27 April 2024
12:49 WIB
Penyair Joko Pinurbo Meninggal Dunia di Usia 61 Tahun
Dengan nama pena Jokpin, Joko Pinurbo adalah salah satu penyair terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Puluhan buku puisi telah diterbitkan sejak tahun 80-an silam.
Penulis: Andesta Herli Wijaya
Editor: Satrio Wicaksono
Penyair Joko Pinurbo tutup usia. Sumber foto: Instagram/ @jokpin.jogja.
JAKARTA - Kabar duka menyelimuti dunia sastra tanah air. Joko Pinurbo, penyair yang telah berjasa mendekatkan puisi pada banyak penikmat muda, meninggal dunia pada Sabtu (27/4) pagi di Yogyakarta.
Kabar meninggalnya Joko Pinurbo atau yang juga sering disebut Jokpin meramaikan jagat media sosial hari ini, termasuk di platform X yang menjadi ruang belasungkawa bagi banyak koleganya sesama sastrawan, seniman, juga para pembaca.
Mereka yang menuliskan ucapan belasungkawa mulai dari pengarang Eka Kurniawan, Intan Paramadhita, sejarawan Bonnie Triyana hingga musisi Ananda Sukarlan. Berbagai akun lembaga atau badan pun turut menuliskan ucapan dukua di cuitan X.
“Mas Jokpin, selamat jalan. Terima kasih Mas untuk kebersamaannya selama puluhan tahun, mempercayakan karya-karya Mas Jokpin di Gramedia Pustaka Utama,” tulis akun resmi penerbit Gramedia Pustaka Utama yang menerbitkan banyak buku puisi Joko Pinurbo.
Eka Kurniawan melepas Jokpin dengan memposting puisi pendek dari almarhum. Puisi berjudul “Doa Malam” bertanda tahun 2012. Puisi yang tak liris, menggambarkan karakter bahasa Jokpin yang memang khas. Bunyinya, ‘Tuhan yang merdu,/ terimalah kicau burung/ dalam kepalaku’.
Penyair Joko Pinurbo sebelumnya dikabarkan terbaring sakit di. Ia sempat menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Panti Rapih, sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhir.
Joko Pinurbo dikenal dengan nama penanya Jokpin, adalah salah satu penyair terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Kiprahnya panjang, dengan puluhan buku puisi yang telah diterbitkan sejak tahun 80-an silam.
Karya-karya Jokpin berbeda, keluar dari kecenderungan liris puisi-puisi Indonesia di semua zaman. Ia disebut-sebut telah menorehkan warna dan gaya tersendiri dalam dunia perpuisian tanah air. Puisi-puisinya adalah perpaaduan narasi, ironi dengan humor.
Kepiawaian Jokpin mengolah citraan puitik yang dekat dengan imaji awam, membuat puisi-puisinya mudah dinikmati. Bahasanya sederhana namun mampu memberi kesan yang tajam bagi pembaca. Metafora, oleh Jokpin, dibangun dari kata-kata keseharian, dengan hal-hal yang akrab bagi banyak orang, semisal telepon, celana, bulan, dan sebagainya.
Di balik kesederhanaan bahasanya, ada makna yang mendalam. Puisi-puisi Jokpin umumnya membuka ruang refleksi, tentang manusia, alam, juga relasi manusia dengan Tuhan. Puisi-puisi itu juga seringkali merespon banalitas di sekitar, tentang kota yang menelan percakapan sehingga hilang makna, atau hari-hari sibuk yang membuat banyak orang melupakan cinta bahkan Tuhan.
Buku-buku puisi Jokpin sebagian besarnya cukup populer dan dibaca secara luas. Beberapa di antaranya yakni Celana (1999), Di Bawah Kibaran Sarung (2021) Telepon Genggam (2003) Pacar Senja (2005), Kepada Cium (2007), dan Baju Bulan (2013).
Jokpin menerima penghargaan secara luas atas karya-karyanya. Termasuk Hadiah Sastra Lontar tahun 2001, Kusala Sastra Khatulistiwa di tahun 2005 dan 2007, hingga South East Asian (SEA) Write Award tahun 2016.