c

Selamat

Senin, 17 November 2025

NASIONAL

13 Juni 2019

20:03 WIB

KPAI: Sekolah Harusnya Bina Siswa Pelaku Perpeloncoan

KPAI mempertanyakan sistem pembinaan SMK Bina Maritim Kota Maumere yang langsung mengeluarkan 4 siswa pelaku perpeloncoan

Editor: Agung Muhammad Fatwa

KPAI: Sekolah Harusnya Bina Siswa Pelaku Perpeloncoan
KPAI: Sekolah Harusnya Bina Siswa Pelaku Perpeloncoan
Ilustrasi perploncoan di sekolah. Antara foto

JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyesalkan sikap Sekolah Menengah Kejuruan Bina Maritim (SMK BM) Kota Maumere yang langsung mengeluarkan 4 siswa pelaku perpeloncoan. Sekolah semestinya melakukan pembinaan agar hak pendidikan anak tetap terpenuhi.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, dalam proses tumbuh kembang wajar bila anak berbuat salah. Namun, pihak sekolah bersama dengan orang tua sejatinya berkewajiban mendampingi, membina, serta memberikan kesempatan bagi anak untuk memperbaiki diri dan belajar dari kesalahannya.

“KPAI jelas mempertanyakan sistem pembinaan di lembaga pendidikan tersebut,” tutur Retno dalam rilis resminya di Jakarta, Kamis (13/6).

Ia tak membenarkan perilaku kekerasan apapun dalam dunia pendidikan, termasuk kasus perpeloncoan di SMK BM Maumere itu. Dalam hal ini, pelaku tetap wajib ditangani sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Namun, penting bagi sekolah untuk tetap mempertimbangkan hak-hak anak. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Untuk itu, lanjut Retno, pihaknya meminta Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Timur (Disdik NTT) untuk turut serta dalam penyelesaian kasus ini. Setidaknya dengan mencarikan sekolah pengganti guna menjamin keberlanjutan hak atas pendidikan keempat pelaku.

“Karena, ketika video kekerasan tersebut viral dan wajah anak dan nama sekolahnya diketahui publik, maka besar kemungkinan mereka mendapat penolakan saat mutasi ke sekolah lain,” jelasnya.

Selain itu, KPAI juga mendesak SMK BM Maumere untuk menelusuri secara menyeluruh terkait fenomena perpeloncoan di sekolah tersebut. Retno menduga kuat, praktik perpeloncoan tersebut bukan baru pertama kali terjadi. Ada kemungkinan sudah berlangsung beberapa tahun, hanya saja tidak berhasil dipantau oleh pihak sekolah, terutama pihak kesiswaan. 

Bukan tidak mungkin, katanya, anak-anak yang saat ini menjadi pelaku perpeloncoan sebelumnya pernah menjadi korban perpeloncoan yang sama. Sekolah wajib memutus mata rantai budaya kekerasan tersebut.

“Ini momentum memutus mata rantai kekerasan tersebut,” tegas Retno.

Untuk diketahui, pada Selasa (11/6), video aksi perpeloncoan senior terhadap junir di SMK BM Kota Maumere, Kabupaten Sikka, Provinsi NTT beredar luas. Dalam video berdurasi 29 detik itu, tindakan kekerasan teridentifikasi melalui seragam olahraga sekolah yang dikenakan pelaku dan korban yang merupakan anak-anak.

Pihak SMK BM Maumere menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian keempat siswa yang terlibat dalam video tersebut. Mereka adalah 2 orang siswa yang melakukan perpeloncoan, 1 orang siswa yang merekam video, serta 1 orang siswa lagi menyebarkan video melalui aplikasi WhatsApp. (Monica Balqis)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar