02 Mei 2024
20:08 WIB
Mooryati Soedibyo, Ibu Kontes Kecantikan Indonesia
Doktor yang ahli kecantikan sekaligus pengusaha Mooryati Soedibyo, adalah salah satu yang mengangkat citra perempuan Indonesia ke kancah dunia.
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Satrio Wicaksono
Mooryati Soedibyo. Antara Foto/Teresia May
Bicara soal emansipasi dan pemberdayaan perempuan, memang tidak dapat dimungkiri bahwa Raden Ajeng Kartini adalah sosok yang tak terlupakan. Sebagai pionir dalam memperjuangkan hak-hak perempuan, Kartini menjadi sumber inspirasi bagi buat banyak perempuan di Indonesia untuk mengejar impian dan berkontribusi positif dalam masyarakat.
Setelah Kartini, banyak sosok wanita lain yang juga penuh inspirasi dan telah membawa nama wanita Indonesia dikenal di dunia. Sosok wanita cerdas, intelektual, dan mempesona.
Adalah Mooryati Soedibyo, pencetus ajang kecantikan Putri Indonesia, salah satunya. Tak sekadar ajang kecantikan yang memamerkan tubuh indah dan paras menawan, tetapi bagaimana memberikan kesempatan bagi para wanita muda untuk membangun jejak mereka di dunia.
Tercetusnya Ajang Puteri Indonesia
Mooryati Soedibyo merupakan pendiri dari perusahaan kosmetik dan jamu, Mustika Ratu. Sebagai seorang pengusaha yang aktif, dia rutin mengadakan seminar dan pameran untuk mempromosikan produk-produknya secara internasional.
Ini bermula saat wanita yang dikenal dengan predikat "Empu Jamu Indonesia" itu, tengah berkunjung ke Bangkok. Di sela kunjungannya di Krung Thep Maha Nakhon atau 'kota besar para malaikat', Mooryati menyempatkan diri untuk menyaksikan kontes kecantikan Miss Universe pada 1990-an.
Dia tidak hanya menikmati penampilan para peserta yang tinggi semampai dan berintelektual itu berlenggak lenggok dari bangku penonton saja. Mooryati melihat adanya potensi dan peluang di dalam pribadi masing-masing kontestan. Dari situ, terbesitlah gejolak membara untuk membawa wanita-wanita Indonesia ke panggung yang sama.
Ketika Mooryati kembali ke Indonesia, dia melihat ada peluang untuk menghidupkan kembali kontes kecantikan yang sebenarnya pernah ada pada 1960’an. Ya, sebelumnya lisensi Miss Universe dan Miss World memang dipegang oleh anak bangsa. Andi Nurhayati, seorang ahli kecantikan Indonesia sekaligus pengusaha besar di bidang kosmetik, adalah pemegang lisensi itu.
Namun, pada 1982, gelaran Miss Indonesia diselenggarakan secara tertutup akibat banyaknya kecaman dari berbagai pihak terkait busana. Sayangnya, sejak tahun 1984, Andi Nurhayati melepaskan lisensinya. Sejak saat itulah terjadi kekosongan dalam penyelenggaraan kontes tersebut.
Dari sinilah, tumbuh semangat Mooryati untuk menghidupkan kembali kontes tersebut. Di sisi lain, kontes ini juga dinilai bisa menjadi manifestasi cita-citanya untuk meningkatkan peran perempuan Indonesia di kancah dunia.
Keinginan dan harapannya kian menyala. Baginya, ini menjadi salah satu kesempatan yang tidak bisa dibuang begitu saja. Maka, segala buah pikirnya itu lantas dicurahkan. Dia mencoba mengintegrasikannya menjadi wadah yang punya nilai lebih luas.
Akhirnya, gagasan itu pun disetujui pemerintah. Pada 8 Maret 1992, di Surakarta, Jawa Tengah, Mooryati berhasil menggelar sebuah ajang lebih besar dan prestise, yaitu Pemilihan Puteri Indonesia.
Mooryati resmi mendirikan Puteri Indonesia dengan moto 3B; yakni Brain, Beauty, dan Behavior. Moto ini menekankan pentingnya kecerdasan, kecantikan, dan perilaku baik dari perempuan-perempuan Indonesia, yang nantinya akan mewakili di kancah nasional dan internasional.
Selain itu, Putri Indonesia juga akan menjadi duta bangsa dalam berbagai forum dunia. Tak cuma soal paras ayu, gelaran ini juga ditujukan sebagai bagian untuk memperkenalkan Indonesia, baik pariwisata, budaya, ekonomi, hingga komoditi perdagangan dalam negeri.
Polemik Putri Indonesia
Dari ajang perdana gelaran itu, kontestan asal DKI Jakarta, Indira Paramarini Soediro terpilih menjadi Putri Indonesia pertama. Indira mengemban amanah sebagai duta bangsa untuk kegiatan-kegiatan bertaraf internasional.
Tugasnya juga meliputi memajukan komoditas ekspor Indonesia, pariwisata, dan budaya Indonesia. Selain itu, sebagai Putri Indonesia, dia juga terlibat dalam berbagai aksi sosial di daerah-daerah yang membutuhkan, memberikan hiburan dan bantuan kepada mereka yang memerlukan.
Kehadiran Indira sebagai perwakilan bangsa sebenarnya merupakan impian Mooryati, sebagai bentuk pemberdayaan perempuan dan membawa wanita Indonesia kian gemilang.
Beberapa bulan setelah penobatan itu, tepatnya 21 Mei 1993, Indira didaftarkan untuk mewakili Indonesia dalam ajang pemilihan ratu sejagat. Miss Universe yang diadakan di Auditorio Nacional, Meksiko, menjadi babak awal perjalanan mendebarkan sang pemilik predikat Puteri Indonesia di kancah dunia.
Dari awal keberangkatan hingga tiba di Meksiko, semuanya berjalan dengan lancar. Indira mengikuti segala proses kegiatan selama karantina dengan penuh dedikasi.
Namun, seminggu sebelum malam Final Miss Universe 1993, Indira menerima surat dalam bentuk Teleks yang ditandatangani oleh kepala negara Indonesia, Presiden Soeharto. Surat itu disampaikan oleh Kedutaan Besar RI di Meksiko. Intinya, meminta agar Indira segera kembali ke tanah air.
Dia ditarik pulang ke Indonesia. Alasannya, karena pada saat itu kontes kecantikan masih dikecam lantaran penggunaan bikini alias baju renang yang dianggap tidak pantas dan tidak sesuai dengan adat ketimuran.
Cekcok terjadi antara panitia Miss Universe dan Yayasan Putri Indonesia yang membawa Indira. Pasalnya, salah satu ketentuan dari Miss Universe, setiap kontestan tidak dapat mundur pada saat-saat terakhir.
Mooryati tidak bisa berbuat banyak. Apalagi, hal tersebut merupakan ketetapan resmi dari ibu negara pada masa itu, Tien Soeharto. Dia hanya bisa berdiskusi dengan Indira, memberikan pengertian. Sayang.
Setelah melalui pertimbangan yang matang, Indira, yang saat itu menjadi salah satu kontestan dari Asia dengan peluang besar, akhirnya memutuskan untuk menarik diri dari partisipasinya di Miss Universe 1993. Keputusan ini akhirnya disetujui oleh panitia Miss Universe.
Tiga Tahun Vakum
Perdebatan soal adat ketimuran dan kontes kecantikan Miss Universe tak berhenti di situ. Bahkan, menjadi pembahasan yang kontroversi di Indonesia sampai tahun-tahun setelahnya. Memicu polemik yang memengaruhi partisipasi para pemenang Puteri Indonesia di ajang tersebut.
Contohnya adalah Venna Melinda, pemenang Puteri Indonesia 1994. Meskipun menjadi pemenang, Venna hanya menghadiri ajang Miss Universe 1994 yang berlangsung di Manila, Filipina, dalam kapasitas sebagai pengamat, bukan sebagai peserta aktif.
Mooryati sendiri berhasil menyelenggarakan ajang pemilihan Puteri Indonesia hingga edisi keempat. Dari ajang ini, telah muncul nama-nama yang bersinar seperti Indira Paramarini Sudiro (1992-1993), Venna Melinda Burglia (1994), Susanty Pricillia Adresina Manuhutu (1995), dan Alya Rohali (1996-1999).
Alya Rohali menjadi pemegang 'tahta' Putri Indonesia terlama selama empat tahun. Penyebabnya, pada tahun 1998 Indonesia sedang mengalami kondisi yang tidak stabil. Hal ini berujung pada berbagai tantangan dan ketidakpastian yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk penyelenggaraan ajang seperti itu.

Putri Indonesia Wadah Penuh Inspirasi
Ajang kontestasi Putri Indonesia memang menjadi salah satu penanda betapa bulan Mei bisa disebut sebagai momentum spesial kaum hawa. Ada hari istimewa yang diperingati sebagai hari Perempuan Internasional. Pun di Indonesia, di mana ajang Putri Indonesia diselenggarakan setiap bulan itu.
Di dalamnya, terwujud mimpi dan harapan perempuan yang menggebu untuk tampil di panggung dunia. Dari pelosok hingga jajaran megapolitan, perempuan-perempuan Indonesia bersaing di tingkat provinsi, memperebutkan gelar-gelar prestisius, seperti Putri Indonesia, Putri Indonesia Lingkungan, dan Putri Indonesia Pariwisata.
Sebagai pelopor dan pendorong, Mooryati menyoroti peran yang tak terlupakan bagi wanita Indonesia di panggung internasional. Pada puncak acara, biasanya menghadirkan pemenang Miss Universe, Miss International, dan Miss Supranational, sebagai tamu kehormatan. Seraya untuk bisa merangkul ambisi dalam melangkah ke jenjang berikutnya.
Namun, sejak 2023, perjalanan Puteri Indonesia mengalami perubahan. Indonesia tak lagi berpartisipasi dalam ajang Miss Universe, lantaran berakhirnya kontrak lisensi antara Yayasan Puteri Indonesia dan Organisasi Miss Universe.
Sebagai gantinya, pemenang Puteri Indonesia akan melangkah ke panggung Miss Charm di Vietnam. Keputusan ini datang setelah Yayasan Puteri Indonesia secara resmi menjadi pemegang lisensi nasional atas kontes kecantikan yang berbasis di Vietnam itu.
Kehadiran Puteri Indonesia menjadi wadah sekaligus sumber inspirasi yang melahirkan banyak perempuan dari berbagai lapisan masyarakat, membawa dampak yang mencapai setiap aspek kehidupan, dari hulu hingga hilir.
Di sinilah wanita Indonesia memiliki kesempatan yang nyata untuk mengekspresikan potensi dan ambisinya, meraih pencapaian luar biasa, dan membawa perubahan positif bagi diri mereka sendiri serta masyarakat sekitar.
Mengukir Segudang Prestasi
Di Yayasan Puteri Indonesia sendiri, Mooryati juga sangat dicintai dan disayangi oleh para Putri Indonesia. Dia bahkan mendapat panggilan sayang 'Eyang Moor', sebuah julukan yang mencerminkan penghargaan dan rasa hormat yang mendalam dari para anggotanya.
Kini, di usianya yang telah menginjak 32 tahun, Puteri Indonesia harus merasakan kehilangan sosok pendirinya.
Eyang Moor mengembuskan napas terakhirnya di usia 96 tahun pada Rabu (24/4) dini hari. Meski begitu, perempuan yang juga sebagai pendiri perusahaan kosmetik dan jamu ternama, Mustika Ratu dikenang sebagai sosok yang telah memberikan sumbangan besar bagi kemajuan bangsa. Tak heran jika pada dirinya meraih beragam penghargaan bergengsi sebagai bentuk nyata dedikasinya terhadap bangsa.
Di kancah nasional, Mooryati Soedibyo dianugerahi penghargaan nasional Upakarti oleh Presiden RI pada tahun 1989 untuk jasanya dalam pelestarian kebudayaan Indonesia. Pada 2 Mei 1993, dia juga menerima penghargaan nasional Satyalancana Pembangunan dari Presiden karena kontribusinya dalam bidang pendidikan kepada masyarakat.
Tidak hanya itu, pada 1994, Mooryati menerima penghargaan Kalpataru tingkat nasional atas upayanya dalam pemberdayaan masyarakat. Sebagai bukti pengakuan atas pengaruhnya, Mooryati Soedibyo tercatat dalam catatan Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai sosok wanita paling berpengaruh di Indonesia.
Pada 2007, versi majalah Globe Asia menempatkannya di urutan ke-7 dari 99 daftar wanita berpengaruh di Indonesia. Tidak hanya itu, MURI juga mencatat Mooryati Soedibyo sebagai dokter tertua di Indonesia.
Mendiang Mooryati Soedibyo juga dihormati dengan penghargaan Bintang Mahaputera Adipradana yang diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2009 atas jasanya luar biasa di berbagai bidang untuk bangsa dan negara.
Baru-baru ini, cucu Sri Susuhunan Pakoe Boewono X Keraton Surakarta ini juga mendapat penghargaan dari Ibu Negara Thailand, Dr. Pakpilai Thaivisin, atas dedikasinya yang luar biasa dalam industri spa dan wellness sepanjang hidupnya pada 21 Maret 2024.
Meskipun Mooryati Soedibyo telah berpulang, warisannya terus menjadi sumber inspirasi dan semangat bagi banyak orang. Kisah perjuangannya yang dipenuhi dengan dedikasi, ketekunan, dan semangat tak kenal lelah akan terus menginspirasi dan menggerakkan kita semua.
Sejarah kecantikan dan kesehatan Indonesia akan selalu mengenang peran penting Mooryati Soedibyo, yang telah menjadi ikon dalam dunia kecantikan dan kebudayaan Indonesia.