06 Desember 2022
21:00 WIB
Penulis: Andesta Herli Wijaya
Editor: Satrio Wicaksono
JAKARTA - Wayang adalah salah satu warisan Indonesia yang paling dikenal di kancah dunia. Warisan satu ini telah ditetapkan sebagai Warisan Mahakarya Dunia yang Tak Ternilai dalam Seni Bertutur UNESCO, pada tahun 2003 silam.
Besarnya nilai budaya itu membuat wayang mendapat perhatian besar, utamanya dalam tataran preservasi oleh pemerintah melalui program pengembangan ataupun museum, maupun pegiat budaya. Di samping itu, estetika seni wayang membuat wujud ataupun pertunjukannya menarik bagi banyak orang. Tak hanya di Indonesia, namun juga bagi publik dari mancanegara.
Salah satu pribadi yang dikenal punya kecintaan besar terhadap wayang adalah Gregory Churchill atau yang dikenal dengan nama akrab Greg. Sosok ini tokoh yang disegani dalam bidang hukum dan banyak terlibat dalam upaya reformasi hukum Indonesia.
Namun, Greg juga sangat terkenal sebagai kolektor wayang yang telaten. Ia mencintai seni wayang sejak lama, dan telah mengoleksi lebih dari 8.051 wayang dalam berbagai jenis dari berbagai daerah di Indonesia. Koleksi tersebut tersimpan di kediamannya di Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Baca juga: Wayang Motekar Bawa Isu Kerusakan Lingkungan Ke Panggung Pertunjukan
Koleksi Greg terdiri dari 3.951 Wayang Golek, 225 Wayang Klitik, 2.487 Wayang Kulit, serta selebihnya berupa koleksi beragam wayang Indonesia dan wayang dari berbagai negara lainnya. Selain wayang,Greg juga mengoleksi lebih dari 4.000 topeng tari dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.
Koleksi Greg kini menjadi warisan bagi kebudayaan, setelah Greg wafat pada Februari awal tahun ini. Sebagai seorang kolektor, Greg tak ingin koleksinya tersembunyi tanpa bisa dinikmati oleh masyarakat dalam jangka waktu yang panjang. Karena itu, koleksi Greg pun kini diserahkan untuk dikelola oleh Yayasan Lontar.
Untuk mengenang dan merayakan kerja budaya seorang Gregory Churchill, Yayasan Lontar meluncurkan sebuah film dokumenter bertajuk “The Smiling Semar from America”. Dokumenter yang mengangkat kisah Gregory Churchill dan koleksi wayangnya, disutradarai oleh Eva Tobing dan supervisi John H. McGlynn yang merupakan salah satu pendiri Lontar.
Baca juga: Melestarikan Wayang Kulit Dengan Kolaborasi
John H. McGlynn mengatakan, kecintaan Greg pada wayang adalah kecintaan yang berorientasi pada keberlanjutan warisan budaya tersebut. Karena itu, Greg pun menginginkan agar koleksinya tersebut dikelola untuk publik setelah kepergiannya.
“Salah satu cita-cita Greg adalah ia sangat ingin koleksi koleksi wayangnya dimasukkan ke dalam sebuah museum khusus wayang, yang dijaga dengan baik oleh pemerintah, serta dapat dilihat oleh masyarakat luas, Sampai beliau wafat, cita-cita itu belum terwujud meski berbagai jalan sudah dilakukan untuk mewujudkan keinginannya,” ungkap McGlynn dalam siaran pers yang diterima, Selasa (6/12).
McGlynn melanjutkan, cita-cita tersebut Greg tersebut hingga saat ini belum terwujud. Pihaknya melalui Yayasan Lontar pun masih mencari-cari kemungkinan terkait model pengelolaan kedepan untuk koleksi berharga tersebut.
Dokumenter yang diperkenalkan untuk mengenang Gregory Churchill (1947-2022), ditayangkan bersamaan dalam serangkaian acara tribut berupa diskusi hingga pertunjukan wayang yang berlangsung di Komunitas Salihara, Jakarta Selatan, Minggu (4/12) lalu.