02 Juli 2025
20:30 WIB
Zohran Mamdani, Angin Segar Kota New York
Dianggap sebagai minoritas, apa yang diperjuangkan Zohran Mamdani untuk kesetaraan sosial warga New York terus membuahkan hasil. Sampai akhirnya menuju kursi wali kota.
Penulis: Gemma Fitri Purbaya
Editor: Rikando Somba
Zohran Kwame Mamdani.VRT/creativecommons/Wiki
Dalam sebuah cuplikan video, tampak seorang pria berkemeja putih dengan lahap menyantap nasi dengan tangan kosong, tanpa alat makan. Sambil bersantai, dia berbincang dengan kamera yang ada di hadapannya.
Viral. Video yang diunggah di akun media sosial X itu telah ditonton sebanyak 25,9 juta kali per Selasa (1/7), sejak pertama kali dirilis pada Senin (30/6). Komentar beragam muncul dari unggahan video tersebut. Tidak sedikit yang mencibir. Banyak pula yang membela si pria.
Salah satu akun media sosial bahkan berkomentar, "Seseorang yang makan dengan tangan mereka seperti ini seharusnya tidak diperbolehkan ada di politik Amerika". Komentar tersebut dilihat oleh 25,6 juta orang dan disukai oleh 28 ribu pengguna di Juni 2025 ini.
Namun ada pula pengguna lain yang membalas cibiran tersebut, seraya membela. Komentar tersebut kebanyakan mengkritisi kebiasaan orang Amerika yang makan makanan seperti pizza, taco, kentang goreng, sampai sayap ayam menggunakan tangan sama halnya pria itu.
Lantas, kenapa pria tersebut mendapat komentar negatif?
Si pria ini bernama Zohran Mamdani. Dia adalah figur muda kontroversial yang maju dalam pencalonan wali kota New York, Amerika Serikat, dari Partai Demokrat. Usianya masih sangat muda, 33 tahun.
Mamdani sukses mengantongi 56% suara, mengalahkan pesaingnya dalam pemilihan pendahuluan Partai Demokrat untuk walikota, salah satunya Andrew Cuomo yang banyak dijagokan oleh banyak orang.
Kemenangan ini rupanya menjadi angin segar bagi warga New York, lantaran memiliki kandidat yang mempunyai visi misi sesuai dengan keinginan mereka. Namun tidak dimungkiri, kemenangannya ini juga banyak mendapat reaksi tidak menyenangkan.
Paling mencolok adalah komentar dari sang Presiden Amerika Serikat sendiri, Donald Trump. Dalam wawancara bersama media seperti dikutip dari Just Jared, Trump mengatakan akan menangkap Mamdani dan mengawasi gerak-geriknya demi keamanan negara, karena menganggap Madani tinggal di Amerika secara ilegal.
"Banyak orang bilang dia di sini secara ilegal. Kalau begitu, kita harus menangkapnya," kata Trump.
Ini bukan pertama kali Trump berkomentar negatif terhadap Mamdani. Sebelumnya, dalam sebuah tayangan televisi bersama Fox News, Trump pernah menuduh Mamdani sebagai seorang komunis.
"Dia seorang komunis da akan menjadi wali kota New York. Dia orang gila radikal sayap kiri," komentar Trump dalam siaran live tersebut saat mendengar Mamdani tidak suka dengan ICE (Immigration and Customs Enforcement), badan yang kerap merazia imigran.
Bukan tanpa alasan, Mamdani ingin melindungi hak-hak imigran yang masih sering tersisihkan. Dalam kampanyenya, Mamdani bahkan berjanji untuk melindungi imigran sekalipun mereka tanpa dokumen sehingga menentang intervensi pameran.
Dia beranggapan ICE merupakan bentuk teror terhadap masyarakat, khususnya pelayanan yang dilakukan secara agresif dan tanpa pemberitahuan. Maka itu, dia menolak ICE sebagai bentuk perlawanan agar penegakan hukum.
"Pernyataan dia (Trump) tidak merepresentasikan serangan pada demokrasi kita, tetapi juga upaya mengirim pesan pada setiap warga New York yang menolak untuk bersembunyi dalam bayangan, jika kalian berbicara, mereka akan mendatangi Anda. Kami tidak akan menerima intimidasi ini," respon Mamdani.
Dari Penyanyi Hip-hop ke Penasehat Perumahan
Mamdani lahir di Kampala, Uganda. Ayahnya, Mahmood Mamdani, merupakan ekspatriat India yang mengajar di Universitas Columbia, sementara ibunya Mira Nair, merupakan sutradara film kebangsaan India. Dengan latar belakang itu, darah India melekat pada Mamdani yang dibesarkan dengan nilai-nilai Islam keluarganya.
Pada usia 5 tahun, keluarganya pindah dari Kampala ke Cape Town, Afrika Selatan mengikuti sang ayah bekerja. Namun kehidupan mereka di Cape Town cukup singkat, karena dua tahun setelahnya, mereka pindah ke New York.
Mamdani kemudian kuliah di Bowdoin College, Maine, mengambil jurusan Studi Afrika. Ketertarikannya pada politik sudah tumbuh sejak di masa kuliah, di mana ia mendirikan chapter Students for Justice in Palestine, sebuah kelompok mahasiswa di kampusnya.
Students for Justice in Palestine sendiri merupakan sebuah organisasi aktivis mahasiswa Amerika Serikat dan Kanada yang mendukung Palestina. Alasannya, dia meyakini, perlu ada aksi nyata yang memberikan dukungan ketimbang memperbanyak orasi.
Berjalannya waktu, dia bersama teman semasa kecilnya, Abdul Bar Hussein, membentuk duo hiphop. Keduanya memakai nama panggung Young-Cardamamom dan HAB. Duo ini mempunyai kepekaan terhadap komedi-politik, dengan lirik lagu yang mengingatkan orang-orang terhadap Das Racist.
Single pertama mereka bertajuk "Kanda (Chap Chap)", yang merupakan ode untuk chapati. Setelahnya, mereka meluncurkan "Sidda Mukyaalo", yang merupakan album hip-hop untuk meningkatkan kesadaran sosial dalam enam bahasa berbeda agar lebih inklusif.
Duo Young-Cardamamom dan HAB juga membuat lagu orisinil untuk film Queen of Katwe berjudul "#1 Spice", yang dibintangi oleh Lupita Nyong'o dan David Oyelowo, dan disutradarai oleh ibu Mamdani.
Setelah menyelesaikan karier musiknya, Mamdani bekerja menjadi penasehat perumahan di Chhaya CDC.
Di CDC, dia fokus membantu komunitas Asia Selatan dan Indo-Karibia di Queens. Pekerjaannya ini mengedukasi calon pembeli rumah tentang manajemen anggaran, pengelolaan kredit, dan proses pembelian agar mereka bisa membeli rumah pertama dengan aman dan stabil.
Selain itu, dia juga mengintervensi tahap awal saat warga berisiko kehilangan rumah akibat penyitaan. Dia juga membantu kaum imigran memahami hak-hak penyewa melalui lokakarya, membentuk tenant union atau persatuan penyewa, dan melaporkan praktik ilegal dari pemilik lahan.
Mulai dari sini, jiwa sosialnya tergerak, sampai akhirnya memutuskan untuk mencoba terjun ke dunia politik.
Di 2015, Mamdani menjadi relawan untuk kampanye Ali Najmi yang mencalonkan diri menjadi dewan kota New York distrik 23. Najmi sendiri merupakan pengacara yang aktif dalam isu-isu hak sipil, dan salah pendiri Muslim Democratic Club of New York (MDCNY), organisasi politik muslim progresif pertama di New York. Sayangnya, Najmi kalah.
Dua tahun berselang. Mamdani bergabung dengan DSA (Democratic Socialists of America) karena merasa politik arus utama dianggap kurang progresif. Dia terinspirasi oleh tokoh-tokoh seperti Bernie Sanders dengan semangat gerakan anti-kemapanan, pro-rakyat kecil, dan anti-korporat.
Dia juga sempat bekerja untuk pastor Lutheran Khadeer El-Yateem, orang Amerika-Palestina yang mencalonkan diri untuk menjadi dewan kota di Bay Ridge. Namun, El-Yateem juga kalah.
Kegagalan tersebut membuat Mamdani kecewa dan menuangkannya dengan merilis lagu solo berjudul "Nani", lagu whisper-rap yang juga sebuah penghormatan untuk neneknya. Video musik "Nani" dibintangi oleh legenda kuliner Madhur Jaffrey yang mengenakan beret berwarna kuning sambil mengucapkan lirik, "Bertahan lebih lama dari semua orang, semua pembenciku. Tidak mengenalku sekarang, maka kamu tidak akan pernah mengenalku nanti."

Terjun ke Dunia Politik
Pada 2020, Mamdani mencalonkan diri menjadi Dewan Perwakilan Negara Bagian New York mewakili distrik 36, Queens, termasuk kawasan Astoria. Dia menantang petahana Demokrat, Aravella Simotas dalam pemilihan primer Partai Demokrat.
Kampanyenya didukung oleh relawan, DSA, dan pendukung lokal. Dia bahkan menolak dana dari korporasi atau pelobi. Fokus kampanyenya kala itu meliputi transportasi publik gratis, perumahan sebagai hak warga sipil, reformasi imigrasi, dan pajak lebih adil untuk orang kaya.
Kampanyenya berhasil menarik hati rakyat. Mamdani sukses mengalahkan petahana Simotas dalam pemilihan primer dan menjabat anggota New York State Assembly pada Januari 2021.
Negosiasi anggaran 2021 menjadi medan pertempuran pertama dan utama Mamdani bersama DSA, dengan anggota Partai Demokrat lainnya. Mamdani mengusulkan kenaikan pajak perusahaan dan individu kaya. Dia juga memperjuangkan dana untuk pekerja tidak berdokumen dan orang yang tidak menerima bantuan pandemi dari federal.
Namun orang-orang Demokrat moderat menolak usulan ini. Dari sana terjadilah ketegangan.
Rekan Mamdani di DSA, Marcella Mitaynes melakukan mogok makan selama 15 hari atas penolakan ini. Sementara Mamdani mempelopori aksi tidur di ruang perang Capitol sebagai taktik memberikan tekanan.
Akhirnya usulan mereka mendapat persetujuan, meskipun nilai anggaran berbeda dari yang diajukan. Sebelumnya mereka mengajukan US$3,5 miliar, tetapi yang diberikan hanya US$2,1 miliar.
Sebagai anggota legislatif, Mamdani selalu memiliki ide untuk menarik perhatian suatu masalah agar lebih banyak orang peduli. Semisal, membuat film parodi yang menceritakan petugas pemadam kebakaran yang tidak dapat menolong seseorang karena tidak memiliki premi asuransi yang tepat, ataupun video saat menaiki taksi yang supirnya memiliki saudara yang meninggal akibat bunuh diri karena terjebak utang.
Kala itu, Aliansi Pekerja Taksi New York tengah memperjuangkan keringanan utang ratusan juta dari kota, Mamdani pun turun tangan membantu memberikan dukungan, meskipun sempat tertangkap polisi karena menghalangi lalu lintas di Broadway.
Mencalonkan Wali kota
Kemenangan terbesarnya sebagai legislatif terjadi pada akhir 2022. Ketika memperkenalkan Rancang Undang-Undang (RUU) yang mencakup pembekuan tarif, penerapan layanan enam menit di kereta bawah tanah, dan penerapan bus kota gratis secara bertahap selama empat tahun.
Sayangnya, Gubernur dan para pemimpin tidak terlalu antusias dengan RUU itu sehingga tidak dimasukkan ke dalam proposal anggaran 2023.
Tidak putus asa, Mamdani mengirim pesan pada wali kota New York, Eric Adams dan melakukan janji temu. Adams tertarik dengan gagasan penggratisan layanan bus, meskipun para staf tidak menyukai ide tersebut. Setelah dipertimbangkan matang-matang, Adams pun setuju.
Anggaran 2023 keluar dan mereka mulai menjalankan proyek perdana bus kota gratis dengan lima trek selama satu tahun. Program tersebut sukses besar dan sangat menguntungkan, khususnya bagi mereka yang memiliki gaji rendah.
Kekerasan pada supir bus pun mengalami penurunan selama program tersebut dijalankan. Sayangnya, program bus kota gratis ini dihentikan dan tidak dimasukkan pada anggaran 2024, Artinya, hanya berjalan satu tahun.
Pada Oktober 2024, Mamdani mengumumkan untuk mencalonkan diri menjadi wali kota New York yang akan dilakukan pada 2025. Kampanyenya termasuk mendukung bus kota gratis dan pembekuan sewa di perumahan. Dia juga menginginkan ada lima toko kelontong di setiap satu wilayah untuk menurunkan harga bahan pangan.
Bukan itu saja, dia juga mendukung reformasi keselamatan publik dan menaikkan upah minimum menjadi US$30 pada 2030. Mamdani juga berniat menaikkan pajak pada perusahaan dan individu yang memiliki penghasilan tahunan di atas US$1 juta.
Banyak orang yang tidak percaya Mamdani bisa meraih hati warga New York, apalagi saingannya adalah Cuomo. Ditambah, dia merupakan seorang muslim, berkebangsaan Amerika-India yang merupakan kelompok minoritas di negara Paman Sam.
Selama masa kampanye, tidak sedikit dia black campaign diluncurkan kepadanya. Dari menjulukinya "teroris", "simpatisan Hamas", sampai ancaman deportasi karena agama, latar belakang, dan dukungannya terhadap Palestina. Tidak hanya oleh lawan, sekelas Presiden seperti Donald Trump mencemoohnya, bahkan mengatainya sebagai seorang komunis.
Namun di luar dugaan, selama masa kampanye, polling Mamdani hanya beda tipis dari Cuomo. Malah pada tanggal 1 Juli 2025, Mamdani memenangkan kandidasi Partai Demokrat.
Mamdani melangkah ke pencalonan wali kota New York yang akan diadakan pada akhir tahun 2025. Apabila terpilih, Mamdani akan menjadi orang Amerika-India pertama, muslim pertama, dan milenial pertama yang menjadi wali kota New York.