c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

25 Mei 2023

14:23 WIB

Mengupas Potensi Desa Wisata Sebagai Tulang Punggung Wisata Nasional

Tak hanya sebagai pengembang destinasi-destinasi baru, konsep pembangunan desa wisata seharusnya bisa digarap lebih serius oleh pemerintah untuk masa depan wisata nasional.

Penulis: Mahareta Iqbal

Editor: Satrio Wicaksono

Mengupas Potensi Desa Wisata Sebagai Tulang Punggung Wisata Nasional
Mengupas Potensi Desa Wisata Sebagai Tulang Punggung Wisata Nasional
Desa Wisata Pela, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Youtube/Kemenparekraf

JAKARTA - Desa wisata di Indonesia terus mengalami pertumbuhan yang begitu pesat. Pasalnya, berbagai daerah dari Sabang sampai Merauke,membenahi desa wisata dengan versi terbaiknya masing-masing.

Kemungkinan desa wisata menjadi 'masa depan' pariwisata Indonesia pun sesungguhnya bukanlah menjadi hal yang mustahil untuk diwujudkan. Namun, tentunya banyak hal yang mesti dipersiapkan untuk mencapai itu semua.

Pengamat pariwisata dari Universitas Jenderal Soedirman, Chusmeru mengatakan bahwa desa wisata di masa depan dapat diandalkan sebagai 'tulang punggung' pariwisata nasional karena umumnya memenuhi kriteria sejuk, baru, dan bersih.

"Selain memenuhi ketiga kriteria tersebut. Kejenuhan wisatawan pada destinasi wisata yang telah mapan juga akan mendorong mereka untuk mengunjungi desa wisata," ungkap Chusmeru kepada Validnews, (24/5).

Komponen lainnya seperti akomodasi juga menjadi stimulus yang baik bagi desa-desa wisata, di mana umumnya mengunjungi desa wisata dapat dilakukan dengan biaya yang lebih terjangkau. Untuk mencapai posisi itu, desa wisata mesti dikelola dan diawasi dengan sangat baik.

Lantaran komponen akomodasi juga bisa menjadi ganjalan bagi kunjungan desa wisata, misal di soal aksesibilitas, amenitas, atraksi dan kelembagaan.

Chusmeru mencontohkan banyaknya desa wisata yang memiliki potensi alam dan seni budaya, namun memiliki akses jalan yang buruk. Begitu pula fasilitas penunjang seperti parkir, toilet, tempat sampah, tempat beribadah.

Menurut Chusmeru, saat ini Indonesia memiliki Destinasi Super Prioritas (DSP) yaitu Danau Toba di Sumatera Utara, Candi Borobudur di Jawa Tengah, Mandalika di Nusa Tenggara Barat (NTB), Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur (NTT) serta Likupang di Sulawesi Utara. Namun, sebagaimana DSP, desa wisata juga perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah.

"Jika perlu pemerintah menetapkan Desa Wisata Prioritas (DWP) untuk menumbuhkan gairah pengembangan desa wisata. Dengan ditetapkannya Desa Wisata Prioritas, maka desa-desa tersebut akan diberikan kucuran dana dari APBN, mendapat pembinaan dari pemerintah dan bantuan promosi," ungkap Chusmeru.

Ajang Pariwisata Sebatas Motivasi
Di satu sisi, Indonesia punya ajang yang melibatkan seluruh desa wisata di Indonesia yaitu Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI). Chusmeru menilai bahwa ADWI baru hanya sebatas memotivasi desa wisata untuk lebih semangat dalam pengembangannya. Ajang ADWI lebih banyak diwarnai dengan seremoni penilaian dan penyambutan kunjungan ke desa wisata.

"Seremoni ADWI dikeluarkan dari anggaran kas desa atau Pemda yang jumlahnya lebih besar dari jumlah hadiah pemenang ADWI," tutur Chusmeru.

Desa wisata seharusnya lebih ditantang untuk meningkatkan kualitas agar dapat menjadi desa wisata yang berkelas dunia, berdaya saing dan berkelanjutan. Oleh sebab itu, desa wisata perlu dikelola dengan standar pelayanan internasional yang dimulai dari pengembangan manajemen desa wisata.

Setiap desa wisata perlu memiliki kalender event dan kalender wisata. Kalender event berisikan rangkaian kegiatan seni, budaya, maupun olahraga yang rutin dilakukan di desa wisata. Sedangkan, kalender wisata memuat jadwal-jadwal tetap kegiatan wisata, rute wisata hingga harga paket wisata.

"Nah, kalender event dan kalender wisata itu ditawarkan di pasar wisata dunia. Oleh sebab itu, setiap desa wisata perlu menjalin kerjasama dengan biro perjalanan dan pemangku kepentingan wisata lainnya," ucap Chusmeru.

Selain itu, desa wisata juga harus mampu bersaing dengan desa wisata lain. Diperlukan faktor pembeda yang khas atau unik yang membedakan satu desa wisata dengan desa wisata lainnya.

Terlebih, di era serba digital seperti sekarang, karakteristik wisatawan saat ini didominasi oleh kelompok milenial dan generasi Z yang internet minded. Seluruh desa wisata juga harus menuju desa wisata digital; mengenalkan, mempromosikan dan 'menjual' desa wisata secara digital.

"Nah, berbicara bentuk dukungannya, pemerintah perlu memberikan dukungan infrastruktur jaringan telekomunikasi di setiap desa wisata. Dengan begitu, wisatawan akan cepat mengakses internet di desa wisata dan mengunggah aktivitas wisatanya di media sosial secara langsung dari desa wisata. Ditambah, pemerintah juga berkepentingan untuk meningkatkan SDM lokal di desa wisata agar dapat memproduksi konten digital dan narasi desa wisata mereka," tutup Chusmeru.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar