c

Selamat

Jumat, 7 November 2025

NASIONAL

03 Februari 2022

20:05 WIB

Beasiswa Ke Luar Negeri; Investasi Yang Harus Kembali

Beasiswa kuliah ke luar negeri LPDP dibiayai oleh APBN. Hasil ‘investasi’ tersebut diharap bisa kembali dari penerima beasiswa yang pulang ke tanah air dan berkontribusi buat negeri

Penulis: Gisesya Ranggawari

Editor: Leo Wisnu Susapto

Beasiswa Ke Luar Negeri; Investasi Yang Harus Kembali
Beasiswa Ke Luar Negeri; Investasi Yang Harus Kembali
Sejak Januari 2012, LPDP telah mengelola dana abadi sebesar Rp99,1 triliun. Ilustrasi mahasiswa melempar toga kelulusan. Sumber: Envato/Dok

JAKARTA – Kabar soal beasiswa, menjadi kabar yang kerap ditunggu-tunggu banyak pelajar dan mahasiswa. Apalagi jika beasiswa tersebut bisa mendanai biaya pendidikan di luar negeri.

Seperti yang dilakukan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang tahun ini kembali membuka penerimaan beasiswa bagi warga Indonesia. Proses seleksi penerimaan dilakukan di periode Februari-Maret dan Juli-Agustus 2022. Terdiri dari program Beasiswa Reguler, Beasiswa Afirmasi dan Beasiswa Targeted.

Bahkan, kali ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan LPDP berkolaborasi untuk memperluas ruang lingkup dan sasaran program. Seperti pengembangan kapasitas pendidik melalui berbagai program non-gelar (non-degree). Tujuannya, para pendidik bisa mempercepat taut suai atau link and match antara dunia kampus vokasi dengan kebutuhan dunia industri.

Pada program Merdeka Belajar episode kesepuluh beasiswa non-gelar untuk para pendidik vokasi, beasiswa yang dibuka ditujukan untuk membiayai kegiatan peningkatan kapasitas para guru SMK atau dosen vokasi di luar kampus. Diharapkan, pelatihan program ini bisa diaplikasikan untuk mendukung program-program seperti sertifikasi, magang, dan pelatihan, serta penguatan riset dan riset-riset keilmuan dosen vokasi.

Genap satu dekade LPDP membuka program beasiswa sejak Januari 2012, total dana abadi yang dikelola nilainya mencapai Rp99,1 triliun. Dana sebesar itu dikucurkan untuk mendanai 29.872 penerima beasiswa (awardee) dari LPDP.

Selain itu, dari hasil pengelolaan dana abadi tersebut telah didanai 393 riset inovatif produktif (rispro) dan 1.349 riset yang bekerja sama dengan Kemdikbudristek dan BRIN.

Dana nyaris Rp100 triliun itu tentu bukan dana yang sedikit. Ibarat investasi, dana yang dikeluarkan negara untuk membiayai pendidikan rakyatnya, sudah sepatutnya bisa dinikmati kembali negara untuk bisa mengatrol pembangunan nasional di sejumlah bidang.

Sayangnya, menurut data LPDP, masih ada sekitar 0,7% atau 100-200 orang penerima beasiswa LPDP yang memilih tidak pulang ke Indonesia atau menetap di luar negeri. Meski tak banyak jumlahnya, ada ‘beban moral’ buat para awardee yang tidak pulang lagi ke Indonesia.

Mereka harus ingat, mereka menggunakan uang masyarakat untuk mendongkrak kemampuan akademis dan ilmu yang mereka buru. Jika mereka memilih tak kembali ke Indonesia dan mendarmabaktikan ilmunya buat bangsa dan negara setelah dibiayai, tentu hal tersebut jadi suatu kerugian tersendiri buat negara. Paling tidak, sumber daya manusia yang unggul jadi berkurang.

Sebenarnya, pemerintah sendiri tak kurang-kurang mengingatkan mereka akan hal ini. Seperti pesan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani beberapa waktu lalu yang mengatakan penerima beasiswa LPDP adalah aset negara. Mereka, diharapkan mampu berkontribusi untuk Indonesia, di tengah minimnya kesempatan melanjutkan studi ke luar negeri.

“Anda adalah modal atau aset negara yang sangat berharga bagi Republik Indonesia. Anda semuanya harus memberikan yang terbaik dan setia kepada cita-cita membangun Indonesia,” kata Sri Mulyani beberapa waktu lalu dikutip dari situs resmi Kemenkeu.

Senada, pada 2020 silam, Mendikbud Nadiem Makarim dalam sebuah acara di hadapan para penerima beasiswa dan alumni LPDP mengingatkan hal tersebut. Ia berharap para awardee dan alumni penerima beasiswa LPDP bisa menggunakan perspektif global dari ilmu yang telah dipelajari dari kampus luar negeri, untuk membantu membangun Indonesia.

Dia meminjam pernyataan Presiden Joko Widodo yang bilang, lulusan-lulusan LPDP itu benar-benar menjadi duta Indonesia dan menjadi kebanggaan bangsa di dunia internasional.

“Itu suatu kebanggaan dan suatu amanah. Saya harapkan lebih banyak lagi lulusan-lulusan LPDP kita keluar(negeri), tapi akhirnya juga bisa kembali ke Indonesia untuk berkarya dan mendukung kemajuan SDM unggul Indonesia,” cetusnya.

Tak hanya Sri Mulyani dan Nadiem, Menkopolhukam Mahfud MD juga tak lupa mengingatkan warga Indonesia penerima beasiswa kuliah di luar negeri untuk kembali ke Tanah Air.

“Pergilah menuntut ilmu, timbalah pengetahuan dan pengalaman sebanyak mungkin. Jadilah orang hebat! Tetapi ingat, anda harus memastikan diri kembali pulang untuk membangun masyarakat, membangun negeri, dan membangun peradaban bangsa ini,” kata Mahfud saat memberi arahan secara virtual ke para penerima beasiswa LPDP di Jakarta, awal Desember 2021.

Dia menambahkan, “Kalian pergi dengan merah putih, harus kembali dengan merah putih. Musuh anda adalah hawa nafsu anda sendiri!” serunya.

Ketentuan Jelas
Sejatinya, program LPDP sendiri sejauh ini punya rambu untuk menarik penerima LPDP pulang dan berkarya di Indonesia. LPDP memastikan ada sanksi yang cukup berat untuk hal itu.

Ya, menurut aturan LPDP, mereka yang terhitung 30 hari sejak lulus tidak pulang ke Tanah Air bakal diganjar penalti. Bahkan, bisa saja status beasiswa yang diterimanya gugur dan wajib membayarkan total biaya kuliah sejak pertama kali masuk sampai lulus.

Sebagai contoh, aktivis hak asasi bagi Papua, Veronika Koman Liau. Dia ditagih LPDP mengembalikan dana Rp733 juta karena dianggap ‘kabur’ setelah lulus program beasiswa magister LPDP di Australia. Penagihan itu sudah disampaikan sejak 2020. Sayangnya, belum ada kejelasan akan kelanjutan dari sanksi ini.

Pihak LPDP memastikan, ancaman sanksi ini juga beberapa kali dijelaskan kepada para awardee pada proses seleksi tahap wawancara dan administrasi dan saat persiapan pemberangkatan. Klausul yang sama juga tercantum pula di buku panduan dan website LPDP

Satya Hangga Yudha, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Penerima Beasiswa LPDP atau Mata Garuda mengakui, ada aturan yang mewajibkan setiap penerima beasiswa LPDP kembali ke Tanah Air. Akan tetapi, mereka dibebaskan dalam memilih cara berkontribusi dan pengabdian kepada negara.

Hangga sendiri menyesalkan keputusan sebagian awardee LPDP yang memilih menetap di luar negeri. Dia menilai ada beberapa hal yang akan menjadi dampak besar bagi negara dari keputusan mereka yang tak kembali.

Setidaknya, jelas terlihat, dana negara yang dipakai buat membiayai mereka yang tak kembali, jadi sia-sia karena penerima beasiswa justru memilih ‘mengabdi’ kepada negara lain.  Di sisi lain, negara akan mengalami kerugian karena pasokan sumber daya manusia unggul untuk membangun bangsa dan negara jadi terhambat.

Hal ini menurutnya, akan memengaruhi perkembangan riset dan penelitian yang jadi berjalan lambat.

“Jadi dampaknya besar ya. Walaupun awardee yang memilih menetap di luar negeri sedikit, tapi tetap saja jadi kerugian negara. Apalagi setiap tahun ada,” ungkap Hangga kepada Validnews, Rabu (2/2).

Sayangnya lagi, sejauh ini, Mata Garuda bersama LPDP belum bisa melacak secara detail siapa saja penerima beasiswa LPDP yang memilih menetap di 36 negara dunia.


Kesempatan Lebih Baik
Terlepas dari hal tersebut, menurut Hangga, ada beberapa faktor yang umumnya menjadi alasan awardee memilih menetap di luar negeri setelah lulus kuliah. Di antaranya, mendapat kesempatan kerja lebih baik di negara tempat ia berkuliah, mendapatkan penghasilan yang tinggi dibanding jika kembali ke Indonesia, mencari pengalaman atau karena pernikahan.

Namun, alasan itu semua tentu tak bisa jadi justifikasi, mengingat biaya yang dikeluarkan negara buat mereka adalah uang rakyat yang harus kembali bisa dinikmati rakyat.  

“Karena beasiswa LPDP adalah beasiswa dari APBN dan itu dana masyarakat, maka perlu adanya timbal balik. Jadi selaku Sekjen Asosiasi Penerima Beasiswa LPDP saya sih berharap semua kembali ke Indonesia,” imbuhnya.

Pengamat pendidikan tinggi Edy Suandi Hamid pun bersuara. Menurut dia, adanya penerima beasiswa LPDP yang tidak pulang pada setiap tahun di tengah adanya sanksi, membuktikan masih ada celah dari proses seleksi. Khususnya di tahap wawancara calon penerima beasiswa LPDP.

Asal tahu saja, pelaksanaan seleksi penerimaan beasiswa LPDP dilakukan dalam beberapa tahapan. Calon peneriman beasiswa harus mengikuti proses seleksi administrasi, seleksi subtansi akademik dan kebangsaan, serta seleksi wawancara.

“Pada saat wawancara itu harus jelas planning ke depannya bagaimana. Bentuk mengabdi kepada negaranya seperti apa. Nah, dari situ kan bisa dilihat indikasinya,” ujar Edy saat dihubungi Validnews, Senin (31/1).

Ia berharap, proses seleksi penerimaan beasiswa LPDP tahun ini, bisa lebih ketat terkait perjanjian pengabdian kepada negara. Lagi-lagi, ia mengingatkan, biaya kuliah para awardee ini dirogoh dari kantong negara yang didapat dari pajak masyarakat.

Rektor Universitas Widya Mataram ini pun menyarankan, reviewer atau penguji para calon penerima beasiswa, juga perlu dibekali pengetahuan mendalam terkait visi-misi para awardee setelah lulus nanti.

Selain itu, perlu juga dibuatkan perjanjian semacam pakta integritas antara LPDP dan awardee, perihal kewajiban pulang ke Tanah Air.  Menurutnya, LPDP pun harus menjelaskan batasan-batasan yang dimaksud mengabdi pada negeri. Karena bisa saja seorang awardee menetap di luar negeri, tetapi bekerja untuk perusahaan Indonesia atau kepentingan pemerintah lainnya.

“Program ini kan untuk membantu murid berprestasi dan demi kemapanan negara, itu tujuan awalnya. Jadi saya, sih, mendorong ada evaluasi menyeluruh pada satu dekade beasiswa LPDP ini, terutama proses seleksi,” tuturnya.

Kendati demikian, Edy mengapresiasi adanya program beasiswa LPDP ini, karena hal ini memberikan kesempatan bagi anak bangsa berprestasi menimba ilmu di luar negeri. Terlebih, sisi baiknya mayoritas lulusan beasiswa LPDP bersedia untuk kembali ke Tanah Air.

“Banyak lulusan LPDP yang kembali ke Indonesia dan berkontribusi di beberapa bidang baik menjadi dosen, BUMN, PNS, peneliti, bisnis dan sebagainya. Tapi memang yang tidak kembali harus dikritik,” ucapnya.

Sementara itu, Direktur Utama LPDP Andin Hadiyanto memastikan, setiap penerima beasiswa khususnya yang akan studi ke luar negeri, telah menerima sosialisasi mengenai ketentuan wajib kembali ke Indonesia.

Kewajiban tersebut, kata Andin, dikuatkan dengan penandatanganan Surat Pernyataan dari penerima beasiswa, bahwa mereka akan pulang ke Indonesia setelah masa studinya usai.

Untuk melacak mereka, LPDP sendiri, kata Andin, telah melaksanakan prosedur pemantauan dengan menggunakan aplikasi yang disediakan Ditjen Imigrasi. Jika ketahuan ada alumni yang tidak kembali ke Tanah Air setelah 30 hari kelulusan, akan segera mendapat peringatan.

Jika peringatan tidak mempan, akan diberlakukan tindakan sanksi lanjutan yang akan dikenakan kepada penerima beasiswa tersebut. Di antaranya berupa penalti pengembalian seluruh dana beasiswa yang telah diterima oleh penerima beasiswa.

“Peringatan serta ancaman sanksi terhadap penerima beasiswa yang tidak kembali cukup efektif, sih, memaksa mereka untuk kembali ke Tanah Air,” ucap Andin kepada Validnews, Selasa (1/2).

Evaluasi Seleksi
Pada kondisi-kondisi tertentu, ucap Andin, ada di antara mereka yang tetap tidak kembali dan bersedia untuk membayar seluruh biaya yang telah didanai LPDP. Salah satu kondisi yang melatarbelakangi tidak kembali ke tanah air, antara lain karena menikah dengan warga negara asing selama melaksanakan studi.

Ia menjelaskan, penerima beasiswa LPDP terutama yang studi di luar negeri diikat dengan komitmen kembali ke Tanah Air bertujuan agar dapat mendarmabaktikan ilmu serta keahlian yang diperoleh selama studi, untuk mendukung pembangunan Indonesia.

Penyaluran beasiswa yang pendanaannya diperoleh dari masyarakat tentu sangat diharapkan dapat berimplikasi luas kemanfaatannya bagi rakyat Indonesia,” tuturnya.

Ke depan, Andin mengatakan LPDP akan berupaya melakukan sosialisasi serta peringatan yang lebih masif. Serta, meningkatkan proses monitoring dan evaluasi pada saat seleksi penerimaan beasiswa, bekerja sama dengan Perguruan Tinggi, Kedutaan Besar Indonesia dan Ditjen Imigrasi.

“Agar yang tidak memenuhi pengabdian kembali ke Tanah Air, bisa segera memenuhi komitmen serta kewajiban yang telah disetujui saat seleksi beasiswa,” tegasnya.

Ia memastikan, LPDP juga selalu melakukan evaluasi dan update secara berkelanjutan tentang program beasiswa LPDP. Baik atas dasar inisiatif sendiri dari hasil monitoring dan evaluasi, maupun berdasarkan masukan-masukan berbagai pihak.

Untuk tahun ini, evaluasi yang akan dilakukan akan fokus pada riset, berkolaborasi dengan BRIN, Kemendikbud-Ristek, dan Kementerian Agama. Termasuk mengirim orang-orang berprestasi ke perguruan tinggi terbaik dunia dan Indonesia.

“Selain itu, kami lakukan juga perluasan penerima beasiswa afirmasi terutama dari daerah 3T (Terluar, Terpencil dan Tertinggal),” ungkap Mantan Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu tersebut.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar