11 Oktober 2025
17:19 WIB
BBM Campur Etanol 10%, Menteri LH Bilang Begini
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengakui kandungan sulfur yang sangat tinggi pada BBM di Indonesia berpengaruh terhadap tingkat polusi sektor transportasi
Editor: Nofanolo Zagoto
Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq menjawab berbagai pertanyaan awak media dalam sesi wawancara cegat di TPST Sandubaya, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (11/10/2025). ANTARA/Sugiharto Purnama
MATARAM - Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq menyebut mandatori pemerintah terkait pencampuran bensin dengan etanol sebesar 10% dapat mengurangi kandungan sulfur yang tinggi pada Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Bilamana dikonversi sebagian dengan (bahan bakar) alami tentu mengurangi sulfur," ujar Menteri LH Hanif Faisal Nurofiq saat melakukan kunjungan kerja ke TPST Sandubaya, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), seperti dilansir Antara, Sabtu (11/10).
Menteri Hanif mengakui kandungan sulfur yang sangat tinggi pada BBM di Indonesia berpengaruh terhadap tingkat polusi sektor transportasi.
Mayoritas produk BBM di Indonesia memiliki kandungan sulfur sebesar 1.500 ppm (parts per million). Sedangkan standar Euro V hanya membolehkan batas kandungan sulfur sebesar 50 ppm.
Namun, ia enggan menyinggung lebih jauh terkait kebijakan mencampurkan etanol sebanyak 10% tersebut agar tidak menimbulkan polemik dengan kementerian lain.
"Saya tidak menyikapi dulu, takut ada polemik, tapi intinya BBM kita sulfurnya masih tinggi," ucap Hanif Faisol Nurofiq.
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengaku bahwa Presiden Prabowo Subianto menyetujui mandatori campuran etanol 10% untuk BBM.
Pemerintah mengklaim kebijakan itu dalam rangka mengurangi emisi karbon dan mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM.
Saat ini Indonesia hanya menerapkan campuran etanol sebesar lima persen untuk BBM jenis Pertamax Green 95 yang merupakan bahan bakar non-penugasan pemerintah atau non-PSO.
Etanol adalah bahan bakar terbarukan yang bersumber dari bahan alami, seperti jagung, tebu, singkong, dan limbah pertanian.
Proyek pengembangan bahan bakar etanol merupakan salah satu turunan dari proyek utama pengembangan food estate yang menjadi fokus pemerintah, yakni perkebunan tebu seluas 500.000 hektare.
Kementerian ESDM menargetkan di Merauke mulai memproduksi bahan bakar etanol pada tahun 2027, sebagai realisasi dari salah satu proyek utama pengembangan food estate.
Etanol yang dihasilkan dari perkebunan tebu di Merauke akan diolah menjadi bioetanol dalam rangka mereplikasi keberhasilan Brasil dalam memanfaatkan tebu untuk menjadi Energi Baru dan Terbarukan (EBT), sebagai bentuk dari upaya transisi energi.