07 Januari 2020
18:49 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – TNI Angkatan Udara menerbangkan empat pesawat tempur F-16 dari Skadron Udara 16 Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin ke Pulau Natuna, Kepulauan Riau. Keempat pesawat itu bakal melaksanakan operasi patroli di wilayah terluar Indonesia itu.
"Empat pesawat F-16 berangkat sekarang," kata Komandan Lanud Roesmin Nurjadin Marsekal Pertama Ronny Irianto Moningka kepada pewarta di Pekanbaru, seperti dilansir Antara, Selasa (7/1).
Ia menjelaskan, pengerahan empat jet tempur F-16 berikut enam penerbang serta puluhan personel angkatan udara ke Natuna hari ini atas perintah Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Seluruh pesawat buatan negeri Paman Sam yang menjadi salah satu andalan angkatan bersenjata Indonesia itu melaksanakan patroli wilayah kedaulatan NKRI dengan sandi Operasi Lintang Elang 20.
"Ini sebenarnya operasi rutin di wilayah barat yang kita geser ke Natuna," ujarnya.
Selain empat jet tempur itu, Lanud Roesmin Nurjadin, yang merupakan pangkalan militer terlengkap di Pulau Sumatera dan diperkuat dua skuadron tempur itu, juga tengah siaga. Dia menuturkan siap untuk mengerahkan seluruh kekuatan jika ada perintah dari panglima TNI.
Meski begitu, Ronny mengatakan bahwa pengiriman jet tempur F-16 itu murni untuk menjaga wilayah kedaulatan ibu Pertiwi. Tidak ada niat untuk melakukan provokasi dengan pihak manapun, terutama China yang kini sedang mengirimkan kapal-kapal coast guard dan nelayan ke perairan kaya akan ikan itu.
"Kita tidak buat provokasi pihak manapun, kita jaga wilayah kita," ujarnya.
Selain kedatangan F-16 ke Natuna, Ronny mengatakan, Panglima TNI juga akan terbang langsung ke Pulau tersebut hari ini.
500 Kapal Nelayan
Terpisah, Badan Keamanan Laut (Bakamla) menegaskan akan melindungi nelayan-nelayan Indonesia yang melaut dan mencari ikan di perairan Natuna, Kepulauan Riau.
"Kita akan hadir di situ. Jadi, mereka beroperasi di sekitar saya," kata Kepala Bakamla Laksamana Madya TNI Achmad Taufiqoerrochman usai mengikuti Rapat Koordinasi Khusus (Rakorsus) tentang Tugas Pokok Fungsi dan Kewenangan Penanganan Pengamanan Laut di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, di hari yang sama.
Hanya saja, Taufiq mengingatkan nelayan terkait kondisi cuaca yang memengaruhi ketinggian ombak yang bisa sangat membahayakan.
"Hanya yang jadi masalah adalah musim sekarang musim ombaknya besar. Apakah nelayan kita mampu? Itu yang nanti kita lihat. Jadi, kita akan lebih mengedepankan keselamatan," tuturnya.
Sekali lagi, Taufik mengatakan kondisi cuaca akan menjadi patokan utama bagi nelayan untuk melaut atau tidak.
Selain itu, kata dia, kondisi kapal ikan juga harus dicek dan dipastikan laik digunakan, sebab selama ini banyak yang sudah lama tidak dioperasikan.
"Walau pun bagaimana, saya tahu bahwa kapal ikan itu sudah lama enggak beroperasi. Inikan dicek dulu, sistem keselamatan, dan sebagainya," ujarnya.
Sebelumnya, sejumlah kelompok nelayan menyatakan kesiapannya untuk melaut di perairan Natuna seiring dengan masuknya nelayan-nelayan China ke perairan itu.
Seperti nelayan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, menyatakan kesediaannya mencari ikan hingga ke perairan Natuna, Kepulauan Riau, sekaligus untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan catatan mendapatkan jaminan keamanan selama melaut.
"Kami berharap saat berangkat ke Pulau Natuna hingga pulangnya mendapatkan pengawalan. Termasuk saat mencari ikan juga mendapatkan jaminan keamanan menyusul situasinya yang sedang memanas," kata Ketua Asosiasi Nelayan Dampo Awang Bangkit Suyoto.
Demikian pula, Aliansi Nelayan Indonesia (Anni) yang menyatakan kesiapannya mengerahkan sekitar 500 kapal besar nelayan untuk mencari ikan, sekaligus ikut membantu TNI dalam pengamanan perairan Natuna.
"Ada hampir 500 kapal nelayan berukuran besar, di atas 100 GT yang siap masuk ke Natuna melakukan penangkapan ikan sekaligus menjadi mata-mata negara dalam rangka mengamankan batas teritorial NKRI," kata Ketua Umum Anni, Riyono.
Sekadar informasi, tensi hubungan diplomatik antara Indonesia dengan China dalam beberapa hari terakhir memanas lantaran sejumlah kapal nelayan China masih bertahan di Perairan Natuna hingga saat ini.
Kapal-kapal asing tersebut bersikukuh melakukan penangkapan ikan yang berjarak sekitar 130 mil dari perairan Ranai, Natuna. Sementara TNI sudah mengerahkan delapan Kapal Republik Indonesia (KRI) berpatroli untuk pengamanan Perairan Natuna, Kepulauan Riau, hingga Senin (6/1).
Berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut, The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, perairan Natuna merupakan wilayah ZEE Indonesia. China tidak memiliki hak apa pun atas perairan tersebut.
Namun China secara sepihak mengklaim kawasan itu, masuk ke dalam wilayah mereka, dengan sebutan Nine Dash Line (sembilan garis putus-putus). (Nofanolo Zagoto)