c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

27 Oktober 2025

11:36 WIB

"Pandir Wara" Primitive Monkey Noose, Suara Keras Dari Tanah Kalimantan

Band asal Batulicin, Kalimantan Selatan, Primitive Monkey Noose menyuarakan kemuakan atas fenomena sosial yang penuh sandiwara lewat lagu terbaru mereka, "Pandir Wara" yang berarti 'bacot doang'.

Editor: Andesta Herli Wijaya

<p id="isPasted">&quot;Pandir Wara&quot; Primitive Monkey Noose, Suara Keras Dari Tanah Kalimantan</p>
<p id="isPasted">&quot;Pandir Wara&quot; Primitive Monkey Noose, Suara Keras Dari Tanah Kalimantan</p>

Unit musik rock asal Kalimantan Selatan, Primitive Monkey Noose. Dok: demajors.

JAKARTA - Band rock asal Batulicin, Kalimantan Selatan, Primitive Monkey Noose memperkenalkan singel anyar berjudul "Pandir Wara". Sajian musik rock yang berenergi mengantarkan pesan mereka tentang fenomena sosial penuh sandiwara pada sebagian orang hari ini.

Bekerja sama dengan perusahaan rekaman asal Jakarta, demajors, lagu "Pandir Wara" melanjutkan proyek musik Primitive Monkey Noose yang getol merespon situasi sosial.  Judul lagu, menurut mereka, sebuah sarkas yang merujuk ke orang-orang yang pragmatis dan tak konsisten, berkata-kata tinggi namun hanya "bacot".

"Sekarang mudah kita menemukan di luar sana bahkan di sekeliling kita yang membuat kita harus bilang "Bacot,lu!", kira-kira dari hal-hal seperti inilah lagu ini dibuat," terang Primitive Monkey Noose dalam siaran resmi mereka, Senin (27/10).

Secara lirikal, "Pandir Wara" bermakna harfiah dan sarkas, secara harfiah dia hanya akan menjadi guyonan ala tongkrongan. Namu secara filosofis dia akan menjadi semacam pengingat akan dampak dari sesuatu yang tidak konsisten, sesuatu yang memperdayai, sesuatu yang penuh dengan kebohongan. Hal ini, juga bagian dari respon kondisi sosial politik dan bermasyarakat hari ini.

Secara musikal, "Pandir Wara" adalah cross-over genre lintas disiplin, memadukan energi rock dengan musik yang lebih ritmik ala musik ska. Suara yang sarkas disampaikan dengan warna musik yang riang, seolah mengajak pendengar untuk sekadar menertawakan sesuatu yang dibicarakan oleh lagu.

Baca juga: "Mencari", Refleksi Perjalanan Panjang Bangkutaman

Karya ini semakin menarik dengan sajian artwork yang dikerjakan oleh Reggy Dyanta, ilustrator asal Banjarmasin. Menurut Reggy, lagu ini mengundang pendengar untuk merenung: sampai sejauh mana kita berani bergerak, atau memilih tetap diam.

Terinspirasi dari energi musik Primitive Monkey Noose, karya artwork ini menjelmakan nilai dan kritik sosial terhadap beberapa masyarakat Banjar yang kerap terjebak dalam sikap pasif di tengah situasi yang membutuhkan pergerakan kolektif.  Katanya, banyak yang enggan melangkah keluar dari zona nyaman.

"Seekor Bekantan (Nasalis larvatus) berjubah berdiri memunggung di sebuah ranting. Sebagai primata endemik Kalimantan yang hidup berkoloni, kehadirannya membawa simbol keterikatan dengan komunitas," jelas Reggy.

Artwork Single 'Pandir Wara' dari Primitive Monkey Noose. demajors. 

Artwork ini menampilkan peristiwa yang dramatis, bekantan yang dihadapkan dengan seekorr ular besar.  Visual ini menurut Reggy sebuah simbol konfrontasi yang tak terelakkan, simbol pertarungan antara diam dan perlawanan, antara "pandir wara" dan keputusan untuk bergerak, bertindak atau menyerah.

"'Pandir Wara’ adalah ajakan untuk menengok kembali ke dalam diri, merenungi posisi kita: tetap bertahan bersama koloni yang pasif, atau berani melompat sendirian menuju pergerakan," tambah Reggy.

Primitive Monkey Noose berisikan Richie Petroza (vokal), Oveck Arsya (gitar), Ridho (gitar), Wan Arif Fadly (panting), Denny Sumaryono (gitar bas), dan Juli Yusman (drum). Singel "Pandir Wara" saat ini sudah tersedia di berbagai platform streaming digital.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar