20 Februari 2020
10:08 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Anggota Komisi VIII DPR RI dari fraksi PAN, Ali Taher menjelaskan, Negara sejauh ini belum hadir untuk mengurusi kekerasan seksual seperti BDSM (Bondage and Discipline, Sadism and Masochism). Makanya, RUU Ketahanan Keluarga mengaturnya.
"Ya harus diatur, kalau enggak diatur jangan sampai terjadi kekejaman dalam rumah tangga. Seks itu kan persoalan cinta, saling sayang, BDSM bisa jadi penganiayaan, perlu ada negara hadir," kata salah satu pengusul RUU Ketahanan Keluarga ini di Kompleks Parlemen, Rabu (19/2) malam.
Usulan RUU Ketahanan Keluarga ini disebutnya tidak mengurusi ranah private keluarga. Namun hanya mengurusi akibat dari problem yang dihadapi, seperti BDSM yang menurutnya bisa berujung penganiayaan.
"Persoalan utamanya bagaimana UU ini memberikan perlindungan, jaminan, dan kepastian hukum bagi kedua belah pihak saat terjadi kekerasan dalam rumah tangga atau pengabaian hak antara kedua belah pihak," jelas Ali.
RUU Ketahanan Keluarga ini, kata Ali, didasari fakta sosial yang menunjukkan betapa rapuhnya dunia perkawinan saat ini. Menurutnya, terjadi beberapa realitas perkawinan yang gagal dan menyebabkan keretakan rumah tangga.
Menurut data Ali, perceraian di tingkat kabupaten itu rata-rata tidak kurang dari 150–300 kasus per bulan. Contohnya di Belitung, ia melihat rata-rata 3.000 sampai 3.500 kasus perceraian per tahun.
"Ini memerlukan perhatian, dan UU ini menjadi sangat penting bagi untuk dilanjutkan agar persoalan ketahanan keluarga ini bisa menjadi alternatif pemecahan masalah sosial yang dihadapi di keluarga," paparnya.
Sebelumnya, RUU Ketahanan Keluarga memicu perdebatan dan kontroversi setelah drafnya tersebar di media sosial. Warganet menganggap RUU tersebut berlebihan dengan mengurusi ruang-ruang privat warga negara.
Beberapa aturan yang disoroti adalah pengaturan peran istri, larangan aktivitas seksual BDSM, dan kewajiban pelaku homoseksual melapor serta ada juga pasal yang melarang transaksi donor sperma.
Menurut Ali, adanya pro dan kontra merupakan hal yang wajar. Ia pun mengaku tidak akan memaksakan RUU ini untuk segera disahkan, meskipun sudah masuk Prolegnas Prioritas tahun 2020.
"Ya pro kontra wajar. Ini RUU enggak jadi juga tidak apa-apa. Tapi kami bertanggung jawab terhadap pelanggaran. Jangan terlalu skeptis terhadap RUU ini," tuturnya.
Selain Ali, RUU ini diketahui juga diusulkan oleh Netty Prasetiyani dan Ledia Hanifa dari Fraksi PKS, Sodik Mudjahid dari Fraksi Partai Gerindra, serta Endang Maria dari Fraksi Golkar. Kelima inisiator itu mengusulkan RUU Ketahanan Keluarga lewat jalur perseorangan, bukan fraksi. (Gisesya Ranggawari)