c

Selamat

Senin, 17 November 2025

KULTURA

11 Oktober 2021

19:19 WIB

Riri Riza, Pandemi dan Film “Paranoia”

Di film "Paranoia", sutradara sekelas Riri RIza harus kembali belajar tentang film dan produksinya. Sebab, genre film ini berbeda 180 derajat dari film-film garapannya terdahulu

Penulis: Andesta Herli Wijaya

Editor: Satrio Wicaksono

Riri Riza, Pandemi dan Film “Paranoia”
Riri Riza, Pandemi dan Film “Paranoia”
Tangkapan layar Riri Riza dan Mira Lesmana dalam sesi konferensi pers daring film “Paranoia”, Senin (11/10). Sumber foto: dokumen pribadi.

JAKARTA – Sutradara Riri Riza kembali menyapa penikmat sinema Indonesia lewat film terbarunya bersama produser Mira Lesmana, “Paranoia”. Ini menjadi film yang spesial, karena merupakan karya pertama Riri Riza yang bergenre drama-thriller.

Genre thriller merupakan sesuatu yang jauh berbeda dari bentuk karya-karya Riri Riza dan Mira Lesmana selama ini. Karya Riri maupun Mira yang bernaung di bawah Miles Films, umumnya bergenre drama dan romantisme. Tampak dari beberapa film seperti “Gie”, “Laskar Pelangi”, “Sang Pemimpi hingga”, “Ada Apa dengan Cinta?” dan “Ada Apa dengan Cinta? 2”.

Produksi film thriller adalah suatu tikungan genre yang mengejutkan pada Riri Riza. Dan pergeseran genre di film "Paranoia" itu menurut Riri sendiri ada kaitannya dengan situasi pandemi.

Riri menjelaskan, pandemi membawa banyak perubahan pada berbagai sektor kehidupan, termasuk di ranah sinema. Situasi yang serba tidak menentu, penuh kecemasan serta penuh keterbatasan membuat sineas harus banyak beradaptasi dan menemukan formula-formula kerja yang baru.

“Pandemi ini sebenarnya pendorong, salah satu motivasi yang paling kuat, karena tiba-tiba irama hidup kita berubah, banyak hal yang tidak kita mengerti, dan itu melahirkan rasa takut, rasa tegang, itu yang kemudian kita berpikir dalam waktu yang singkat,” ungkap Riri dalam sesi konferensi pers daring "Paranoia", Senin (11/10).

Dari situ, Riri bersama-sama dengan Mira Lesmana bersepakat untuk menggarap film di wilayah thriller. Selain karena ketegangan genre thriller relevan dengan kondisi tegang dan mencekam masa pandemi, sehingga dengan begitu berpotensi untuk mudah diterima penonton, proses produksi film genre tersebut pun lebih bisa disesuaikan dengan ketatnya pembatasan di masa pandemi.

Riri mengatakan bahwa film bergenre thriller adalah jenis yang paling efektif untuk diproduksi di masa pandemi.

“Karena banyak plan-plan yang besar pada Miles tahun lalu yang harus kita kerjakan tapi tiba-tiba tidak mungkin, dan pendekatan ini ternyata sesuatu yang sangat efektif, yang mungkin kita kerjakan dalam kondisi yang ketat,” ujar dia.

Dalam momen yang sama, Riri merasa mengalami banyak hal baru dalam menggarap film “Paranoia”. Ia mengaku banyak belajar lagi tentang film dalam proses produksinya, sebab harus berhadapan dengan sekuel-sekuel aksi, serta bersiasat dengan efek-efek pencahayaan untuk menangkap lanskap-lanskap ruangan gelap dalam adegan-adegan film.

Ia mengaku menikmati seluruh proses penggarapan film “Paranoia”, bahkan berharap bisa kembali memproduksi film genre yang sama di kemudian hari. Bagi Riri, setiap proses produksi adalah ruang untuk belajar kembali.

“Saya merasa ini wilayah baru yang menyenangkan, mudah-mudahan ada kesempatan lagi,” ucapnya.

Pengumuman film terbaru dengan genre thriller dari Riri Riza-Mira Lesmana memicu pertanyaan-pertanyaan di benak penonton ataupun pengamat perfilman. Apakah “Paranoia” merupakan langkah awal Miles Films untuk mencebur lebih dalam ke genre seputar thriller, misalnya horor?

Terkait itu, produser Mira Lesmana menjawab: tidak. Senada dengan Riri, Mira menilait genre thriller adalah bentuk yang paling tepat bagi mereka di masa pandemi. Sebagai informasi, “Paranoia” sendiri diproduksi pada tahun 2020 lalu.

Nevers say never, tapi at this point, kayaknya kalau bukan untuk itu sih (memulai horor). Tapi ya never say never,” ucap Mira.

Di genre ini, Mira dan Riza merasa bisa menciptakan film secara optimal meski dalam ruang gerak yang lebih terbatas, dengan area syuting yang tidak terlalu luas namun cukup beragam, serta manajemen protokol kesehatan yang baik.

“Kita selain mencoba membuat sebuah cerita yang kuat, kita bisa mengontrol jumlah lokasinya tapi yang paling penting tentu adalah bagaimana caranya para aktor kita itu bisa merasa nyaman untuk menjalankan produksi ini. Dan dengan protokol yang sangat ketat ternyata bisa,” pungkasnya.

Bonus Pra Tayang: 4 Nominasi FFI 2021
“Paranoia” berkisah tentang Dina (diperankan Nirina Zubir) yang melarikan diri dari suaminya, Gion (Lukman Sardi). Ia diburu karena selain lari bersama anak mereka, Laura (Caitlin North Lewis) juga membawa sebuah barang berharga.

Dalam persembunyian itu, seorang pria tak dikenal bernama Raka (Nicholas Saputra) muncul dan mengusik hubungan Dina dan Laura. Dari sinilah, rentetan adegan menegangkan serta adegan aksi bermunculan, yang bersamaan dengan kesan-kesan sinematiknya mempertajam warna thriller pada film.

Belum resmi tayang, film “Paranoia” sudah diganjar empat nominasi di ajang Festival Film Indonesia (FFI) 201, yaitu untuk kategori Film Panjang Terbaik, Pemeran Utama Perempuan Terbaik untuk Nirina Zubir, Sutradara Terbaik, serta Penata Suara Terbaik.

Sutradara mengatakan, masuknya “Paranoia” ke dalam empat kategori nominasi FFI merupakan bonus bagi seluruh kru film.

“Yang paling penting itu pengalaman bekerja selalu menyenangkan, selalu sama produser diaturin ketemu orang-orang yang keren dan asyik. Jadi itu saja sudah reward, dan tadi malam dapat bonus, so terima kasih,” ucap Riri.

Film “Paranoia” dijadwalkan mulai tayang di bioskop Tanah Air mulai 11 November mendatang. Film ini merupakan film Indonesia kedua yang tayang di bioskop di masa pembukaan kembali bioskop-bioskop Tanah Air, setelah film animasi “Nussa” yang akan tayang mulai 14 Oktober. Penayangan di bioskop ini sekaligus bentuk dukungan untuk kebangkitan kembali bioskop di masa pandemi.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar