05 November 2024
08:18 WIB
Tidak Semua Benjolan Di Payudara Adalah Kanker, Tapi Jangan Abai
Disebutkan bahwa hanya sekitar 15% benjolan di payudara yang menjadi kanker. Namun demikian, jangan pernah mengabaikan kondisi tersebut. Segera lakukan biopsi jika mendapati benjolan.
Penulis: Gemma Fitri Purbaya
Editor: Satrio Wicaksono
Ilustrasi alat deteksi kanker. Shutterstock/Serhii Bobyk
JAKARTA - Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker dengan angka kejadian paling tinggi di dunia. Data Global Burden of Cancer Study (GLOBOCAN) di 2022 menunjukkan ada lebih dari 66 ribu kasus kanker payudara di Indonesia, dengan angka kematian mencapai 30% dari jumlah kasus tersebut.
Salah satu penyebabnya adalah masih banyak pasien yang takut untuk melakukan deteksi dini kanker payudara. Akibatnya, pasien baru datang berobat saat sudah di stadium lanjut atau ketika kanker payudara sudah menyebar ke organ lain. Peluang keberhasilan pengobatan pun menjadi rendah.
Padahal memeriksa payudara sendiri (Sadari) adalah cara paling mudah untuk deteksi dini pada kanker payudara. Jika ditemukan adanya benjolan atau perubahan pada payudara, baik di tekstur kulit maupun bentuk puting, maka seseorang perlu curiga ada masalah kesehatan pada payudaranya.
Sayangnya, masih banyak masyarakat yang paham mengenai hal itu. Akibatnya saat terjadi perubahan pada payudara atau ditemukan benjolan, mereka akan membiarkannya begitu saja.
Diungkapkan oleh koordinator pelayanan kanker terpadu RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dr. Soehartati Argadikoesoema, jika ditemukan adanya benjolan pasien harus segera dirujuk ke rumah sakit untuk dilakukan biopsi.
"Perlu dipahami, tidak semua benjolan pada payudara itu kanker payudara. Hanya 15% saja benjolan yang menjadi kanker. Kalau hasil biopsi adalah kanker, baru ditentukan stadiumnya. Dari sana, dokter bisa mengikuti guideline nasional untuk pengobatan pasien," kata dr. Tati dalam konferensi pers Asosiasi Advokasi Kanker Perempuan Indonesia (A2KPI) di Jakarta.
Semisal, apakah pasien perlu menjalani operasi, radioterapi, terapi sistemik, terapi kombinasi, atau lainnya. Semua tindakan dilakukan berdasarkan stadium yang dimiliki oleh pasien dan mengikuti guideline nasional untuk pasien kanker payudara.
Selain itu, pasien juga tidak perlu khawatir karena penanganan kanker payudara ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
"Semua itu dibiayai oleh BPJS, makanya pasien tidak perlu khawatir. Namun lebih baik sedini mungkin segera diobati agar biaya yang dikeluarkan juga tidak terlalu besar dan keberhasilan pengobatan juga tinggi. Semakin lama diobati, peluang keberhasilan pasien pun semakin kecil," timpal dr. Tati.
Pemerintah sendiri melalui Kementerian Kesehatan akan melaksanakan program pemeriksaan kesehatan gratis, termasuk di dalamnya untuk deteksi dini kanker payudara.
Program pemeriksaan kesehatan itu bisa dirasakan nantinya saat warga negara berulang tahun. Dengan demikian diharapkan, prevalensi kanker payudara stadium lanjut bisa menurun sehingga beban negara untuk mengatasi kanker payudara juga berkurang.