04 November 2025
18:47 WIB
Bali Tangani Sampah Dengan Teba Modern
Pemprov Bali tengah masif mendorong penerapan teba modern di Bali agar menjangkau 636 desa, 80 kelurahan, dan 1.500 desa adat
Penulis: Aldiansyah Nurrahman
Editor: Nofanolo Zagoto
Pegiat lingkungan sekaligus Ketua Badan Pengelola Sampah Desa Adat Cemenggaon I Wayan Balik Mustiana memasukkan sampah organik ke dalam teba modern di Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali, Senin (28/7/2025). (ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna)
JAKARTA - Gubernur Bali, Wayan Koster mengungkapkan, bencana banjir besar yang melanda Bali pada 10 September 2025 lalu telah meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa membuang sampah sembarangan bisa menyebabkan banjir dan lingkungan kotor. Hal ini juga memengaruhi pola hidup masyarakat dalam mengelola sampah.
“Sekarang ini masyarakat dengan adanya dorongan dari pemerintah dan kemudian kemarin ada banjir besar pada 10 September 2025 yang lalu, sekarang masyarakatnya sudah tidak rewel lagi, jadi sudah mudah, nurut,” jelas Wayan Koster dalam Presentasi Kepala Daerah Kategori Provinsi Terinovatif IGA 2025 yang digelar Kemendagri secara hibrida, Selasa (4/11).
Ia mengatakan, masyarakat sekarang mau berinisiatif untuk mengelola sampahnya sendiri mulai dari tingkat rumah tangga. Bahkan hal ini terjadi sampai ke tingkat desa.
Terdapat berbagai pola yang diterapkan masyarakat Bali untuk mengelola sampah berbasis sumber, sejalan dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber. Salah satunya dengan cara teba modern.
“Sekarang kami menerapkan dengan beberapa pola, terutama yang sangat efektif dan mudah diikuti oleh masyarakat adalah penggunaan teba modern yang mulai berjalan tahun 2025 ini secara masif,” jelasnya.
Wayan Koster mengatakan, Pemprov Bali tengah masif mendorong penerapan teba modern di Bali agar menjangkau 636 desa, 80 kelurahan, dan 1.500 desa adat.
Teba modern merupakan inovasi penampungan sampah organik oleh masyarakat yang mengadopsi metode tradisional. Pemprov mendukung penerapan metode ini untuk mengatasi masalah sampah di Bali.
Teba modern, kata Wayan Koster, berupa lubang sedalam sekitar dua meter yang diperkuat dengan beton dan biasanya diberi tutup di atasnya. Lubang ini digunakan untuk membuang sampah organik seperti daun, buah, dan sisa makanan.
Di dalamnya, mikroorganisme akan menguraikan sampah secara alami dalam beberapa bulan. Sampah yang telah terurai dapat dimanfaatkan kembali, misalnya menjadi pupuk.
“Ada juga memang pemerintah kabupaten/kota yang mendukung, karena untuk satu teba modern kira-kira biayanya sekitar Rp1 juta sampai Rp1,5 juta tergantung ukurannya,” jelasnya.
Pihaknya masif mendorong penerapan teba modern di Bali agar menjangkau 636 desa, 80 kelurahan, dan 1.500 desa adat.
Adapun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memastikan total korban meninggal dunia akibat bencana banjir yang melanda Bali pada September lalu mencapai 18 orang.
Banjir tersebut juga menimbulkan kerusakan luas pada infrastruktur dan rumah warga, dengan jumlah 6.309 kepala keluarga yang terdampak banjir bandang disertai longsor pada awal September lalu.