14 Desember 2021
18:01 WIB
Penulis: Seruni Rara Jingga
Editor: Leo Wisnu Susapto
JAKARTA – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati memastikan, gempa bumi tektonik berkekuatan M7,4 pada Selasa (14/12) pagi di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak berkaitan dengan aktivitas Gunung Semeru yang belakangan ini meningkat.
"Jawaban kami adalah tidak ada kaitannya. Namun gempa tektonik justru yang dapat memicu diikuti dengan meningkatnya aktivitas gunung api," kata Dwikorita dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (14/12).
Dwikorita mengatakan, analisis potensi peningkatan aktivitas gunung api pascagempa NTT dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (PVMBG-KESDM).
"Jadi tidak ada kaitannya dengan aktivitas gunung api yang saat ini sedang aktif erupsi, misalnya Gunung Semeru, Gunung Awu, Gunung Merapi, itu tidak ada kaitannya," ujar Dwikorita.
Dwikorita menambahkan, berdasarkan hasil analisis BMKG, episenter gempa bumi yang terjadi terletak pada koordinat 7,59 LS dan 122,24 BT, atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 112 km arah barat laut Kota Larantuka, NTT pada kedalaman 10 km.
Gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat adanya aktivitas sesar aktif di Laut Flores.
"Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan geser (strike slip)," ujar Dwikorita.
Abdul Muhari, Plt Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB menyampaikan pada pukul 11.28 WIB, guncangan kuat dirasakan warga Flores Timur. Mereka panik hingga berhamburan keluar rumah. Selain di Flores Timur, guncangan kuat juga dirasakan warga Sikka, Lembata dan Manggarai. Kondisi masyarakat di Lembata sempat panik meskipun kondisi saat ini sudah kondusif.
Data dampak sementara di NTT, satu warga mengalami luka-luka di Kabupaten Manggarai. Warga sudah mendapatkan pertolongan oleh petugas di lapangan.
Guncangan gempa M7,4 dirasakan juga masyarakat di Kota Makassar dan Kabupaten Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan. Menurut informasi BPBD Kabupaten Selayar, terdapat kerusakan Gedung sekolah namun pihak BPBD masih melakukan pendataan di lokasi terdampak.
Sementara itu, BMKG masih mengeluarkan potensi tsunami berdasarkan pemodelan di beberapa wilayah NTT, yaitu Flores Timur, bagian Utara, Pulau Sikka, Sikka bagian utara dan Pulau Lembata. Status peringatan adalah ‘Waspada’ yang merujuk pada pemerintah provinsi, kabupaten dan kota yang berada pada status ini diharapkan untuk memperhatikan dan segera mengarahkan masyarakat untuk menjauhi pantai dan tepian sungai. BMKG menginformasikan estimasi tiba tsunami dengan waktu berbeda pada wilayah-wilayah tersebut.
Berdasarkan pengamatan muka air laut dari Badan Informasi Geospasial (BIG), tsunami minor terdeteksi di Marapokot dan Reo dengan ketinggian 7 cm.
Berdasarkan data kegempaan pada parameter lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, BMKG merilis bahwa gempa yang terjadi merupakan gempa bumi dangkal akibat adanya aktivitas sesar aktif di Laut Flores. Di samping itu, hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan geser atau strike slip.
Parameter lain dengan skala MMI atau modified mercally intensity, BMKG merilis guncangan gempa bumi dirasakan di wilayah Ruteng, Labuan Bajo, Larantuka, Maumere, Adonara dan Lembata III–IV MMI, sedangkan Tambolaka, Waikabubak dan Waingapu III MMI. Gempa susulan tercatat hingga pukul 11.40 WIB menunjukkan adanya 15 aktivitas gempa susulan dengan maksimum M5,6.