12 Desember 2023
13:09 WIB
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Rendi Widodo
JAKARTA - Selain desa wisata berbasis destinasi alam, di Indonesia juga banyak sejumlah kampung yang hadir atau sengaja dikembangkan untuk menjadi destinasi dengan konsep edukasi sekaligus pengenalan potensi kreatif, yakni dalam bentuk kampung kreatif.
Biasanya, kampung kreatif menjual daya tarik berupa potensi yang mereka miliki di wilayahnya, dan mempertontonkan kegiatan dalam menggarap produk khas yang diunggulkan, misalnya batik, tenun, kopi, dan lain sebagainya.
Wisatawan yang datang, nantinya tidak hanya dapat melihat proses pembuatan produk saja sehingga mendapat pengetahuan lebih dalam, tetapi juga mencoba langsung produk yang dibuat, hingga membelinya secara langsung sebagai buah tangan ketika kembali ke daerah asal.
Memiliki berbagai daerah dengan daya tarik dan keunggulan yang beragam, berikut deretan kampung kreatif yang menarik untuk dikunjungi.
Kampung Gitar
Berlokasi di Desa Mancasan, Kecamatan Baki, Sukoharjo, Jawa Tengah, kampung satu ini secara spesifik dijuluki Kampung Gitar Baki Sukoharjo. Sesuai namanya, di sini merupakan sentra pembuatan alat musik gitar dan dapat menjadi surga bagi mereka yang sangat mencintai alat musik satu ini.
Di kampung gitar, ratusan kepala keluarganya berprofesi sebagai perajin gitar. Jika Anda berkunjung ke kampung satu ini, ketika memasuki kawasan akan disambut dengan kepiawaian tangan para pengrajin menciptakan berbagai jenis alat musik petik.
Akan tetapi, bukan hanya gitar klasik, alat musik lainnya juga dibuat mulai dari akustik model tanduk, ukulele, mandolin, hingga rebab.
Diketahui jika potensi pembuatan kampung gitar di tempat ini sudah ada sejak tahun 1975, dan sekitar 90% masyarakat di sini bermata pencaharian sebagai pembuat gitar.
Konon, kemampuan membuat gitar yang dikuasai oleh mereka bahkan diwarisi secara turun-temurun.
Menawarkan kualitas, di kampung Gitar ini para kolektor atau pembeli juga bisa memesan gitar custom yang dibuat sesuai keinginan, dan pastinya tidak tersedia di pasaran. Misalnya dari bahan kayu yang secara khusus menggunakan kayu mahoni, kayu jati Belanda, kayu waru, maupun kayu sengon.
Menariknya, gitar yang dibuat oleh para perajin di sini tidak hanya dikenal oleh peminat lokal, namun juga sudah banyak dipasarkan ke pembeli mancanegara, seperti Singapura, Filipina, Jerman, Italia, dan sejumlah negara Eropa lainnya.
Kampung Gerabah
Di pulau Jawa sebenarnya ada beberapa wilayah yang dikenal sebagai kampung gerabah, tapi untuk destinasi satu ini secara khusus berlokasi di desa Banyumulek, Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat.
Faktanya, desa Banyumulek termasuk sentra kreatif penghasil gerabah terbesar di Lombok sejak tahun 1990-an, di mana hampir 80% warganya adalah perajin gerabah dengan bakat kreatif yang diwariskan secara turun-temurun.
Ada banyak produk kerajinan gerabah yang bisa dibawa pulang dan dijadikan oleh-oleh, mulai dari asbak kendi, kuali, dan berbagai hiasan tanah liat. Dari sekian banyak kerajinan gerabah yang ada, terdapat satu jenis gerabah yang menjadi ciri khas dan hanya dapat dijumpai di Lombok, yakni Kendhil Maling.
Kendhil Maling memiliki bentuk unik lantaran lubang yang digunakan untuk memasukkan air berada pada dasar kendhil. Filosofi dari kendi tersebut adalah seperti cara aneh seorang maling untuk memasuki sebuah rumah (lewat atap atau jendela, bukan lewat pintu). Uniknya, desain yang ada pada Kendhil Maling tidak membuat air yang ada dalam kendhil keluar saat kendhil tersebut diletakkan kembali.
Tentunya jika berkunjung ke sini, wisatawan dapat merasakan langsung pengalaman membuat gerabah ala desa Banyumulek.
Kampung Anyaman Rotan
Kampung kreatif selanjutnya berlokasi di dusun Jagoi Kindau, desa Sekida, kecamatan Jagoi Babang, kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Sebagian besar warga di desa satu ini terutama kalangan perempuan ternyata merupakan perajin anyaman rotan, khususnya anyaman rotan berupa tas yang disebut sebagai Juah.
Menariknya, kampung ini sendiri berlokasi hanya sekitar 6 kilometer dari patok batas terdekat antara Indonesia dan Malaysia. Di sini, para ibu-ibu perajin biasa membuat juah di depan rumah yang masih berupa kayu tinggi namun sudah berumur ratusan tahun.
Ada beberapa jenis dan variasi tas juah yang dibuat serta dijual, harganya sendiri bervariasi mulai dari yang termurah seharga belasan ribu hingga ratusan ribu, tergantung dari ukuran dan motif. Lebih detail, tas yang berukuran kecil dikenal dengan nama jumuak, sedangkan yang berukuran sedang diberi nama juak mutuam, yang besar base, dan yang tinggi sajuah.
Awalnya, para perajin di kampung ini disebut lebih sering membuat tas yang masih ‘mentah’ untuk kemudian dijual ke Pasar Serikin, Sarawak, Malaysia. Namun semenjak pos lintas batas (PLB) ditutup karena pandemi, para warga mulai mengejar pasar domestik serta memodifikasi hasil anyamannya agar lebih bagus dan menarik.