c

Selamat

Senin, 17 November 2025

KULTURA

12 Januari 2021

09:10 WIB

Pahami Gejala Konstipasi dan Bahayanya

Meski bukan termasuk penyakit, konstipasi bisa terjadi akibat suatu penyakit

Editor: Satrio Wicaksono

Pahami Gejala Konstipasi dan Bahayanya
Pahami Gejala Konstipasi dan Bahayanya
Ilustrasi pria mengalami sakit perut. Shutterstock/dok

JAKARTA – Apakah Anda pernah mengalami kesulitan buang air besar (BAB) selama beberapa hari? Hati-hati, bisa jadi Anda sedang mengalami konstipasi atau sembelit. Konstipasi adalah gangguan BAB yang ditandai dengan berkurangnya frekuensi BAB menjadi kurang dari tiga kali seminggu.

Selain itu, konstipasi juga ditandai dengan perasaan sulit saat BAB. Konstipasi terbagi menjadi dua, yakni konstipasi akut dan kronik. Beda keduanya dapat diketahui dari lamanya konstipasi yang dirasakan.
 
Pada konstipasi akut, gejala dirasakan kurang dari tiga bulan. Sedangkan konstipasi kronik, gejalanya berlangsung lebih dari tiga bulan. Meski bukan suatu penyakit, konstipasi bisa terjadi akibat suatu penyakit. 

Dr. Fransciscus Ari, Sp.PD, Dokter Spesialis Penyakit Dalam RS Pondok Indah Bintaro Jaya, menjelaskan penyebab konstipasi sebagian besar tidak diketahui secara pasti, hal itu disebut konstipasi primer.

“Pada konstipasi primer ada faktor risiko yang berperan, seperti kurangnya konsumsi serat, kurang cairan atau dehidrasi, dan kurangnya aktivitas fisik. Selain itu, gangguan psikis juga dapat menyebabkan terjadinya konstipasi primer,” katanya saat dihubungi Validnews, Senin (11/1). 

Sementara, pada konstipasi yang disebabkan suatu kondisi tertentu atau penyakit disebut konstipasi sekunder. Penyebabnya bisa karena gangguan mekanik akibat adanya sumbatan di saluran cerna, gangguan metabolik pada penderita diabetes mellitus, gangguan persarafan seperti penyakit parkinson atau kelumpuhan saraf, gangguan otot saluran cerna, atau konsumsi obat-obatan tertentu yang mengganggu pergerakan saluran cerna.

“Pada ibu hamil konstipasi juga sering terjadi karena pengaruh hormon, kurangnya aktivitas fisik, konsumsi obat penambah zat besi, atau kurangnya asupan serat dan cairan semasa kehamilan,” jabar dr. Fransciscus. 

Meskipun tidak berbahaya, konstipasi yang dibiarkan begitu saja dalam jangka panjang dapat menyebabkan beberapa komplikasi. Mulai dari hemoroid atau ambeien, sumbatan feses yang menyebabkan cedera atau pendarahan di saluran cerna, luka area anus, ketergantungan obat pencahar, kesulitan buang air kecil, hingga infeksi saluran kemih berulang. 

“Pada wanita pun dapat mengakibatkan kerusakan dasar panggul yang dapat mengakibatkan prolaps atau turun berok. Walaupun belum dibuktikan melalui penelitian, namun konstipasi menjadi salah satu faktor risiko terjadinya kanker usus,” tambah dr. Fransciscus.

Untuk mengatasi konstipasi, cukupi asupan serat, asupan cairan, dan aktivitas fisik seperti olahraga. Mengonsumsi obat pencahar dan terapi alternatif, misalnya terapi pijat dan akupuntur bisa dilakukan untuk membantu mengatasi konstipasi. 

Namun, apabila konstipasi terus berlanjut, dr. Fransciscus menyarankan agar berkonsultasi ke dokter untuk mencari penyebab lain dari konstipasi ini, karena mungkin membutuhkan terapi khusus. 

“Seringkali pasien yang mengalami konstipasi kurang perhatian dengan keluhannya, jadi apabila terdapat penyakit penyebab konstipasi, penyakit tersebut dapat menjadi lebih berat dan lebih sulit ditangani,” kata dr. Fransciscus. 

Untuk itu, waspada apabila konstipasi terjadi disertai dengan penurunan berat badan, anemia, usia pasien di atas 50 tahun, nyeri perut yang berat, serta ada riwayat penyakit rada usus dan kanker usus dalam keluarga. Segera konsultasikan langsung pada dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat. (Gemma Fitri Purbaya)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar