c

Selamat

Minggu, 5 Mei 2024

NASIONAL

07 Agustus 2020

18:20 WIB

Perkawinan Anak di Kabupaten Bogor Meningkat

Faktor kemiskinan yang disebabkan karena pandemi menjadi salah satu penyebab tingginya perkawinan anak

Editor: Agung Muhammad Fatwa

Perkawinan Anak di Kabupaten Bogor Meningkat
Perkawinan Anak di Kabupaten Bogor Meningkat
Unjuk rasa menolak perkawinan anak. Antaranews/dok

JAKARTA – Di tengah pandemi covid-19, permintaan dispensasi perkawinan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, meningkat. Dispensasi merupakan pemberian hak kepada seseorang untuk menikah, meski usianya belum mencapai batas minimal, yakni 19 tahun.

Bupati Bogor Ade Yasin mengatakan, catatan Pengadilan Agama Cibinong menunjukkan, kasus dispensasi kawin pada tahun 2019 sebanyak 136 orang, dan pada 2020 naik menjadi 255 orang.

Ade menuturkan, kenaikan perkawinan anak yang terjadi di wilayahnya sejalan dengan pernyataan dari United Nations Population Fund (UNFPA). Dimana diprediksi akan terjadi 13 juta perkawinan anak di dunia pada rentang waktu 2020-2030 atau 10 tahun ke depan, akibat pandemi covid-19. 

Prediksi UNFPA terkait peningkatan praktik perkawinan anak ini, terjadi karena tingginya angka kemiskinan akibat dari covid-19. 

Akan tetapi, selain dilatarbelakangi faktor ekonomi, hal lain yang menyebabkan pernikahan dini terus terjadi adalah minimnya informasi pada anak tentang kesehatan reproduksi seksual. 

Menurut Ade Yasin, banyak orang dewasa menganggap bicara mengenai reproduksi kepada anak adalah hal tabu. Padahal, pengetahuan itu sangat penting karena berkaitan dengan kesehatan.

"Tapi sekarang saya sudah mulai mengampanyekan itu (di Bogor), kalau hal-hal seperti ini tidak tabu," ujarnya dalam diskusi daring bertajuk 'Batas Usia Perkawinan dalam Berbagai Perspektif', Jumat (7/8).

Selain minimnya informasi, Ade melihat masih banyak anak-anak tidak tahu bahaya seks bebas. Ketika anak melakukan dan akhirnya hamil, maka kemudian jadi dipaksa menikah oleh orang tua.

Banyak juga, lanjut Ade, ketakutan orang tua akan perzinaan. Menurutnya, pernah ada studi mengatakan orang tua meminta izin untuk menikahkan anak mereka sebelum usia legal, karena khawatir anaknya melalukan perzinaan. Terutama ketika anak dalam hubungan berpacaran. 

"Kadang juga terlepas dari pantauan kami ketika mereka melakukan pernikahan secara agama, hanya orang tua dan kiai, tidak lapor di KUA. Ini yang juga kesulitan bagi kami," terangnya. 

Oleh sebab itu, upaya dan strategi Pemerintah Kabupaten Bogor untuk menahan para orang tua menikahkan anak di bawah umur, dengan melakukan percepatan pembangunan berbasis pedesaan. 

Saat ini, menurut Ade, Pemkab Bogor berhasil menekan 45 desa tertinggal menjadi dua desa. Menurutnya, berdasarkan sensus Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018, karakteristik mereka yang menikah di bawah umur salah satunya adalah anak perempuan yang hidup di daerah pedesaan atau tertinggal. 

Kemudian, peningkatan aksesibilitas pendidikan di semua wilayah Kabupaten Bogor, melalui program Bogor Cerdas. "Ini tidak hanya berlaku untuk sekolah-sekolah, tapi juga untuk pesantren, pendidikan agama, yang memang kami tidak bedakan antara negeri dan swasta," tuturnya.

Lalu, juga meningkatkan perekonomian berbasis masyarakat, yakni Usaha Mikro Kecil Menegah (UMKM) dan pariwisata. (Maidian Reviani)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar