21 Februari 2025
10:59 WIB
Merekam Maestro, DKJ Bukukan Metode Teater Putu Wijaya
Tak banyak catatan tentang metode berkarya para pelopor dunia teater, Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pun menginisiasi penyusunan buku tentang konsep dan metode, dimulai dari Putu Wijaya.
Penulis: Andesta Herli Wijaya
Editor: Satrio Wicaksono
Teaterawan Putu Wijaya (dua dari kanan) bersama anggota Teater Mandiri serta pihak Dewan Kesenian Jakarta menggelar konferensi pers jelang pementasan Aduh di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (19/2). Dok: Validnews/ Andesta.
JAKARTA - Dunia teater Indonesia punya banyak nama-nama besar di setiap eranya. Mulai dari eranya Usmar Ismail yang dikenal sebagai Bapak Perfilman Indonesia, lalu Teguh Karya, W.S. Rendra hingga Arifin C. Noer. Nama-nama tersebut menghidupkan ekosistem teater di zamannya masing-masing, menciptakan dinamika hingga membentuk tren di dunia kesenian.
Setiap maestro menghidupkan kelompok teater yang dikenal luas. Teguh karya dengan Teater Populer, Bengkel Teater W.S. Rendra, hingga Teater Mandiri didirika oleh Putu Wijaya. Masing-masing kelompok itu melahirkan konsep dan metode kreatif yang unik, menjadi ciri khas bagi kelompok-kelompok tersebut.
Sayangnya, tak banyak catatan tentang konsep hingga metode berkarya para pelopor itu. Imbasnya, tak banyak sumber yang bisa dipelajari oleh generasi baru dari pengalaman, proses kreatif dan pemikiran para teaterawan penting Indonesia.
Berangkat dari pemikiran itu, Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) menginisiasi penyusunan buku tentang konsep dan metode teater para maestro. Proyek pertama dimulai dengan penerbitan buku metode teater Putu Wijaya.
Ketua Komite Teater DKJ, Kris Aditya menjelaskan, buku yang akan diterbitkan penting dalam pemajuan dunia teater Indonesia. Buku tersebut akan menjadi rujukan bagi para pelaku teater di kemudian hari, sehingga ekspresi dan wacana teater Indonesia bisa terus tumbuh dan kaya, dengan warisan konsep dan pemahaman para maestro yang secara estafet terus dikembangkan.
"Tahun ini memang Komite Teater DKJ memiliki program gimana metode-metode atau formula yang pernah dilakukan oleh banyak maestro di Indonesia, mau kita tuliskan dan kita terbitkan bukunya. Sebetulnya kami konsen pada distribusi ilmu pengetahuan terhadap kerja-kerja teater terdahulu dan itu ditunjukkan hari ini, untuk laboratorium berkelanjutan," ungkap Aditya di TIM, beberapa waktu lalu.
Aditya menuturkan, dunia teater Indonesia sejatinya 'kehilangan jejak' proses kreatif para maestro di masa lalu. Hal itu suatu kerugian bagi dunia teater karena para maestro tersebut memiliki pengetahuan berikut juga praktik penciptaan yang sebenarnya penting untuk terus dipelajari. Sayangnya, tak banyak sumber catatan hari ini yang bisa dirujuk. Misalnya, untuk memahami metode teater W.S. Rendra atau Nano Riantiarno yang mendirikan Teater Koma.
Selain penting bagi generasi baru, pencataan metode para maestro menurut Aditya juga penting untuk membuktikan kalau teater di Indonesia sejatinya tak kalah metodisnya dari teater di dunia Barat.
"Kami mencoba menjawab anggapa kalau tetaer Indonesia itu berangkat dari roso. Padahal dari setiap kerja kreator terdahulu, yang diciptakan itu metode, cuma memang belum disepakati saja itu sebagai sebuah metode," tuturnya.
Karena itu, DKJ mencoba memulai inisiatif untuk kerja jangka panjang, merekam metode para maestro teater. Dimulai dari Putu Wijaya, salah satu maestro yang hingga saat ini masih aktif dan terus berdialektika dengan perkembangan kesenian di tanah air.
Putu Wijaya secara luas dianggap memikiki metode teater yang khas, yang dikenal lewat istilah 'bertolak dari yang ada' serta 'teror mental'. Dua hal itulah yang akan diuraikan dalam buku nantinya, yang ditulis langsung oleh Putu Wijaya. Buku yang telah terbit nantinya akan didistribusikan ke komunitas-komunitas seni di Indonesia, agar bisa menjadi pembelajaran secara luas.
Putu Wijaya yang hadir dalam kesempatan yang sama, menjelaskan bahwa 'bertolak dari yang ada' dan 'teror mental' merupakan suatu kesatuan. Yang pertama bermakna metode berkarya tanpa batasan kondisi, termasuk finansial. Putu bersama Teater Mandiri telah membuktikan ampuhnya metode tersebut, dengan menghasilkan karya-karya yang eksperimental dalam kesederhanaan set pemanggungannya.
Sementara teror mental adalah puncak dari metode Putu Wijaya. Konsep ini bermakna sangat cair, bisa merujuk pada teror bagi para pemain dalam suatu karya, juga teror bagi penonton.
Apa yang disebut Putu sebagai teror adalah suatu momen 'katarsis' yang tercipta lewat gagasan dan bentuk pemanggungan. Teror itu berasal dari 'teks' yang dihasilkan pertunjukan, yang membuat penonton bisa tercenung sejenak dan kemudian berpikir ulang tentang persepektif atau pemikirannya akan suatu hal.
"Teror mental itu berguna untuk mengacau sebentar pikiran orang, untuk kemudian jeda, berpikir kembali. Setelah dia berpikir kembali, apakah dia membatalkan pikiran sebelumnya, atau tetap meyakini, tidak masalah. Intinya, mengajak orant untuk memikirkan kembali sesuatu," jelas Putu.
Proyek penerbitan buku metode teater Putu Wijaya diluncurkan secara simbolis bersamaan dengan gelaran pementasan Aduh karya penulis dan sutradara Putu Wijaya di TIM, Kamis (20/2). Pertunjukan ini menandai kembalinya Putu Wijaya bersama karya Aduh ke TIM, setelah pertama kali dipentaskan di tempat tersebut pada 1973 silam.