c

Selamat

Sabtu, 20 April 2024

NASIONAL

17 September 2020

17:08 WIB

Peradaban Manusia Terancam Robotik di Masa Depan

Dikhawatirkan manusia akan lebih bergantung kepada robot dibanding manusia untuk hal-hal tertentu

Editor: Agung Muhammad Fatwa

Peradaban Manusia Terancam Robotik di Masa Depan
Peradaban Manusia Terancam Robotik di Masa Depan
Robot Humanoid Sophia berinteraksi dengan peserta seminar dan Dialog Global Centre for Strategic and International Studies (CSIS) 2019 di Jakarta, Senin (16/9/2019). ANTARAFOTO/M Risyal Hidayat

JAKARTA – Kepala Balitbang Sumber Daya Manusia Kemenkominfo, Basuki Yusuf Iskandar mengatakan, kemajuan teknologi di era revolusi industri 4.0 memungkinkan manusia membuat robot. Namun, robot bisa menjadi ancaman manusia di masa depan.

"Kita menghadapi suatu problem peradaban. Peradaban manusia mendapatkan ancaman dari robotik," kata Basuki dalam webinar yang disiarkan akun YouTube Kemenkominfo TV, Kamis (17/9).

Dia mengatakan, perkembangan dan inovasi robotik akan mampu memenuhi berbagai keinginan dan hasrat manusia. Dikhawatirkan manusia akan lebih bergantung kepada robot dibanding manusia untuk hal-hal tertentu.

Apalagi robot tidak bisa menjadi tua dan dianggap lebih penurut dibanding manusia. Salah satu teknologi robotik yang sudah dikenal dunia adalah robot bernama Sophia, yang dikembangkan Hanson Robotics dan mulai diaktifkan pada 19 April 2015.

"Program utama Sophia adalah kemampuannya dalam mempelajari perilaku manusia melalui berbagai interaksi dengan mereka," ucap Basuki.

Robot tersebut diprogram untuk memahami interaksi yang bersifat emosional, bukan intelektual. Sophia bisa melakukan kontak mata, memahami ungkapan simpati, kasih sayang, juga bisa memberi ekspresi tertawa dan menangis.

Basuki menuturkan robot ini bisa menampilkan emosi melalui 62 ekspresi wajah yang dipicu berdasarkan topik percakapan. Dengan kemampuan itu saat ini, Sophia atau robot lain diprediksi akan jauh lebih canggih di masa yang akan datang.

"Artinya hampir mendekati manusia secara emosional dan intelektual. Inilah yang saya pikir menjadi problematis dari peradaban manusia," ujar dia.

Oleh karena itu, lanjut dia, penanaman nilai-nilai kemanusiaan menjadi semakin penting dan relevan. Namun, di samping itu, pendidikan tentang logika dan coding juga menjadi penting agar Indonesia mampu beradaptasi.

Basuki menyebut saat ini Indonesia dan banyak negara masih banyak kekurangan talenta di bidang itu. Salah satu startup transportasi online di Indonesia yang kini sudah menjadi decacorn saja masih mengimpor tenaga tersebut.

Perusahaan itu terpaksa mengimpor tenaga ahli meski sudah diingatkan pemerintah untuk tidak melakukannya. Bahkan, mereka sampai pergi ke India untuk mendapat ahli yang dapat bekerja di level tinggi perusahaan.

"Selidik punya selidik dan beberapa kali diskusi, salah satu yang jadi masalah kita adalah kekurangan logika. Logika kita tidak bisa berkembang sampai ke level yang tinggi," kata dia.

Basuki berpendapat esensi revolusi industri 4.0 adalah menyatukan tiga aspek utama dalam satu kesatuan atau ekosistem, yaitu fisik, digital, dan biologi. Berbagai inovasi ini disangga tiga hal, meliputi big data, cloud computing, dan internet of things. (Wandha Nur Hidayat)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar