19 November 2019
21:00 WIB
Editor: Nofanolo Zagoto
JAKARTA – Isu poligami kerap menuai perdebatan. Tengok saja di Aceh. Upaya penerapan Qanun Hukum Keluarga yang memuat aturan poligami di sana tetap disorot pelbagai pihak. Suara penolakan cukup kencang meski pemerintah setempat dan DPRA beralasan ini untuk meminimalkan praktik nikah siri yang membawa dampak negatif bagi ibu dan anak.
Dalam ajaran Islam, praktik poligami memang diperbolehkan, dengan maksimal menikahi 4 orang istri. Pelbagai cara ditempuh seorang laki-laki untuk mendapatkan restu dari istri pertama, ataupun dari pihak keluarga. Biasanya, untuk menyudahi perdebatan, cara paling ampuh adalah dengan menggunakan dalil dari Alquran dan hadis yang mendukung adanya praktik poligami.
Hal inilah yang pernah diperbuat Mahmudin (45) dulu. Sebelum melakukan poligami tahun 2006, dirinya mengakui banyak mendapatkan penolakan, baik dari orang terdekat ataupun ulama. Dia lantas menyampaikan ayat Alquran dan hadis nabi secara gamblang kepada pihak-pihak yang kontra terhadap rencananya menikah lagi. Tak butuh waktu yang lama, restu untuk berpoligami itu langsung diperolehnya.
Tapi penolakan belum sepenuhnya mereda. Dia bercerita, dulu internal pondok pesantren yang dipimpinnya juga keberatan dengan keputusannya ini. Para pengurus pesantren khawatir, poligami akan membuat citra pesantren buruk.
Lagi-lagi Mahmudin bergeming pada keputusannya berpoligami. Dia yakin keputusan poligami ini adalah murni mengikuti ajaran agama dan Sunah Nabi Muhammad SAW. Mahmudin mengaku juga telah meminta petunjuk kepada Sang Pencipta dengan melakukan salat istikharah.
“Pernikahan dengan kedua istri saya berjalan dengan baik, karena memang dari awal niat saya berpoligami bukan untuk gaya-gayaan tapi untuk mengikuti junjungan Nabi Muhammad SAW,” akunya kepada Validnews, Jumat (15/11).
Sebagai seorang pimpinan pondok pesantren yang melakukan poligami, Mahmudin mengaku tak pernah mengajak dan menyuruh murid-muridnya untuk mengikuti jejak dirinya berpoligami. Poligami, kata dia, adalah hak bagi seorang pria. Bisa dijalankan, bisa juga tidak.
Perlakuan Adil
Mahmudin mengaku menjalani kehidupan poligami tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Oleh karenanya, dia mengingatkan mereka yang ingin berpoligami untuk memenuhi syarat-syarat yang cukup berat, terutama izin dari istri pertama. Sebab memiliki dua orang istri benar-benar menuntut perlakuan adil dalam segala hal, entah itu waktu, uang, tenaga dan pikiran.
Sebagai seorang suami yang melakukan poligami, dia juga terbiasa menyiapkan anggaran untuk hal yang tak terduga tiap bulannya. Jadi, apabila ada keperluan mendadak yang dibutuhkan para istrinya, Mahmudin tidak pusing memenuhinya.
Sementara itu, Dhea (26) –bukan nama sebenarnya– istri ketiga dari seorang ulama kondang, menyebutkan bahwa adil dan bijaksana dalam poligami sulit untuk dilakukan.
Tapi dia masih bisa memaklumi situasi ini, lantaran pekerjaan suaminya sebagai ulama membuat waktu bepergian jadi lebih banyak ketimbang bersama dengan keempat istrinya.
"Kita sebagai istri yang harus memahami dan mendukung suami dalam menyebarkan ajaran agama Islam," ceritanya kepada Validnews, Senin (18/11).
Biasanya, kata Dhea, dalam sepekan sang suami akan mengumpulkan istri dan anak-anak di kediamannya yang berada di kawasan Jakarta Selatan. Selain menjaga keharmonisan keempat istri dan belasan anaknya, dalam pertemuan itu biasanya para istri bertukar pikiran antara yang satu dan yang lainnya.
"Untuk urusan waktu kunjungan suami tidak menentu. Kadang seminggu, bahkan bisa sebulan sekali," tambahnya.
Biasanya, untuk melepas rindu dengan suami, dia dan istri lain menyambangi suami ketika berdakwah. Dari sanalah, sang suami biasanya menentukan langkah pulang, apakah ke rumah istri pertama, kedua, ketiga ataupun keempat.
Tidak Wajib
Meskipun di dalam Alquran dan Sunah Nabi membolehkan suami memiliki istri lebih dari satu, tapi para ulama sepakat penerapan poligami ini mengharuskan ada syarat-syarat yang ketat. Tidak semua orang dapat mempraktikkannya.
Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen Bina Masyarakat Islam Kementerian Agama (Kemenag), Mohsen mengatakan, dalam ajaran Islam juga terdapat aturan yang rinci dalam melakukan poligami.
Salah satunya, terkandung dalam Surat An-Nisa ayat 3 yang menuliskan "Dan jika kamu takut tidak bisa berbuat adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (ketika kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu senang: dua, tiga atau empat, jika kamu tidak bisa berbuat adil, maka cukup seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya".
“Dalam ayat itu disebutkan Islam tidak menganjurkan dan mewajibkan poligami. Arti ayat itu hanya bicara tentang bolehnya poligami, dan itu pun merupakan pintu kecil yang hanya dapat dilalui oleh siapa yang sangat amat membutuhkan, dan dengan syarat yang tidak ringan,” kata Mohsen kepada Validnews, Rabu (13/11).
Aturan poligami pun kata Mohsen sebenarnya turut diatur dalam Undang-Undang Perkawinan. Di Pasal 4 ayat (1) disebutkan, para suami yang hendak melakukan pernikahan lebih dari satu kali maka harus memenuhi persyaratan.
Di antaranya, harus mendapatkan izin dari Pengadilan Agama dengan menyertakan persetujuan dari istri-istrinya. Kemudian harus memiliki jaminan kemampuan memberikan nafkah kepada keluarganya, serta kewajiban berlaku adil kepada istri-istri dan anak-anaknya.
“Kalau tidak memenuhi aspek itu maka sebaiknya monogami, karena suami yang tidak mampu menafkahi istri dan anak-anaknya ketika poligami maka itu merupakan perbuatan zalim dan dosa besar,” ucapnya.
Di Tanah Air, angka poligami di catatan sipil terus mengalami penurunan tiga tahun terakhir ini. Pada 2012, angkanya mencapai 995. Di tahun-tahun selanjutnya, jumlah itu menyusut jadi 794 pada tahun 2013, 691 (tahun 2014), 689 (2015), dan 643 (2016). Tapi Kemenag tak menampik banyak pernikahan poligami pula yang berlangsung tanpa tercatat negara, dilakukan secara siri ataupun dilakukan diam-diam.

Dari sisi pencatatan sipil, anak yang lahir dari nikah siri tidak terdaftar dalam akta kelahiran. Salah satu syarat utama untuk membuat akta kelahiran adalah buku nikah. Keadaan ini, kata Mohsen, sering menjadi awal kehancuran biduk rumah tangga. Istri kedua yang dinikahi secara siri pada situasi ini biasanya menjadi iri dan akan menuntut sang suami untuk mengesahkan status pernikahannya.
“Bersabar dan bersyukurlah dengan apa yang dimiliki (satu istri). Lagipula, poligami tidak akan menjamin surga, baik di dunia mau pun di akhirat,” tambahnya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun membenarkan bahwa syarat yang harus dipenuhi untuk berpoligami cukup berat. Para suami harus memperlakukan istri dan anak-anaknya secara adil dan bijaksana.
“Jadi kalau suami sudah mapan dan ingin nambah istri ya silahkan itu tidak dilarang agama dan negara, asalkan mampu berlaku adil kepada istri dan anak-anaknya. Jika tidak lebih baik tinggalkan dan cari ladang pahala lain,” kata Ketua Komisi Dakwah MUI Cholil Nafis kepada Validnews, Jumat (15/11).
Menurutnya, poligami merupakan salah satu sunah yang diatur secara khusus dengan persyaratan-persyaratan sesuai syariat Islam.
Diskusikan Dulu
Walau seluruh aspek di atas mampu dipenuhi, MUI tetap mengimbau kepada para suami untuk lebih dulu mendiskusikan dengan guru ataupun tokoh agama yang mumpuni terkait rencana poligami. Ini agar para suami memiliki pandangan jika memiliki istri lebih dari satu bukanlah pekerjaan mudah.
Sosiolog Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Musni Umar mengatakan, jika dilihat dari dimensi teologis poligami memang adalah hal yang biasa saja karena diperbolehkan dalam ajaran agama Islam. Tapi dari aspek sosiologisnya ada dua pendapat berbeda. Pendapat yang pertama adalah melarang praktik poligami karena menyakiti hati kaum perempuan. Sedangkan yang kedua, poligami diperbolehkan asalkan dapat berlaku adil dan bijaksana kepada istri serta anak-anaknya.
“Pada umumnya masyarakat kita terutama kaum ibu-ibu sangat anti terhadap poligami. Karena prinsipnya tidak mungkin bisa berlaku adil, terutama dalam hal nafkah batin,” katanya kepada Validnews. Senin (18/11).
Menurutnya, kecenderungan suami berpoligami di Indonesia dilakukan secara siri dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sebab mereka sulit mendapatkan izin berpoligami dari istri yang harus dilakukan di Pengadilan Agama setempat.
“Peran para tokoh agama dalam menyebarkan ajaran agama islam di media sosial juga turut mempengaruhi suami melakukan poligami,” tambahnya.
Yang juga logis sebagai implikasi, para suami yang berpoligami sulit untuk membagi waktu dan kasih sayang kepada para istri beserta dengan anak-anaknya. Karena sebagai kepala keluarga, suami pasti sibuk bekerja guna memenuhi kebutuhan ekonomi para istri dan anak-anaknya. (Fuad Rizky)