c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

17 Juni 2022

08:09 WIB

BKKBN Ingatkan Pemda Untuk Tetapkan Prevalensi Stunting

Tetapkan prevalensi stunting agar gunakan data SSGI dan bukan e-PPGBM karena ada perbedaan.

Editor: Leo Wisnu Susapto

BKKBN Ingatkan Pemda Untuk Tetapkan Prevalensi Stunting
BKKBN Ingatkan Pemda Untuk Tetapkan Prevalensi Stunting
Ilustrasi-Stunting. ANTARANEWS.

MANADO – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berharap, pemerintah daerah (pemda) tidak menggunakan data aplikasi elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) untuk tetapkan prevalensi stunting atau kekerdilan.

"BKKBN berharap pemerintah daerah menggunakan survei berskala nasional melalui Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) sebagai acuan mengukur prevalensi stunting," kata Pejabat Pembina Wilayah BKKBN untuk Sulawesi Utara, Siti Fathonah di Manado, Kamis (16/6) seperti dikutip dari Antara.

Aplikasi e-PPGBM menurut dia, adalah data 'by name by adress' dari posyandu yang belum tentu cakupannya 100%. Atau, artinya belum semua balita diukur antropometri.

Mengacu Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Standar Antropometri Anak, tertulis pada Pasal 1 angka 1, antropometri adalah suatu metode yang digunakan untuk menilai ukuran, proporsi, dan komposisi tubuh manusia.

Pasal 1 angka 2 menguraikan, standar antropometri anak adalah kumpulan data tentang ukuran, proporsi, komposisi tubuh sebagai rujukan untuk menilai status gizi dan tren pertumbuhan anak.

Kemudian, Pasal 3 mengamanatkan, standar antropometri anak wajib digunakan sebagai acuan bagi tenaga kesehatan, pengelola program, dan para pemangku kepentingan terkait untuk penilaian status gizi anak, dan tren pertumbuhan anak.

Fathonah berharap, data tersebut hanya digunakan untuk kegiatan intervensi melaksanakan program-program di lapangan.

Menurut dia, kalau ingin menyandingkan antara kedua data tersebut, maka harus diperhatikan apakah sumber daya manusia yang melakukan pengukuran antropometri untuk tinggi dan berat badan sudah berkualifikasi? Sementara SDM untuk SSGI sudah dilatih. 

Kedua, apakah alat ukur antropometri tersebut sudah dikalibrasi atau belum. Ketiga, cakupannya, apakah semua anak di posyandu tersebut diukur oleh orang yang berkualifikasi.

Menurut dia, kebanyakan anak yang diukur antropometri dalam e-PPGBM tersebut masih di bawah 30%. Karena, kegiatan itu terhadang pandemic covid-19 sehingga posyandu dibilang belum berjalan optimal.

"Ketika datanya tidak representatif, maka data SSGI dan e-PPGBM tidak mungkin berdekatan. Kalau cakupannya sudah di atas 90%, maka data akan mendekati data SSGI, celah datanya tidak akan terlalu besar," jelas Fathonah lagi.

Fathonah menyayangkan hal ini dan berharap petugas pencatat di daerah tidak menggunakan data e-PPGBM untuk menyusun target dan penilaian stunting.

Berdasarkan data yang telah dirilis survei berskala nasional melalui SSGI Tahun 2021, angka prevalensi stunting di Sulut yakni sebesar 21,6%.

Sementara itu, berdasarkan data pembanding melalui hasil aplikasi elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM), hasil pelaporan dari masing-masing puskemas ke Provinsi Sulut menunjukkan angka prevalensi stunting tahun 2021 sebesar 3,10%.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar