11 November 2025
20:23 WIB
Pakar Ungkap Sejumlah Faktor Penyebab Bullying Di Institusi Pendidikan
Ada isu normalisasi bullying, di mana kasus perundungan banyak diselesaikan dengan cara damai tanpa menyentuh akar permasalahan, sehingga berpotensi terjadi lagi dan lagi, malah bertambah subur.
Editor: Andesta Herli Wijaya
Ilustrasi seorang siswi remaja korban perundungan atau bullying di sekolah. Dok: Freepik.
JAKARTA - Psikolog klinis lulusan Universitas Indonesia Kasandra Putranto menyebutkan bahwa kasus perundungan atau bullying merupakan sesuatu yang kompleks. Namun ada sejumlah faktor utama penyebab terjadinya bullying, terutama di lingkungan sekolah.
"Fenomena perundungan memang masih sulit dibasmi sepenuhnya di institusi pendidikan di Indonesia maupun di beberapa negara di dunia, karena sifatnya yang kompleks dan multifaktorial,” ungkap Kasandra sebagaimana dilansir dari Antara, Selasa (11/11).
Kasandra mengatakan dinamika sosial dan psikologis kerap menjadi faktor perundungan, seperti sering muncul dari perasaan iri, dendam atau keinginan untuk mendominasi dalam kelompok sosial anak atau remaja.
"Pelaku mungkin meniru perilaku dari rumah atau media, sementara korban sering enggan melapor karena takut dianggap lemah atau dibalas," ujarnya.
Menurut Kasandra, kurangnya pemahaman dan normalisasi menjadi faktor penyebab perundungan. Kasus perundungan banyak diselesaikan dengan cara damai tanpa menyentuh akar permasalahan sehingga berpotensi terjadi lagi dan lagi, dan bertambah subur.
Dalam hal ini, lanjut Kasandra, masih ada guru, siswa, dan orang tua yang kerap salah mengartikan bullying sebagai "candaan" atau "bagian dari masa remaja", sehingga tidak dianggap serius.
"Ini menciptakan budaya di mana perundungan dinormalisasi, terutama jika hanya verbal atau online, bukan fisik," tutur dia.
Kasandra menyoroti faktor minimnya pengetahuan dan pengawasan di sekolah terkait pelatihan untuk mendeteksi atau menangani perundungan secara efektif. Selain itu, pengawasan di sekolah terbatas, terutama di area seperti toilet, koridor, atau online, di mana bullying sering terjadi tanpa terlihat.
"Tidak tersedianya standar penanganan bullying di sekolah, yang dapat dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan di Indonesia," ujarnya.
Baca juga: Indonesia Darurat Bullying!
Psikolog yang tergabung sebagai anggota Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK) itu mengatakan pengaruh lingkungan eksternal menjadi faktor yang sebabkan perundungan. Termasuk praktik kekerasan di rumah, pengaruh teman sebaya, atau konten media mengandung kekerasan bisa memperburuk.
Kurangnya empati juga menjadi penyebab perilaku perundungan di kalangan pelajar hingga berdampak jangka panjang pada kesehatan mental korban.
"Pelaku sering kali kurang empati karena belum matang secara emosional, sementara korban bisa mengalami trauma seperti stres, depresi, atau bahkan bunuh diri," katanya.
Lebih lanjut, Kasandra menambahkan bahwa dalam setiap kejadian kekerasan, pendekatan multidisipliner dan penyelidikan yang komprehensif diperlukan. Denga begitu, penanganan kasus tidak dilakukan secara terburu-buru dan pada akhirnya mampu mengungkap akar permasalahan secara utuh dan ilmiah.
“Tanpa intervensi holistik (seperti konseling dan edukasi sekolah), masalah ini berulang," tutur Kasandra yang mengulang sejumlah teori dan analisa para pakar.