15 Agustus 2024
16:22 WIB
Patung Sultan Himayatuddin, Ikon Wisata Baru Di Baubau
Monumen Sultan Himayatuddin akan menjadi monumen pahlawan nasional yang dibanggakan di Sulawesi Tenggara.
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Rendi Widodo
Patung Sultan Himayatuddin di Baubau, Sulawesi Tenggara. Shutterstock/syarifjmt
JAKARTA - Baubau, wilayah yang memiliki julukan Kota Seribu Benteng kini memiliki ikon wisata baru yang berkaitan dengan perjuangan sekaligus tokoh nasional asal daerah tersebut dalam melawan kolonialisme Belanda di masa lampau, yakni Patung Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi.
Patung yang memiliki ketinggian sekitar 23 meter ini pertama kali dibangun pada bulan September 2022 lalu hingga akhirnya rampung secara total di akhir Juli kemarin.
Pembangunannya sendiri tentu merupakan bentuk penghormatan kepada sosok Sultan Himayatuddin yang oleh masyarakat setempat lebih dikenal juga dengan nama Oputa Yi Koo, sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan.
Patung Sultan Himayatuddin dibangun di titik lokasi yang strategis yakni di area pesisir teluk kota dengan posisi menghadap arah tenggelamnya matahari, dengan rupa tangan sebelah kanan yang menunjuk ke sebelah barat, sementara tangan satunya nampak memegang sebuah tongkat.
La Ode Djagur Bolu, seorang seniman lokal di Baubau merupakan sosok yang membuat sketsa dan desain Patung Sultan Himayatuddin. Dari hasil rancangannya, wisatawan yang berkunjung saat sore hari dapat menyaksikan kemegahan patung bak lukisan seseorang berlatar langit senja.
Arah tangan kanan patung nyatanya juga menunjuk ke arah biasanya datangnya kapal laut ke Pulau Baubau, posisinya yang dekat dengan pelabuhan transit menjadikan patung ini dapat dijumpai dengan mudah oleh para penumpang kapal-kapal Pelni yang hendak berlabuh menuju pelabuhan Kota Baubau.
Mengenal Sultan Himayatuddin
Sedikit menggali mengenai sosok Sultan Himayatuddin, pahlawan nasional satu ini merupakan Sultan Buton yang berkuasa dalam dua periode pada abad 18 di Kerajaan Buton. Detailnya pada periode pertama pada tahun 1751-1752 sebagai Sultan Buton ke-20, kemudian para periode kedua menjabat sebagai Sultan Buton ke-23 di tahun 1760-1763.
Sultan Himayatuddin dikenal sebagai sosok pemimpin yang sangat berani dan menentang keras kehadiran VOC. Padahal, para pemimpin sebelum dirinya menerima jalinan persekutuan dengan VOC untuk mengalahkan kerajaan Gowa dari Sulawesi Selatan.
Jatuhnya Kerajaan Gowa di tangan VOC menghasilkan suatu perjanjian yang alih-alih ikut menguntungkan Kerajaan Buton, justru ikut memberi dampak kerugian ekonomi pada masyarakat Buton.
Inti dari perjanjian yang dimaksud adalah meminta Kerajaan Buton untuk memusnahkan semua pohon cengkeh dan pala di seluruh wilayah tersebut, yang nantinya akan ditukar dengan uang 100 ringgit dari VOC setiap tahunnya.
Meski pada tahun 1763 Sultan Himayatuddin mengakhiri jabatannya di Kerajaan, perjuangan terus ia lakukan dengan bergerilya sampai akhir hidup di Bukit Siontapina, yang merupakan bukit dengan puncak tertinggi di Pulau Buton.
Menurut cerita yang tersebar dan hidup di kalangan masyarakat setempat, Sultan Himayatuddin bahkan sampai membangun benteng pertahanan di atas Bukit Siontapina untuk melindungi diri dari kejaran pasukan Belanda.
Belum dibuka untuk umum dan masih dalam tahap audit penyelesaian, monumen patung Sultan Himayatuddin rencananya baru akan diresmikan pada bulan September 2024 mendatang.