08 Juli 2025
20:58 WIB
Modifikasi Truk, Antara Hobi Dan Siasat Niaga
Modifikasi truk banyak tujuannya. Semakin bagus tampilan sebuah truk, semakin dikenal di jalanan. Ini menentukan alur rejeki sopir dan pemiliknya.
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Rikando Somba
Pengunjung melihat mobil dan truk modifikasi saat Bandung Auto Fest 2.0 di Kiara Artha Park, Bandung , Jawa Barat, Sabtu (17/10/2020). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.
JAKARTA - Jika Anda pernah menyusuri jalan lintas provinsi atau jalur Pantura, maka kemungkinan besar mata sempat tertumbuk pada pemandangan truk-truk yang melaju pelan, dengan bodi yang berhias gambar atau tulisan-tulisan saru, jenaka yang mengundang tawa. Itulah truk lintas dengan segala ceritanya.
Bukan sekadar kendaraan niaga, truk-truk di Indonesia telah berevolusi menjadi media ekspresi, terutama bagi para sopir dan pemiliknya.
Mulai dari ungkapan galau, sindiran sosial, hingga lelucon receh, semua tergores rapi di bak belakang atau pintu samping truk. Tak jarang, tulisan-tulisan itu sukses mencuri perhatian pengendara lain, bahkan di era kini menjadi bahan unggahan di media sosial.
"2 anak cukup, 2 istri bangkrut"; "Truk ini memang jelek, supirnya juga jelek, yang baca malah tambah jelek"; "Ya allah jauhkanlah aku dari ibu-ibu pake motor yang lampu sennya ke kiri tapi beloknya ke kanan". Itulah beberapa contoh tulisan yang sering ditemukan menghiasi truk-truk yang hilir mudik di jalan raya.
Namun tren modifikasi truk kini tidak lagi hanya sebatas goresan pada bodi truk.
Hobi ini kian berkembang hingga banyak truk tampil dengan lekukan eksterior yang mencolok, lampu kelap-kelip, hingga sound system bersuara menggelegar pun turut melengkapi penampilan mereka.
Kepada Validnews, Agus Putra Tegar menceritakan hobinya sebagai pemodifikasi truk. Laki-laki yang menginjak usia 46 tahun ini merupakan seorang pengusaha transportasi yang juga dikenal luas di kalangan pecinta modifikasi truk.
Lewat truk-truk modifnya yang unik dan mencolok, Agus bukan hanya menyalurkan hobi, tapi juga membangun identitas merek dan citra bisnisnya. Agus bercerita bahwa dunia truk sudah ia kenal sejak kecil.
"Kalau untuk di dunia truk sebenarnya sudah lama sekali ya, mungkin tahun 94 lah. Orang tua saya usaha di bidang transportasi, khususnya pengiriman barang, material gitu. Dari situlah saya mulai terbiasa dengan truk," ceritanya, Rabu (2/7).
Baginya, kecintaan pada truk tak bisa dilepaskan dari faktor emosional. Dirinya merasa truk telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga saat dia memiliki modal tanpa ragu ia akan menggunakannya untuk modifikasi truk.
"Dari kecil saya sudah suka truk. Jadi kalau waktu punya kesempatan dan dana, saya putuskan untuk modifikasi," katanya.
Meski mengaku sudah lama bergelut di dunia truk, Agus sejatinya baru mulai serius menekuni modifikasi sejak ikut serta di Jogja Truck Festival 2018. Ini adalah ajang kontes modifikasi truk bergengsi yang rutin digelar di Yogyakarta. Sejak saat itu, truk bukan hanya alat angkut dan bukan pula sekadar "kanvas ekspresi", tapi juga menjadi sarana promosi.
"Modifikasi itu bukan sekadar gaya, tapi juga bentuk promosi, marketing. Ketika truk saya tampil beda, orang jadi ingat. Dan kalau sudah dikenal, itu juga bawa nama baik perusahaan," ungkap Agus.
Kontes Modifikasi Truk
Modifikasi truk tak sekadar untuk menyenangkan hati, meski semua hobi memang bermula dari kesenangan itu. Ada saatnya, hobi itu justru berkembang menjadi lahan ekonomi, atau bahkan mendulang prestasi. Seperti banyak penghobi truk lain, Agus juga termasuk yang menekuni modifikasi dengan kontes menjadi salah satu orientasinya.
Menekuni hobi modifikasi dengan orientasi kontes, Agus tak main-main. Ia mengerahkan seluruh upaya dan sumber daya yang ada untuk berpartisipasi dalam kompetisi tersebut. Hasil rupanya tak mengkhianati usaha, Agus langsung mencetak prestasi.
"Waktu itu saya ikut kontes di Jogja Truck Festival. Alhamdulillah, juara 2 untuk kategori cutting dan juara 2 untuk stiker. Kami mewakili Jogja dan yang juara 1 itu dari Bali," kenangnya.
Dia menuturkan, dalam kompetisi, penilaian tak hanya fokus pada satu aspek. Juri menilai keseluruhan truk, mulai dari interior, eksterior, cat, sistem audio, hingga fungsionalitas unit.
“Kontes modifikasi sekarang makin kompleks. Ada kategori audio, interior, cutting, cat. Dulu lebih menyeluruh dan tantangannya lebih terasa. Tapi itu yang membuat pengalaman di Jogja jadi paling berkesan,” tutur Agus.
Persiapan menuju kemenangan pun bukan hal instan. Untuk kontes 2018 itu, Agus dan timnya hanya memiliki tiga bulan untuk memodifikasi satu unit truk dari nol. Ia membeli unit baru, langsung membongkar total, dan mengganti hampir seluruh komponennya.
"Truk baru selesai jam 4 pagi, padahal jam 7 sudah harus masuk gedung acara. Kita kerja hampir tanpa tidur. Tapi itulah perjuangannya, dan hasilnya sangat membanggakan," jelasnya penuh semangat.
Dengan tim kecil berisi lima orang, Agus menekankan pentingnya perhatian terhadap detail. Mulai dari baut yang tak boleh terkena cat, hingga keselarasan warna dan bentuk. Semua itu jadi pembeda antara modifikasi asal-asalan dan karya yang layak naik podium.
Soal biaya, Agus tak menampik bahwa modifikasi memang memerlukan investasi yang tidak kecil. Untuk proyek di Jogja, total biaya yang dikucurkan mencapai sekitar Rp200 juta, belum termasuk harga truk itu sendiri.
“Yang paling mahal waktu itu ban dan velg. Ban satu biji Rp3,5 juta, velg Rp1,3 juta. Truk kan 7 roda. Belum cat, satu liter cat bagus bisa sampai Rp1 juta, dan butuh banyak karena bodinya besar,” paparnya.
Prestasi Agus tak berhenti di kontes lokal. Ia bahkan pernah mewakili Indonesia dalam sebuah acara gathering internasional yang dihadiri lebih dari 50 negara, diselenggarakan oleh salah satu produsen truk ternama dunia. Di sana, truk modifikasi karyanya dipamerkan sebagai contoh kreativitas dan profesionalisme pelaku industri transportasi Indonesia.

Cuan Bisnis Modifikasi
Di mana ada penghobi, di situ ada penjual karoseri. Seperti Agus yang mau menghabiskan Rp200 juta lebih untuk modifikasi truk, ada banyak lagi penghobi lainnya yang juga memiliki kemauan yang sama.
Terkadang, hobi modifikasi truk bisa terkesan tak masuk akal oleh orang-orang yang tak berada di dalam komunitas. Bagaimana tidak, truk kadang dibuat tak kurang bagusnya dengan mobil-mobil mewah, namun tetap digunakan untuk melintasi pulau dengan berbagai macam muatannya.
Tapi, begitulah penghobi modifikasi, khususnya para pemilik atau sopir truk yang menjadikan kendaraannya sebagai sumber rezeki sekaligus hobi atau pengobat hati. Lihat saja di jalanan, ada banyak truk bertampilan "cantik" melintas dengan seabrek muatannya.
Selain Agus, salah satu tokoh di balik dunia modifikasi truk ini adalah Eko Pranoto, pria kelahiran 1989 yang sukses membangun usaha modifikasi truk bernama CV Irsyad Putra.
Berawal dari pengalaman sebagai sopir dan pengusaha kecil pengirim barang ke karoseri, Eko secara perlahan mengenal seluk-beluk dunia truk dan mulai mengembangkan keahlian di bidang modifikasi. Dengan pendekatan yang sederhana namun konsisten, ia merintis bisnisnya dari bawah, melayani rekan-rekan sopir hingga akhirnya dipercaya menangani unit milik para pengusaha.
Melihat tren saat ini menurut Eko kini segmen pelanggan mulai bergeser. Jika dulu banyak sopir harian yang memodifikasi truk secara mandiri, kini pelanggan utamanya adalah pengusaha menengah ke atas, yakni mereka yang punya usaha sendiri dan ingin truk sebagai aset sekaligus identitas usaha.
“Harga unit sekarang mahal. Sopir independen makin sulit beli. Sekarang lebih banyak pengusaha, seperti pemilik bisnis sayur, beras, atau logistik antar kota,” jelasnya.
Tren Modifikasi Truk
Saat ditanya soal tren terkini, Eko mengungkap bahwa modifikasi minimalis sedang naik daun. Tren ini muncul karena pertimbangan biaya dan perawatan. Meski begitu desain minimalis ini diyakininya tanpa meninggalkan unsur estetika.
“Modifikasi simpel tapi tetap menarik itu sekarang jadi tren. Selain hemat biaya, perawatannya juga lebih mudah. Tapi peminat modifikasi full tetap banyak, apalagi untuk kontes atau kebutuhan branding,” katanya.
Tak jarang, Eko juga mendapat proyek modifikasi truk bernilai tinggi. Ia bercerita pernah menangani unit dari Kalimantan yang dimodifikasi hingga menelan biaya Rp300 juta. Modifikasi ini sendiri mencakup eksterior, interior, audio, dan desain custom bahkan kabin yang juga dirombak total.
Tak kalah unik, dirinya juga pernah memiliki pengalaman paling modifikasi ekstrem yang pernah ia tangani lantaran membutuhkan waktu hingga dua tahun. Padahal rerata modifikasi hanya membutuhkan waktu dua bulan saja. Ini terjadi karena permintaan tambahan dari pemilik truk terus bertambah seiring progres pengerjaan.
"Kadang baru selesai satu bagian, pemilik minta nambah lagi. Kabinnya diubah, terus ditambah aksesoris, interior, detail makin banyak. Tapi justru itu tantangan serunya," ungkapnya dengan tawa kecil.
Dalam menjalankan CV Irsyad Putra, Eko tak menganggap dirinya sekadar perancang, tetapi pelayan ide dari para pemilik truk. Inspirasi desain sebagian besar datang dari pemilik atau sopir yang ingin kendaraannya tampil beda entah untuk keperluan kerja, gaya hidup, atau kontes.
"Kami bukan penentu desain. Justru pemilik unit yang punya ide, kami tinggal realisasikan. Kami hanya bantu wujudkan keinginan mereka," kata Eko, Rabu (2/7).
Harga modifikasi truk yang ditawarkan oleh CV Irsyad Putra sendiri cukup beragam, mulai dari Rp44 juta hingga Rp253 juta. Ini mencakup bak kayu merbau, kerangka kanal pabrikan, tangga pipa belakang kabin, pengaman samping pipa hitam, bumper belakang, spakbor hingga pintu tambahan.
Sisi Lain: Modifikasi dan Standar Keselamatan
Di balik tampilan modifikasi truk yang menarik dan penuh warna-warni, dalam praktiknya, ada banyak catatan terkait fenomena truk modif ini. Meski tak semuanya, sebagian pemilik truk atau sopir memodifikasi kendaraan mereka sedemikian rupa, hingga mengabaikan standar keamanan dan keselamatan.
Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, menyampaikan keprihatinannya terhadap potensi bahaya yang ditimbulkan dari modifikasi yang berlebihan dan tidak sesuai aturan.
Padahal menurutnya bagi sebagian orang modifikasi truk lebih sarat makna personal dan simbolik. Banyak pengemudi dan pemilik truk yang melihat truk mereka bukan hanya sebagai alat angkut, tetapi sebagai media ekspresi diri dan kebanggaan profesional.
Memang di arus utama, tren modifikasi yang paling populer yaitu cat airbrush mencolok, grafis budaya pop, lampu-lampu LED, klakson udara, hingga sistem audio besar dalam kabin. Eksterior hingga interior dibuat semenarik mungkin demi memikat perhatian dan membangun identitas truk mereka di jalanan.
Namun, ada pula yang melakukan modifikasi sampai ke aspek-aspek krusial kendaraannya. Mulai dari mengutak-atik kapasitas mesin hingga merekayasa ulang rangka pabrikan yang sebenarnya sudah memenuhi standar keamanan yang baik.
Yannes misalnya, menyoroti kecenderungan modifikasi chassis yang diperpanjang atau truk dengan muatan berlebihan (ODOL: Over Dimension Over Load), yang kerap menyebabkan kecelakaan dan merusak infrastruktur jalan.
"Pemanjangan chassis, yang tidak sesuai spesifikasi pabrik berpotensi terguling dan rem blong karena over veight dan over dimension tersebut," jelas Yannes saat diwawancarai Validnews, Senin (7/7).
Yannes menyebutkan bahwa sebenarnya sudah ada regulasi yang tegas soal modifikasi dan ODOL. Di antaranya, UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, PP No. 55 Tahun 2012, dan Permenhub No. 60 Tahun 2019.
Namun, ia menegaskan bahwa masalah utama ada pada lemahnya implementasi dan penegakan hukum.
"Semuanya sudah sangat detail dan lengkap. tetapi permasalahan umum di Indonesia hingga kini adalah implementasinya dan penegakan aturannya yang sangat lemah mulai dari para pemain karoseri hingga aparat penegak hukumnya ya," tegasnya.
"Kecelakan berulang seringkali kita lihat di jalan tol. Solusinya jelas harus meliputi penguatan pengawasan terhadap karoseri, pelatihan, peningkatan kedisiplinan dan penambahan fasilitas aparat ya," tutupnya.