19 April 2024
19:02 WIB
MUI: Lebaran Ketupat Tidak Bertentangan Dengan Ajaran Islam
Kearifan lokal seperti mudik dan Lebaran Ketupat justru dinilai perlu mendapat apresiasi, karena bisa memberikan efek positif terhadap kerukunan masyarakat
Ilustrasi. Sejumlah warga berebut ketupat saat Festival 1.001 Ketupat di Desa Kalimalang, Ponorogo, Jawa Timur. Kegiatan tersebut dilakukan untuk menyambut tradisi Lebaran Ketupat serta untuk mempererat persaudaraan warga. Antara Foto/Fikri Yusuf
JAKARTA - Ketua Bidang Kerukunan Antar-umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI) K.H. Yusnar Yusuf Rangkuti menyatakan, tradisi Lebaran Ketupat tidak bertentangan dengan syariat Islam.
“Mengadakan Lebaran Ketupat itu tidak bertentangan dengan Islam. Hanya orang yang tidak suka saja yang bilang Lebaran Ketupat itu bertentangan dengan syariat,” kata Yusnar dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Jumat (19/4).
Menurut dia, tradisi tersebut justru perlu disuarakan, karena memang tidak ada pertentangan antara budaya semacam itu dan agama. Menurutnya, Lebaran Ketupat sama halnya dengan kebiasaan mudik.
Mudik, kata Ketua Dewan Pertimbangan Pengurus Besar Al Washliyah itu, sejatinya produk budaya, bukan syariat agama. Namun pelaksanaannya dilakukan oleh mayoritas umat Islam di Indonesia karena dinilai tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Namun, Yusnar berujar, mudik jadi bertentangan dengan syariat Islam jika pemudik secara sengaja berbuat hal yang membahayakan bagi keselamatan dirinya. Karena itu ia menilai kearifan lokal seperti mudik dan Lebaran Ketupat perlu mendapat apresiasi, karena bisa memberikan efek positif terhadap kerukunan masyarakat.
Menyikapi pro dan kontra terhadap kebiasaan masyarakat pasca-Idulfitri yang merayakan acara seperti Lebaran Ketupat, Yusnar justru beranggapan, pemerintah perlu melembagakan penyelenggaraannya. Dengan kebijakan secara resmi, negara juga memiliki partisipasi aktif dalam kerukunan masyarakat dan kelestarian tradisi serta budaya.
Ia juga berharap agar segala bentuk kearifan lokal yang menyemarakkan Idulfitri bisa berkontribusi dalam membangun moderasi beragama yang lebih baik. Termasuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat sebagai dampak ikutannya.
Menurutnya, turut serta menjaga dan melestarikan nilai dan kearifan lokal dinilai juga dapat menghindarkan orang atau kelompok masyarakat dari pengaruh intoleransi dan radikalisme. Pihak yang cenderung menolak praktik budaya dan kearifan lokal, seringkali belum memahami agama dengan komprehensif dan memandang sempit segala perkara.
“Sebab ketika budaya saat lebaran itu dibangun, intoleransi itu tidak akan terjadi. Misalnya saja ketika melakukan mudik, ketika para pemudik singgah di beberapa masjid, ada yang warga sekitar yang memberikan minum. Warga lainnya bahkan ada yang mempersilakan pemudik yang mampir untuk beristirahat di rumah mereka. Ini baru dari kegiatan mudik saja, belum yang lainnya,” bebernya.
Menurutnya, praktik beragama di Indonesia wajar diwarnai dengan beragam budaya. Ini lantaran negara ini terdiri dari banyak suku, agama, dan kebudayaan. Perbedaan praktik kehidupan, imbuh Yusnar, merupakan suatu keniscayaan yang tidak mungkin dibendung.
“Indonesia itu negara yang luar biasa. Menurut saya, negara kita ini sangat menarik untuk dikaji oleh dunia,” Yusnar.
Ketupat merupakan hidangan khas lebaran yang biasa disandingkan dengan opor ayam, rendang dan hidangan khas lebaran lainnya. Envanto/dok
Semangat Persaudaraan
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad mengatakan, tradisi Lebaran Ketupat dalam rangka memperingati Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah mendukung terwujudnya semangat persaudaraan dan kebersamaan.
"Kita sebenarnya harus bersyukur sebagai bangsa Indonesia dianugerahi karakter dan jati diri yang sangat menjunjung tinggi persaudaraan dan kebersamaan. Di tambah lagi, banyak sekali tradisi luar biasa yang mendukung terwujudnya hal itu, salah satunya tradisi Lebaran Ketupat ini," kata Fadel.
Hal itu disampaikan-nya saat menjadi narasumber utama acara Sarasehan Kehumasan MPR RI bertema "Membangun Komunitas yang Kuat dengan Cara Mempererat Silaturahmi dan Persaudaraan", kerja sama MPR dengan Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia (GPMI) Provinsi Gorontalo, di Kota Gorontalo, Selasa (16/4).
Dia menilai perayaan Lebaran Ketupat merupakan momentum yang tepat bagi seluruh elemen bangsa untuk merenung dan kembali introspeksi diri, khususnya tentang upaya persatuan demi mewujudkan kesejahteraan bersama.
Mantan Gubernur Gorontalo itu pun menjabarkan, kebersamaan yang ada pada tradisi Lebaran Ketupat sesuai dengan implementasi Empat Pilar MPR RI yakni Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Di sisi lain, Fadel juga mengapresiasi sekali penyelenggaraan kegiatan Sarasehan Kehumasan MPR RI yang ternyata banyak diikuti oleh generasi muda.
"Generasi muda memang sudah semestinya memahami tentang kebangsaan salah satunya seputar lembaga MPR RI sebagai rumah besarnya rakyat," ucap anggota DPD RI tersebut.
Untuk diketahui, sejumlah daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur, acapkali menggelar acara lebaran ketupat usai Idulfitri. Salah satunya adalah acara Syawalan di Kota Wisata Batu, Jawa Timur. Pawai gunungan ketupat dan hasil bumi dalam acara Grebeg Kupat Tumpeng, bahkan diharapkan menjadi ikon wisata baru di kota yang baru berusia 22 tahun tersebut.
Warga mengikuti kendurian Tradisi Lebaran Sapi di lereng Gunung Merapi, Mlambong, Sruni, Musuk, Boyo lali, Jawa Tengah, Senin (9/5/2022). Tradisi lebaran sapi yang telah dilakukan turun temurun pada bulan Syawal lebaran ketupat tersebut merupakan simbol rasa syukur masyarakat setempat atas rezeki hasil hewan ternak sapi sebagai sumber penghasilan. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho
Daya Tarik Wisata
Kepala Dinas Pariwisata Kota Batu Arief As Sidiq di Kota Batu, Jawa Timur, Rabu mengatakan, pihaknya memberikan apresiasi kepada semua pihak yang berkontribusi dan acara yang diharapkan bisa berlangsung setiap tahun."Kami berharap Grebeg Kupat Tumpeng Syawalan ini dapat menjadi ikon pariwisata baru di Kota Batu," kata Arief.
Arief menjelaskan, Grebeg Kupat Tumpeng Syawalan tersebut, selain menjadi ikon pariwisata baru, juga diharapkan mampu menarik jumlah kunjungan wisatawan lokal maupun mancanegara ke wilayah tersebut.
Wilayah Kota Batu merupakan salah satu destinasi tujuan wisata di wilayah Jawa Timur pada masa libur Lebaran 2024. Pada 2024, ditargetkan jumlah kunjungan wisatawan di wilayah tersebut mencapai 12 juta kunjungan.
"Selain itu, mampu menarik wisatawan lokal maupun mancanegara. Kami juga ingin acara ini dapat menjadi sarana untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah dan semangat kebersamaan di Kota Batu," ujarnya.
Sekretaris Daerah Kota Batu Zadim Effisiensi menambahkan, Grebeg Kupat Tumpeng Syawalan yang dilaksanakan kali ini merupakan wujud nyata komitmen Pemerintah Kota Batu dalam melestarikan tradisi dan budaya lokal.
Selain itu, lanjutnya, penyelenggaraan Grebeg Kupat Tumpeng Syawalan tersebut juga bisa menarik masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian salah satu tradisi tersebut. Selain itu, skala acara tersebut juga diharapkan semakin besar.
"Kami harap ini bisa lebih meriah, lebih baik dan lebih besar. Kami juga ingin mengajak seluruh masyarakat Kota Batu untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan tradisi Grebeg Kupat Tumpeng Syawalan ini," kata Zadiem.
Grebeg Kupat merupakan tradisi turun-temurun yang diwariskan dari para leluhur di Jawa, khususnya Jawa Timur. Tradisi tersebut memiliki makna simbolik sebagai wujud rasa syukur atas nikmat panen dan doa untuk keberkahan di masa depan.
Di Kota Batu, Grebeg Kupat dirayakan dengan pawai yang meriah dengan menampilkan gunungan ketupat raksasa dan berbagai hasil bumi dari berbagai daerah di Kota Batu. Berbagai tumpeng menjadi daya tarik utama bagi para pengunjung.
Grebeg Kupat Tumpeng Syawalan Kota Batu ini merupakan hasil kolaborasi antara pemerintah daerah, pelaku usaha pariwisata, dan masyarakat. Diharapkan, kegiatan tersebut bisa menjadi ikon pariwisata baru di Kota Batu yang dapat menarik minat wisatawan.