c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

09 Oktober 2021

14:31 WIB

Perempuan Disebut Lebih Rentan Terjerat Pinjol

Stigma-stigma negatif kepada para peminjam pinjol ini yang kemudian menambah beban psikologis.

Penulis: Chatelia Noer Cholby

Editor: Satrio Wicaksono

Perempuan Disebut Lebih Rentan Terjerat Pinjol
Perempuan Disebut Lebih Rentan Terjerat Pinjol
Sejumlah anak membaca bersama di dekat dinding bermural di kawasan Tempurejo, Surabaya, Jawa Timur. Antara foto/dok

JAKARTA - Beberapa tahun belakangan ini, pinjaman online atau pinjol menjadi istilah yang kerap terdengar di telinga. Sudah banyak kasus dan kisah di masyarakat tentang sistem hutang yang satu ini. Meski didominasi dengan cerita-cerita yang tidak mengenakkan.

Iming-iming kemudahan untuk mendapatkan pinjaman dana, tentu menjadi "penggoda" sebagaian orang yang memang sangat membutuhkan. Tak perlu repot-repot menyiapkan sederet berkas, sekarang tinggal foto selfie dengan identitas KTP, uang bisa langsung masuk ke rekening secepat kilat.   

Nah, di saat itulah seseorang mulai masuk ke dalam "lingkaran setan". Alih-alih mendapatkan uang untuk memudahkan hidup, berbagai ancaman siap menerkam kepada peminjam yang tidak siap dengan aturan main si pinjol. Dalam hal ini pinjol-pinjol ilegal. 

Dosen Sosiologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Wahyu Kustiningsih mengatakan, perempuan adalah kelompok yang rentan terjerat pinjaman online. Apalagi dengan situasi pandemi covid-19 sekarang ini.

"Sebab, di masa normal saja mereka sudah rentan. Tentunya, pandemi ini semakin menambah beban perempuan," tuturnya dikutip dari laman resmi UGM, Sabtu (9/10).

Seperti diketahui, kondisi pandemi sekarang ini membuat banyak orang yang mengalami permasalahan ekonomi. Tidak sedikit pula bagi kaum perempuan, terutama ibu rumah tangga harus menerima kenyataan suaminya mengalami pendapatan yang turun.

Bahkan, beberapa dari mereka pun harus kehilangan mata pencahariannya karena menjadi korban PHK. Padahal, kebutuhan hidup keluarga setiap harinya terus meningkat. "Kondisi ini menjawab alasan mayoritas perempuan, terutama di pedesaan jadi korban pinjol," imbuhnya.

Wahyu mengungkapkan, pinjol menjadi jalan pintas untuk mengatasi permasalah yang ada di depan mata. Salah satu alasannya, bisa mendapat pinjaman dengan syarat dan ketentuan yang mudah. Apalagi, proses pencairan dananya bisa dikatakan cepat.

Tentunya, berbeda dengan pinjaman di bank yang membutuhkan persyaratan cukup rumit. Kemudian, proses pengajuannya pun tergolong memakan waktu panjang. "Dalam kondisi keterdesakan ekonomi, masyarakat pun lebih memilih pinjol sebagai jalan pintas penyambung hidup," katanya.

Menurut Wahyu, disaat terjerat pinjol ini kemudian muncul stigma-stigma negatif di masyarakat. Mulai dari dinilai tak mampu mengelola keuangan dengan baik, dianggap konsumtif, hingga tukang utang.

Sosiolog dari UGM ini pun mengutarakan, stigma-stigma yang muncul tersebut dapat membuat perempuan korban pinjol semakin tertekan. Hingga akhirnya mereka memilih bunuh diri karena tidak kuat menahan malu. 

Dengan kejadian ini, Wahyu menyarankan agar supporting system di lingkungan masyarakat lebih diperkuat. Sebab, lingkungan seperti itu dapat membuat korban pinjol mendapat dukungan atau bantuan dalam mencari solusi.

"Masyarakat bisa menginisiasi gerakan bersama menghadapi krisis ini dengan cara membangun kelompok usaha kecil. Lewat cara itu, mereka dapat bersama-sama menambah penghasilan dan lepas dari jeratan pinjol ," pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar