c

Selamat

Jumat, 19 April 2024

NASIONAL

29 Juli 2020

19:18 WIB

Awas, Banyak Eksploitasi Anak Melalui Medsos

Orang tua harusnya mendampingi dan membatasi anak menggunakan gawai

Editor: Agung Muhammad Fatwa

Awas, Banyak Eksploitasi Anak Melalui Medsos
Awas, Banyak Eksploitasi Anak Melalui Medsos
lustrasi penggunaan berbagai aplikasi media sosial. Freepik/dok

JAKARTA – Hati-hati menggunakan media sosial. Ini sudah common dan sering diingatkan banyak pihak. Namun, memang benar jika ini perlu diingatkan berulang. Komisioner Bidang Traficking dan Eksploitasi Anak Komisi Perlindungan Anak Indonesia Ai Maryati Solihah kembali mengingatkannya, terkait dengan kemungkinan eksploitasi anak melalui media sosial, termasuk eksploitasi seksual.

"Dalam satu kasus, eksploitasi dilakukan sangat sistematis dalam menjadikan anak sebagai korban. Anak dieksploitasi, direkam, kemudian rekamannya disebarluaskan," kata Ai dalam diskusi daring menyambut Peringatan Hari Dunia Antiperdagangan Orang di Jakarta, Rabu (29/7).

Bentuk-bentuk eksploitasi seksual berbasis daring antara lain pemanfaatan anak untuk tujuan pornografi; grooming dan sexting, yaitu perkenalan di dunia maya dengan anak menggunakan identitas palsu kemudian membujuk anak bertukar foto bermuatan pornografi; dan sextortion, yaitu pemerasan kepada anak secara siber sebagai kelanjutan dari grooming dan sexting dengan menggunakan foto bermuatan pornografi anak sebagai ancaman.

KPAI mencatat dalam persoan perdagangan orang dan eksploitasi, anak menjadi korban pelacuran menempati urutan tertinggi. Salah satu modus menyasar anak-anak untuk dieksploitasi secara seksual dan diperdagangkan adalah melalui media sosial. Tendensi sama juga ada pada pornografi dan kejahatan siber yang melibatkan anak.

Menurut sistem data KPAI, pada 2018 terdapat 116 anak menjadi korban kejahatan seksual daring, 96 anak menjadi pelaku kejahatan seksual daring, 134 anak menjadi korban pornografi di media sosial, dan 112 anak menjadi pelaku kepemilikan media pornografi.

"Data dan kasus yang terungkap ke publik itu lebih kepada fenomena gunung es. Faktanya pasti lebih banyak kasus yang terjadi," tuturnya.

Indonesia sendiri sudah memiliki sejumlah peraturan perundang-undangan terkait pelindungan anak dari tindakan eksploitasi. Peraturan tersebut antara lain Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2012 tentang Protokol Opsional Konvensi Hak Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak.

Kemudian, juga ada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pelindungan Anak, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 

Namun, meski banyak perundangan itu, setiap warga negara harusnya tetap berhati-hati terhadap pelaku kejahatan itu.

Dampingi Anak
Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Edi Santoso pada kesempatan berbeda, mengingatkan hal sama. Dia menekankan pentingnya menumbuhkan daya literasi digital pada anak agar dapat memanfaatkan internet secara sehat.

"Orang tua perlu menumbuhkan daya literasi digital pada anak, yakni mengedukasi, bagaimana memanfaatkan internet secara sehat," katanya, dikutip dari Antara, di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.

Koordinator Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Unsoed tersebut juga menambahkan bahwa hal itu bisa dilakukan jika orang tua mengetahui dan menyadari karakteristik internet sebagai media komunikasi.

Dia mengatakan, selama masa pandemi ini anak-anak akan lebih banyak berinteraksi dengan media internet. Karenanya, peran orang tua menjadi lebih dominan, karena akses dan kontrol konten seharusnya memang lewat orang tua. Pendampingan orang tua terhadap anak saat mengakses internet menjadi lebih mendesak apabila anak mereka masih duduk di bangku sekolah dasar atau sekolah menengah.

"Ada beberapa fitur yang mungkin bisa membantu misalnya untuk media sosial seperti tertentu bisa diaktifkan aplikasi untuk menyaring konten, namun yang lebih efektif tetaplah pendampingan dan pengawasan dari orang tua secara langsung," katanya.

Dia juga menyarankan, orang tua juga perlu memberikan batas waktu bagi anak-anak mereka saat sedang mengakses internet. (Rikando Somba)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar