulasaraan tuntas.

Dwi yang dipercaya sebagai ketua RAC bercerita, bantuan ekstra lazim diberikan pada keluarga pendatang yang tidak banyak memiliki saudara atau kenalan di Jakarta. 

Situasi serupa juga kerap dilakukan saat membantu orang sakit. Mereka akan membantu supir ambulans yang bertugas sendirian mengevakuasi pasien ke ambulans hingga pengawalan sampai ke rumah sakit (RS). Begitu juga saat menurunkan pasien dari ambulans ke RS, atau saat menaikkannya ke ambulans dari RS. 

“Kita bantu driver juga. Jadi kita bukan cuma sekedar mengawal ambulans. Jadi kadang kita dorong stretcher-nya. Kita bantu angkat si pasien,” jelas Dwi saat ditemui Validnews, di Karang Tengah, Kota Tangerang, Rabu (9/10).

Organisasi yang berdiri pada 2017 ini sejatinya adalah gerakan mengawal perjalanan ambulans lancar sampai tujuan. Pada masa-masa awal, Dwi dan teman-temannya di RAC sangat sering berdebat dengan pengendara yang tidak membukakan jalan untuk ambulans. 

Meski kesadaran masyarakat membukakan jalan untuk ambulans belakangan meninggi, RAC tidak mengendurkan frekuensi pengawalan ambulans. Sebab sopir-sopir ambulans justru sering meminta pengawalan. Paling tidak, ada dua permintaan pengawalan dari pihak ambulans yang masuk ke RAC setiap pekannya.  

Saban pengawalan dilakukan, biasanya akan ada empat pengendara motor terlibat. Pengawalan bisa dimulai dari RS atau rumah pasien, atau bisa juga bertemu di jalan. Sebab, pihak ambulans biasanya akan mengirimkan live location ke RAC. Dwi sendiri pernah dimintai tolong mengawal ambulans dari RS di Ciledug, Kota Tangerang sampai Cianjur. 

Bekal Pelatihan Dasar
Para relawan RAC, kata Dwi, juga harus siap mengawal atau mengevakuasi dengan cepat saat ada telepon berdering mendadak. “Karena kita enggak tahu kondisi pasien, kalau kita telat berapa menit mungkin bahaya,” katanya.

Bagusnya, relawan RAC sudah dibekali pelatihan-pelatihan dasar untuk evakuasi. Jadi, bantuan dari mereka kerap mendapatkan sambutan positif dari pelbagai pihak termasuk dinas kesehatan setempat dan pihak kepolisian. 

Pengurus Bidang Keanggotaan RAC, Achmad Rifai menyampaikan, setiap relawan RAC perlu memastikan konsentrasinya terjaga, terutama saat mengawal ambulans yang membawa pasien kondisi merah, atau sakit yang bisa menyebabkan kematian. Kalau seperti itu, pendampingan di jalanan tidak bisa lambat. Spion motor juga harus benar-benar dipantau di sepanjang jalan agar jarak ambulans tetap terjaga.

“Ikut deg-degan juga. Keringetan naik motor. Bukan keringetan karena gerak, tapi adrenalin. Begitu sampai RS buka jaket, basah,” kata Rifai.

Sebagai pendamping ambulans, Rifai secara tidak langsung memosisikan diri sebagai sopir ambulans. Makanya, ketika pasien tidak selamat sampai RS, Rifai kadang merasa bersalah, meski sadar ada kehendak Tuhan di situ.

“Terdiam kita. Sampai segitunya padahal keluarga bukan, kenal juga nggak. Kayaknya memang harus lebih maksimal lagi,” sesalnya.

Semua  bantuan dari RAC gratis. Bantuan yang diberikan semata-mata hanya ingin menjadi manusia yang bermanfaat. Karena hal ini, RAC pernah mengeluarkan anggota yang ketahuan meminta imbalan ke keluarga pasien.

Meski begitu, ada juga situasi relawan RAC terpaksa menerima uang saat pihak keluarga memaksa sampai mengejar untuk memberikan uang. Pernah juga ada keluarga yang sampai sengaja menyelipkan uang di motor relawan. Semua uang pemberian tersebut akan disumbangkan.

Pengalaman pendampingan dan evakuasi juga dirasakan Satwas Nasional Indonesia Escorting Ambulance (IEA), George Diode Bill. Dia bercerita pernah mengevakuasi seseorang ke dalam ambulans di pemukiman padat penduduk di Kota Bekasi, sebelum melakukan pengawalan. 

Rumah pasien yang dituju hanya cukup dilalui motor. Ambulans yang dibawa pun terpaksa diparkir cukup jauh dari lokasi rumah. 

Begitu sampai di lokasi, Bill sempat kesulitan mengevaluasi karena pintunya berlekak-lekuk, sementara si pasien bertubuh besar dengan berat badan kira-kira 120 kilogram. Mau tidak mau evakuasi harus dilakukan serentak oleh Bill, bersama sopir ambulans, dan dua relawan IEA lainnya. Mereka harus memindahkannya secara perlahan karena ruang yang sempit.

“Pasiennya diabetes melitus. Kalau pasien gula memang jika sudah kena luka sedikit bisa bernanah, menyebar, dan bau. Pasien ini kondisinya sudah seperti itu padahal kakinya yang luka sudah diperban.” tutut Bill, Kamis (10/10).

Pro Dan Kontra Di Jalan
Seperti halnya RAC, IEA adalah organisasi nonprofit. Mereka didirikan dengan Surat Keputusan (SK) Kementerian Hukum dan HAM per 2017. Organisasi ini lahir karena melihat cueknya masyarakat terhadap ambulans yang ingin lewat. 

Mirisnya, saat hal ini coba ditertibkan IEA, Bill malah mendapat makian. Bill bahkan pernah sampai diludahi pengendara lainnya saat berupaya membuka jalan bagi ambulans.

Pengalaman pahit di masa-masa awal tersebut tidak pernah sampai mengendur semangatnya. Dia malah semakin sering mengawal ambulans, bisa sampai empat kali per pekan. Bukan tanpa sebab Bill sesemangat ini. Dia tidak ingin keluarga lain merasakan pengalaman seperti dirinya yang menyaksikan ibunya meninggal di ambulans. 

“Keadaannya crowded perkotaan, sehingga agak sedikit mis di perjalanan dengan beberapa rintangan yang ada. Akhirnya telat sampai di RS dan meninggal di ambulans,” papar pria yang juga berprofesi sebagai sopir ambulans ini.

Seperti halnya RAC, IEA tidak pernah meminta bayaran. Selama ini, aktivitas IEA dapat berjalan karena tiap relawan mau merogoh kocek pribadi, atau jika beruntung ada donatur. Bill juga memastikan video di media sosial yang berisikan pengawalan ambulans yang marah-marah bukanlah IEA. 

Bill mengakui masih ada pro dan kontra terhadap aksi pendampingan ambulans di jalan. Soal ini, IEA di berbagai wilayah sudah berkoordinasi dengan kepolisian di daerah masing-masing. 

Contohnya IEA Jakarta, pernah ketika pendampingan ditegur dan dipanggil kepolisian. Begitu dijelaskan, aksi kemanusiaan IEA ini baru diapresiasi. 

Setelah itu, kepolisian setempat kerap memberikan pelatihan dan bekerja sama dengan IEA dalam berbagai kegiatan di jalan. Di beberapa cabang IEA, pihak kepolisian juga ada yang jadi pembina.

Koordinator IEA Jakarta, Abdul Rahman Suryadi atau Bule mengaku akan sangat puas jika mampu mengawal pasien dalam ambulans dengan selamat sampai RS. Sebaliknya, dia akan merasa terpukul jika tahu pasien yang didampingi meninggal di ambulans.

“Akhirnya kita pulang lagi ke rumah pasien. Diundang kita untuk tahlilan. Kita datang,” jelas pengusaha warung kopi ini, Rabu (9/10).

Bule juga pernah dimintai tolong mengawal pasien kanker tulang dari RS di Jakarta Utara sampai ke rumah pasien di Cipadu, Tangerang. Saat itu, dia dan tiga relawan lain sebisa mungkin menjaga posisi depan dan belakang ambulans benar-benar steril dari kendaraan. Bule khawatir pasien akan kesakitan bila ambulans sampai mengerem mendadak.

Seingatnya, dibutuhkan waktu tiga jam agar pasien perempuan berusia 50 tahun itu sampai ke rumah tanpa kesakitan. “Di jalan kita kasih tahu sopir hati-hati ada tanggulan, ada lubang. Karena untuk pasien ini benar-benar nggak bisa ngebut, nggak bisa mobil goyang sedikit pun,” katanya.

Bule juga tidak akan ragu membantu proses pendaftaran pasien yang tidak mengerti berobat di RS. Pernah dia menolong pasien yang hanya didampingi istrinya yang sudah tua. Seingatnya, mereka saat itu kebingungan mendapat pelayanan kesehatan dengan cepat.

Kendaraan Prioritas
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengatakan, kegiatan yang dilakukan RAC dan IEA sebetulnya bisa membahayakan diri pengawal. Karena itu, perlu ada keahlian khusus, dan kemampuan ini sebenarnya dimiliki anggota kepolisian.

Djoko mengatakan, sejatinya undang-undang juga telah mengatur bahwa ambulans harus didahulukan. Rombongan presiden pun harus mengalah dengan ambulans.

“Ambulans tanpa dikawal itu dia sudah sah orang harus minggir, mobil-mobil lainnya harus minggir,” katanya, Jumat (11/10).

Kalaupun masyarakat kenyataannya belum memahami aturan membuka jalan ambulans, Djoko lebih mendorong adanya penguatan edukasi.

Mengutip data Indonesia Baik, Senin (14/10), terdapat daftar kendaraan prioritas yang dapat hak istimewa didahulukan di jalan raya, yang diurutkan sesuai dengan peringkat urgensinya. UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dalam Pasal 134 menyatakan, setidaknya ada tujuh pengguna jalan yang punya hak utama.

Urutan ketujuh pengguna jalan itu adalah kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas, ambulans yang mengangkut orang sakit, kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas, kendaraan pimpinan lembaga Negara Republik Indonesia.

Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara, iring-iringan pengantar jenazah, serta konvoi dan atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Ambulans sendiri mesti didahulukan karena empat alasan. Pertama, pengguna jalan perlu sadar bahwa ada nyawa manusia yang tengah diselamatkan. Kedua, menjadi prioritas karena dalam kondisi darurat.

Ketiga, orang sakit harus didahulukan agar segera tertolong. Keempat, ambulans tengah mengemban tugas menyangkut keselamatan orang banyak. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar