24 Mei 2024
15:22 WIB
Perlu Solusi Penanganan Sampah Popok Dan Pembalut
Kesadaran masyarakat untuk melalukan pemilahan sampah masih rendah, termasuk popok dan pembalut. Padahal kedua limbah tersebut tidak benar-benar bisa terdegradasi.
Editor: Satrio Wicaksono
Ilustrasi bayi mengenakan popok. Freepik
JAKARTA - Popok dan pembalut merupakan limbah rumah tangga yang turut berkontribusi terhadap dampak pencemaran lingkungan. Karenanya, diperlukan penanganan yang lebih serius.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lies Indriati mengatakan perlu langkah pengurangan dan penanganan terhadap kedua jenis sampah tersebut, mengingat dampaknya kepada lingkungan, termasuk mendorong daur ulang dan pemanfaatan kembali.
Dirinya menjelaskan, pada sebuah studi yang dilakukan di tahun 2021 memperlihatkan potensi penggunaan popok bayi mencapaii 17,44 juta per hari, yang dapat menghasilkan limbah 3.488 ton per hari.
Peneliti Madya di Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih (PRLTB) BRIN itu juga mengungkapkan, potensi sampah pembalut mencapai 42.000 ton per bulan. Angka tersebut berdasarkan populasi wanita usia subur pada 2022 yang mencapai 73,44 juta orang, dengan penggunaan 1.151,2 juta pembalut per bulan.
"Beban lingkungan yang ditimbulkan produk ini karena pada dasarnya desain produknya sekali pakai, jadi langsung dibuang setelah digunakan. Dibuang ke lingkungan sehingga menimbulkan risiko bagi pencemaran lingkungan," ujarnya, seperti dikutip dari Antara, Jumat (24/5).
Lebih lanjut dirinya menyoroti masih banyak yang tidak melakukan pemilahan dalam proses pembuangan kedua produk tersebut. Ditambah lagi, sistem pengelolaan sampah yang terjadi saat ini belum mempertimbangkan jenis sampah produk penyerap higienis, baik terkait kesadaran petugas maupun ketersediaan saran dan prasarana pengelolaan sampah yang tepat.
"Kalau dibuang ke alam sebenarnya bisa terdegradasi oleh cahaya, tetapi karena dia masuk ke landfill dan terkubur di dalam tanah maka tidak bersentuhan dengan cahaya, sehingga mungkin perlu waktu yang lebih lama untuk terdegradasi," katanya.
Lies menuturkan, menurut literatur diperlukan sekitar 500 sampai 800 tahun dan tidak benar-benar terdegradasi terutama ketika memiliki bahan polimer.
Untuk itu perlu dikembangkan bahan produk penyerap higienis sekali pakai yang ramah lingkungan. Selain perlu juga dilakukan pengurangan dan penanganan sampah.
"Untuk produk sampah popok atau pembalut dimanfaatkan kembali secara langsung tidak mungkin, tapi yang bisa dilakukan adalah membatasi sampah dengan mengedukasi menggunakan produk yang reuseable," jelasnya.
Sebelum masuk ke TPA, jelasnya, produk seperti popok dapat didaur ulang materinya, terutama karena memiliki bahan yang terbuat dari plastik.