c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

07 Februari 2024

17:02 WIB

Mengupas Jejak Legenda Dan Budaya Danau Sentani

Berada di bawah lereng Pegunungan Cagar Alam Cyclops, Danau Sentani menjadi salah satu daya tarik wisata di Papua yang patut dikenal selain Raja Ampat.

Penulis: Siti Nur Arifa

Editor: Rendi Widodo

Mengupas Jejak Legenda Dan Budaya Danau Sentani
Mengupas Jejak Legenda Dan Budaya Danau Sentani
Sejumlah penari menampilkan tari Isosolo dalam Festival Danau Sentani ke-13 di Pantai Khalkote, Kabu paten Jayapura, Papua. ANTARA FOTO/Gusti Tanati

JAKARTA - Berada di wilayah paling timur Indonesia dan jarang terjamah membuat banyak wilayah potensial di Papua masih belum terekspos. Jika bicara soal destinasi, satu tempat yang banyak dikenal atau populer umumnya hanya menyebut Raja Ampat. Padahal, masih ada deretan destinasi yang menarik untuk digali lebih dalam, salah satunya Danau Sentani.

Berada di bawah lereng Pegunungan Cagar Alam Cyclops, Danau Sentani memiliki luas total sekitar 9.360 hektar dengan kedalaman 70 meter. Terbentang di antara Kota sekaligus Kabupaten Jayapura, danau terluas di Papua ini juga melingkupi 24 desa dengan berbagai kesenian serta budaya yang menarik bagi para wisatawan.

Selain diselimuti dengan kekayaan seni dan budaya, Danau Sentani juga disokong dengan kekayaan alam memukau, khususnya fauna berjenis ikan di habitat danaunya sendiri. Tercatat jika di danau ini terdapat sekitar 30 spesies ikan air tawar, di mana empat di antaranya merupakan spesies endemik yang hanya ada di tempat tersebut.

Legenda di Balik Danau Sentani
Jika membahas mengenai eksistensi Danau Sentani lebih dalam, sejatinya wilayah ini tak lepas dari sebuah legenda mengenai asal-usul masyarakat yang mendiami wilayah tersebut, dan sudah hidup secara turun-temurun sebagai cerita rakyat yang diwarisi oleh nenek moyang.

Mengutip Indonesia Kaya, dikisahkan bahwa pada zaman dahulu kala beberapa penduduk purba dari wilayah Papua Nugini melakukan perjalanan panjang mengendarai seekor naga, dengan tujuan mencari wilayah baru untuk ditinggali.

Namun malang, naga yang dikendarai konon tidak mampu terbang lebih jauh sehingga terjatuh ke sebuah danau besar dan mati terendam di dalamnya. Danau ini yang kemudian dikenal sebagai Danau Sentani.

Meski terjatuh, nasib yang sama dipercaya tidak menimpa masyarakat purba yang menunggangi naga. Mereka selamat dan diceritakan terjebak di atas bagian tubuh naga yang menyembul keluar dari permukaan danau, sehingga mereka terdampar di danau tersebut dan tinggal di tubuh naga yang mati.

Masih berdasarkan legenda, bagian kepala naga yang jatuh dan mati kini menjadi pulau di sisi timur danau, sementara bagian ekornya menjadi pulau di sisi barat, dan bagian tubuhnya menjadi pulau di bagian tengah yang kemudian saat ini dikenal sebagai Pulau Asei.

Berangkat dari legenda tersebut, hingga kini warga Sentani percaya jika asal-usul mereka bermula dari kisah orang-orang Papua Nugini yang menunggangi naga dan terdampar di Sentani.

Ragam Budaya dalam Festival Danau Sentani
Jika bicara mengenai kekayaan budaya, masyarakat Asei di Danau Sentani memiliki sebuah kesenian yang sudah diwariskan antar generasi, dan kini menjadi sebuah hasil seni yang begitu terkenal luas di seluruh penjuru Indonesia dan dunia, yaitu Lukisan Kulit Kayu.

Sudah diakui sebagai kesenian khas Papua dan sangat disukai oleh wisatawan, lukisan kulit kayu miliki masyarakat Pulau Asei dinilai memiliki keindahan yang tidak terbantahkan karena mengandung unsur seni yang tinggi.

Mulai dari motif yang biasanya dibuat untuk menceritakan kehidupan dan penggambaran hewan-hewan di dalam keseharian masyarakat Asei. Lukisan mereka juga terkenal lantaran dibuat menggunakan media alami seperti kulit kayu sebagai media kanvas, dan pewarna dari berbagai jenis tumbuhan.

Selain itu, Pulau Asei juga menyimpan berbagai peninggalan sejarah seperti artefak-artefak peninggalan Perang Dunia ke-2, hingga sebuah gereja tua peninggalan Belanda yang dibangun sejak 1928, dan masih terus berfungsi sebagai tempat ibadah hingga saat ini.

Kekayaan alam, budaya, dan keunikan Danau Sentani yang kemudian juga melahirkan sebuah event pariwisata tahunan yang tak pernah sepi peminat, yakni Festival Danau Sentani (FDS).

Biasanya diadakan setiap pertengahan bulan Juni, pada kesempatan ini wisatawan nusantara bahkan mancanegara biasanya berkunjung untuk menyaksikan pertunjukkan tarian, kerajinan khas, hingga berbagai produk budaya yang dipamerkan secara unik.

Jika di lain waktu Anda berkesempatan menjelajah keindahan Danau Sentani, wilayah ini dapat ditempuh selama 15 menit perjalanan dari Bandara Sentani, dengan kawasan yang terbentang luas di sepanjang perjalanan menuju Kota Jayapura.

Begitu memasuki wilayah Danau Sentani, Anda akan disambut dengan hembusan angin yang sejuk dan ketenangan yang damai khas kawasan Indonesia Timur.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar